"Kalian tau berapa 1 hari di akhirat jika dibandingkan dengan waktu dunia?" tanya Sarikhuluk kepada Paidi, Paimo, Paiman, Paiden dan Ponco.
Paidi hari ini memilih menjadi pendengar setia. Paimo hanya cengar-cengir seakan jiwanya berada di alam mimpi. Paiman tatapannya kosong dan perutnya terdengar keroncongan. Tinggal Paiden dan Ponco yang terlihat punya jawaban.
"Seribu tahun Cak," tukas Paiden. "50 ribu tahun," celetuk Paiden.
"Oke, masing-masing ada sumbernya dari al-Qur'an (QS. As-Sajadah [32]: 54 dan Al-Ma'arij [70]: 4), tapi ada ga yang mau mentadabburinya?" tanya Sarikhuluk selanjutnya untuk mengasah ketajaman intusi bertadabbur para aktivis pendopo al-Ikhlas.
Mendengar pertanyaan Sarikhuluk, tiba-tiba Paimo, Paidi dan Paiman tergerak untuk menjawab. Akhirnya, mereka tidak mau menjadi pendengar setia saja. Kalau penikmat sate, iya (hehehe).
"Menurutku," kata Paimo, "yang menjadi poin utama bukan angka dan nilai inti dunia-akhiratnya. Intinya: dunia itu biasa sedangkan akhirat itu dahsyat."
"Justru angka itu penting," bantah Paidi, "ga mungkin dong Allah menyebut angka tanpa makna. Menurut penerawangan tadabbur awamku, jangan bangga dengan angka-angka, nilai-nilai duniamu. Betapa panjang pun umurmu misalnya 1000 tahun, tapi kalau tidak diorientasikan untuk akhirat, maka nilainya tak lebih dari sehari."
Paiman memberi tadabbur mirip Paidi cuma beda angle, "aku sederhana saja dalam mentadabburinya: nilai 1hari duniamu akan bernilai 1000 tahun akhirat jika kamu mengakhiratkan duniamu. Bukan anti dunia, tapi menjadikan duniamu bernilai akhirat."
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !