Bagai
putaran roda, sampailah kita pada titik putaran yang sama.Hari besar Islam itu
kembali berulang.Gegap-gempita dan rasa takdzim menyebar ke seantero alam
islami. Manifestasi dari hari besar itu di ramaikan dengan lantunan
takbir,shalat dan penyembelihan hewan.Dialah yang biasa disebut hari raya `idul
Adha.
Idul
Adha arti asalnya kembali menyembelih sembelihan pada waktu duha. Kemudian ia
menjadi istilah mankul syar`i yang merupakan ritual hari raya yang
diselenggarakan pada tanggal sepuluh Dzulhijja. Ia merupakan sebuah syi`ar yang
dicontohkan bapak para nabi; Ibrahim, ketika menyembelih anaknya; Ismail,
berdasarkan titah Allah ta`la.
Ditilik
dari sisi bahasa, `Idul Adha mengandung makna yang luas dan dalam. `Id yang
berasal dari kata `Aada Ya`uudu `Audan berarti kembali. Kata `id, menggambarkan
pengulangan dan penyegaran yang mengandung kebahagiaan. Seolah-olah
mengindikasikan kembali pada perasaan senang yang sudah menjadi kebiasaan. Adha
merupakan bentuk plural dari kata dhahiyyah yang artinya sembelihan di waktu
duha(waktu setelah matahari terbit hingga menjelang dzuhur). waktu duha
mengambarkan kesegaran, semangat dan produktifitas; waktu ini biasa digunakan
orang pada umumnya untuk bekerja, sekolah dsb. Adha juga mengandung nilai
pengorbanan yang dilakukan untuk melaksanakan titah zat yang menempati posisi
sangat penting dari spritualitas manusia yang diiringi dengan rasa cinta.
Dengan demikian pendekatan bahasa mengesankan kata `idul adha sebagai upaya
penyegaran kembali kepada kebahagiaan yang sudah biasa didapat dengan
mengorbankan sesuatu demi pengejawantahan rasa cinta kepada zat yang dianggap mutlak
dalam benak manusia.
Melihat
kedalaman makna yang terkandung dari nilai bahasa tadi kiranya amat tidak pas
dan layak jika hari raya `idul adha hanya berperan dan dipraktekan sebatas
sebagai formalitas. Kebahagian, kemesraan dan kesenangan didalamnya melebihi
unsur materi. Ia bersifat menyeluruh; komprehensif. Pengorbanan yang dikerahkan
melampau bentuk material. Rasa cinta yang merupakan motif asasi bukan bersifat
parsial tapi universal yang mengantarkan kepada kesejatian cinta.`Idul adha
mengajarkan kepada kita solidaritas dan kepedulian sosial.
`Idul
adha' mengajarkan kita pengokohan hubungan antara sesama mahluk dan Tuhan dengan
landasan cinta. Tetapi untuk merealisasikan cinta itu harus diiringi dengan
pengorbanan. Semakin besar pengorbanan yang dipersembahkan, semakin berkualitas
pula cinta yang dipantulkan.
Sejauh
ini seberapa pandai kita memaknai kata `idul adha? Apa sekedar formalitas?
kesenangan yg personal belaka? Atau seledar ritual yg tidak memiliki pengaruh
sosial? Alangkah baiknya kita berkaca dengan cermin "kejujuran"
sudahkah wajah "`idul adha" kita benar-benar menggambarkan pantulan
kebahagiaan, kemesraan dan cinta sejati?.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !