“Tidaklah
Allah mengutus seorang nabi, melainkan sebagai penggembala domba.”(Hr. Bukhari, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
Sebelum diutus menjadi nabi, setiap dari mereka ditempa menjadi pemimpin dengan
cara menggembala domba.
Dalam
kidung Sunan Kalijaga, ada lagu
yang berjudul, “Lir Ilir”. Salah satu bait lagunya demikian: Cah angon, cah
angon. Sebagai gambaran serupa tentang idiom kepemimpinan.
Nabi
Muhammad sendiri, sejak usia tiga tahun di lembah Bani Sa`ad, dan ketika
berusia sepuluh tahun(membantu ekonomi Abu Thalab), sudah menjadi penggembala domba penduduk Makkah.
Yang
menjadi pertanyaan kemudian, mengapa penggembala dianalogikan sebagai pemimpin.
Lalu, mengapa dipilih domba
secara khusus?
Al-Hafidz
Ibnu Hajar al-`Asqalani dalam Fath al-Bari menyebutkan: “Hikmah
diilhaminya para nabi menggembala kambing sebelum diutus menjadi nabi karena(supaya mereka pengalaman sebelum mengurus
umat), jika mereka bisa
bersabar dalam menggembala,
mengumpulkan setelah berpencar di tempat penggembalaan, memindahnya dari satu
tempat ke tempat lain, menjaganya
dari musuh seperti binatang buas dan pencuri, mengetahui perbedaan karakter dan
kebiasaan berpencarnya meski lemah, dan butuhnya kambing pada penjagaan.”
“Dengan demikian mereka terbiasa sabar atas kondisi
umat, mengetahui karakter dan tingkatan akalnya, lalu menindak dengan tegas
yang keras kepala, bersikap lembut dengan orang lemah, dan menjaganya dengan
baik. Dengan terbiasa menggembala sejak dini, maka akan memudahkan beban
mereka. Karena telah terbiasa dengan bertahap menggembala kambing.”
“Secara khusus, kambing
dipilih karena (beberapa alasan): sebagai hewan yang paling lemah dibanding
lainnya, lebih banyak tercerai berai daripada unta dan sapi(karena unta dan
sapi mudah dikontrol dengan tali sebagaimana adat yang biasa terjadi). Meski
kambing sangat mudah terpencar-pencar, namun paling cepat patuh dari pada
selainnya.”(Fath al-Barai, Ibnu Hajar, 7/99).
Sebagai catatan penting,
gembalaan di sini adalah ghanam(domba, kibas), bukan kambing. Biasanya kibas
digembala dengan jumlah banyak. Hanya orang-orang yang sabar, ulet, tekun, dan
lebut yang mampu menggembalanya.
Sekiranya para pemimpin dipilih
berdasarkan kualifikasi pengalamannya sejak kecil dalam hal menggembala, maka
tak akan sukar dalam memimpin rakyat. Sayangnya, sekarang yang menjadi acuan
sebagai pemimpin adalah uang, popularalitas media, kemitraan dan hal wadak lain,
meski sejatinya tak memenuhi syarat sebagai pemimpin.
Maka jangan heran jika
terjadi kekacauan di sana-sini. Yang sebenarnya penggembala ternyata butuh
digembala, sedangkan yang digembala merasa sebagai penggembala. Penggembala mengembek, domba pun menyabda. Pemimpin seperti ini, tak ubahnya sebagai PENGGEMBALA TERSESAT.
Wallahu a`lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !