Pemimpin Visioner
Written By Amoe Hirata on Selasa, 21 Juli 2015 | 13.23
Pemimpin besar selalu memiliki ide-ide
brilian, visi progresif, dan kadang banyak tidak bisa dipahami bahkan dicerna
oleh anak zamannya. Ia hadir dalam situasi-kondisi ruang dan waktu yang kritis
dan dialektis yang tidak terpikirkan oleh orang-orang sekitarnya. Cara dia
melihat realitas jauh berbeda dengan kebanyakan orang. Tidak mengherankan jika
mereka selalu selangkah bahkan berlangkah-langkah lebih maju daripada orang
pada umumnya. Ide besar itu lahir karena kemampuan internal pemimpin yang
inheren dengan dirinya, yaitu: kemampuan memfirasati zaman(dengan berbagai
fakta ilmu dan sejarah yang dikantongi).
Berangkat
dari kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi wasallam(selaku
Pemimpin Agung), didapati contoh-contoh menarik yang menggambarkan ide-ide
besar yang beliau canangkan sebagai pemimpin. Pada tahun kelima saat menjadi
nabi, ketika kaum Muslim mengalami penindasan dari orang-orang kafir, beliau mempunyai
ide cemerlang, yaitu : hijrah(pindah) ke negeri Habasyah(Ethiopia).
Bagi sementara orang mungkin ide ini
dianggap aneh dan tidak lazim karena: Pertama, lokasinya yang jauh di
Afrika. Kedua, membutuhkan kesiapan bekal yang mumpuni untuk berangkat
ke sana. Ketiga, negeri yang didatangi adalah negeri non-Muslim. Keempat,
tidak begitu strategis untuk mengembangkan dakwah. Kelima, sarat rintangan.
Terlepas
dari anggapan aneh sementara orang, coba simak baik-baik pernyataan singkat
Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam mengenai lokasi hijrah,
Habasyah:
لَوْ خَرَجْتُمْ إلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ فَإِنَّ بِهَا مَلِكًا
لَا يُظْلَمُ عِنْدَهُ أَحَدٌ، وَهِيَ أَرْضُ صِدْقٍ، حَتَّى يَجْعَلَ اللَّهُ لَكُمْ
فَرَجًا
“Sekiranya kalian keluar ke negeri Habasyah.
Sungguh di sana ada seorang raja yang tak seorangpun dizalimi jika berada di
sisinya. Habasyah juga negeri yang (memegang erat) kejujuran. Sampai Allah
menjadikan kelapangan untuk kalian.”(Ibnu Hisyam, Sirah Ibnu Hisyam,
1/321). Ide brilian ini dipilih karena alasan yang jelas. Pertama,
adanya proteksi dari raja yang adil. Sehingga tidak akan didzalimi. Sewaktu-waktu
jika dakwah di Makkah lenyap, maka ada cadangan untuk mengembangkan sayap
dakwah. Kedua, negeri yang memegang erat kejujuran –meski jauh- lebih
ramah, relevan, dan akomodatif terhadap Islam daripada negeri dekat yang zalim.
Anda
tau, berapa jarak ide hijrah dari sekadar ide, usaha hingga terealisasi? Ia
baru terealisasi utuh delapan tahun kemudian ketika diizinkan hijrah ke
Madinah. Saat di Madinah inilah mereka –dengan segenap perjuangannya atas izin
Allah ta`ala- mampu menjadi kekuatan baru yang bisa menjaga eksistensi
dakwah dan menegakkan pilar-pilar keadilan, bahkan sebagai embrio peradaban.
Kita tentu juga tak asing dengan ide fathu
Makkah(pembebasan kota Makkah). Pada tahun keenam Hijriah, para sahabat
besar seperti Umar, ‘kecewa berat’ dengan keputusan nabi yang memilih shulhu
Hudaibiyah(Perjanjian Hudaibiah), padahal ada janji yang mereka dengar
dengan istilah fathan mubina. Mereka akhirnya baru sadar bahwa justru
perjanjian Hudaibiah adalah kemenangan besar, yang pada akhirnya dua tahun
berikutnya diiringi dengan pembebasan kota Makkah.
Ide
tentang pembebasan dua imperium besar mungkin juga tak lazim didengar di saat
kekuatan Islam masih sangat sedikit. Tapi dengar bagaimana pertanyaan nabi
kepada Suraqah bin Malik waktu perjalanan hijrah, “Bagaimana jika kelak engkau
memakai dua gelang tangan Kisra(Raja Persia)?”(Abdul Malik al-Kharkusyi,
Syarfu al-Mushthafa, 3/347). Anda
tahu, jarak antara pertanyaan nabi dengan realisasi peristiwa, ialah sampai
pada masa kekhilafaan Umar bin Khattab(sekitar sepuluh sampai lima belas
tahunan) di mana Umar langsung yang memakaikan gelang tangan Raja Persia pada
Suraqah bin Mali.
Demikian juga saat nabi memecahkan batu
besar saat menggali parit(yang dikenal untuk persiapan perang Khandak), di situ
nabi mengabarkan bahwa imperium besar seperti Persia dan Romawi akan tumbang di
tangan Islam. Bagi orang pada umumnya mungkin aneh, tapi itu nyata terjadi
ketika pada zama khulafa rasyidun.
Addi
bin Hatim pun diberitahu nabi, “Jika umurmu panjang, maka kamu akan menjumpa
dibukanya pembendaharaan Kisra”(Hr. Bukhari). Lebih dahsyat dari itu suatu saat
nabi bersabda:
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ، فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ
أَمِيرُهَا، وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
“Konstantinopel (pasti) akan dibebaskan. Maka
sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya. Dan sebaik-baik tentara adalah
tentaranya”(Hr. Ahmad). Anda tau, berapa jarak realisasi antara omongan
Rasulullah dengan terwujudnya pembebasan Kontantinopel? Delapan abad kemudian di masa Mahmud
Al-Fatih(855-886 H) Konstantinopel sebagai Ibu Kota Romawi Timur baru bisa ditaklukkan(al-Mausu`ah
al-Muyassarah fi al-Tarikh al-Islami, 2/148).
Teodhore
Herzl(1860-1904) sebagai Bapak Zionisme, merencanakan berdirinya negara Israel.
Ia gagas pendirian negara Israel pada 1896 melalu pamflet berjudul “Der Judenstaat”(Jewish
State). Anda tau kapan terealisasi gagasan itu? Pada 14 Mei 1948/ selama 50
tahun lebih 3 bulan, pendirian Israel baru terealisir(Adian Husaini, Wajah
Peradaban Barat, 65). Kisah Herzl ini diambil untuk menunjukkan bahwa
pemimpin manapun baik Muslim maupun non-Muslim selalu visioner. Mempunyai
rencana-rencana brilian dan progresif yang sering dianggap aneh dan kurang
dimengerti rasio kebanyakan orang.
Suatu saat, pada bulan Oktober 1937, Buya
Hamka berkunjung ke rumah H. Agus Salim. Setelah beliau menyampaikan beberapa
pemikirannya, Hamka pun dengan tersenyum berkata, “Ah, engku terlalu lekas
datang ke dunia, sehingga apa yang engkau katakan dan pikirkan, belum dapat
diterima oleh orang sekarang entah kalau 50 tahun lagi.” Dengan senyum pula, H.
Agus Salim berkomentar, “Perkataan yang demikian telah pernah diucapkan orang
lain padaku. Prof Schrieke pernah berkata padaku: ‘Pikiran ini bukan buat 50
tahun lagi, tapi buat 100 tahun lagi’. Apakah sebab itu saya akan berhenti
menyatakan pikiran? Apa yang akan dipikirkan orang 50 tahun kedepan jika tidak
aku katakan sekaang? Apalah arti saya dibanding dengan Nabi Muhammad yang sudah
lama saja masih banyak orang yang belum menerima pelajarannya.”(Hamka, Falsafah
Hidup, 281-282).
Kisah-kisah
tadi dipaparkan tidak lain untuk menunjukkan bahwa di antara pemimpin yang kita
perlukan –di samping kecerdasan, integritas, kharisma, keadilan, amanah dll-
ialah pemimpin yang visioner. Yaitu pemimpin yang mampu memfirasati zaman dan
membaca gelagat masa depan(memprediksi masa depan). Dengan hubungan yang erat
dengan Tuhan, ilmu yang mumpuni, wawasan luas, dan bekal sejarah yang dimiliki
ia mampu membuat visi-visi terbaik yang diperlukan oleh orang yang dipimpinnya.
Boleh jadi mereka sekarang merasa aneh
dengan keputusannya yang visioner, namun dengan kesabaran, sejarah akan
membuktikan visinya adalah maha karya kebaikan yang didedikasikan untuk yang
dipimpinnya. Pemimpin Visioner hadir mendahului zamannya, untuk mempersembahkan
karya terbaik yang dinikmati oleh orang-orang sesudahnya. Pertanyaannya: “Sudahkan
kita memiliki pemimpin yang visioner?”.
TOLE-RA-ISI
Written By Amoe Hirata on Minggu, 19 Juli 2015 | 08.50
Marah
sekali Markoden mendengar kasus baru-baru ini terkait pembakaran masjid di
Papua oleh orang-orang Kristiani yang tak bertanggung jawab. Rasanya toleransi
antar-umat beragama sudah ‘diperkosa’. Ingin rasanya ia utus warga Jumeneng
untuk jihād qitāl ke sana agar
marwah umat Islam tidak dicabik-cabik oleh pihak tertentu. Tentu saja kemarahan
Markoden ini hanya masih dalam pikiran dan hati, belum direalisasikan. Kalau
saja ia tidak ingat pesan Sarikhuluk agar hati-hati dalam menerima berita dan bersikap,
maka sudah dari kemarin-kemarin ia izin untuk pergi ke Papua.
Satu hari setelah Hari Raya Idul
Fitri, Markoden pun bersilaturrahim ke rumah Sarikhuluk. Ia menceritakan
segenap unek-uneknya yang sedemikian penuh sesak di hati dan pikirannya. Seperti
biasa, dengan sangat tenang dan bijak, Sarikhuluk mewanti-wanti, “Jangan
sampai, yang tumbuh dan tumbuh-terbit dari pikiranmu adalah tindakan reaktif
balas dendam. Setan sangat suka sekali mengompori manusia di saat-saat genting.
Orang ngomong itu dielmoni(berdasar ilmu). Jangan hanya sekadar semangat
membela, nanti yang timbul malah fitnah-fitnah baru yang membuat agama semakin
ternoda.”
“Ada baiknya, kita nderes(mempelajari)
dulu makna toleransi beragama. Kalau kamu bicara ngalor ngidul mengenai
penodaan toleransi, sedangkan kamu sendiri tak mengerti toleransi `kan bisa konyol. Dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) toleransi berarti sikap
toleran. Toleran sendiri diartikan: Bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng
pendirian sendiri. Dalam bahasa Arab, ada istilah al-samhah, al-samāhah, atau al-tasāmuh. Kata kuncinya menghargai dan
menghormati pendirian yang berbeda dengan pendapat diri sendiri.”
“Syogyanya
kita perlu belajar toleransi pada Nabi Muhammad. Bukan hanya orang Islam lo
yang mengakui, tapi ilmuan-ilmuan kulon(Barat) juga. Sebagai contoh, Laura
Veccia Vaglieri seorang peneliti dari Italia pernah berujar: “Muhammad sangat
toleran, khususnya pada para pemeluk agama lain” . Sementara itu, Maxime
Rodinson (Sejarawan Prancis) berkata: “Muhammad adalah seorang hakim yang
toleran” . Sedangkan Marxel (Peneliti dari Prancis) berkomentar: “Toleransi
bagi Muhammad merupakan kewajiban agama dan perintah syari`at” . Adapun
filosof Jerman, Johan Wolfgang von
Goethe menandaskan: “Muhammad adalah orang yang memiliki toleransi sangat
tinggi”.”
“Tak hanya itu, seorang pendeta dari Jerman yang bernama Maisson
mengkomparasikan antara toleransi Islam dan Kristen : Sesungguhnya Islam yang
memerintahkan jihad, (begitu) toleran terhadap pemeluk agama lain. Islamlah
yang melepaskan para pendeta, rahib dan pelayan mereka dari pajak. Islam juga
mengharamkan membunuh para rahib –secara khusus- karena mereka menjalankan
ibadah. Umar bin Khatab ketika membebaskan al-Quds juga tidak menyakiti
sedikitpun penduduknya.....lain halnya dengan pasukan salib, ketika masuk
mereka membunuh orang-orang Muslim dan membakar orang-orang Yahudi.”
“Rasulullah itu Mar, sangat jelas dalam menunjukkan garis-garis dalam
bertoleransi. Toleransi beliau bukan dalam sekup teologis atau syari`at agama
tapi dalam tataran sosoilogis dan antropologis. Coba kamu baca baik-baik dalam
sejarah Kanjeng Nabi, apa pernah beliau memaksa orang lain untuk beragama? `Kan
tidak. Tapi dalam hal-hal sosial kemanusiaan beliau tetap mampu menunjukkan
sinergi positif. Bahkan dengan sikap beliau yang sangat baik, mereka masuk
Islam tanpa ada paksaan. Isu agama memang dalam sepanjang sejarah sangat sensitif.
Maka kamu perlu hati-hati dalam memotret peristiwa dengan paradigma toleransi.”
“Kasus yang terjadi di Papua harus benar-benar dikaji secara serius oleh
pihak-pihak yang mempunyai kapasitas dan kompetensi di dalamnya. Kalau kamu
hanya bermodal semangat, kemudian jihad, lha nanti Islam akan tambah buruk
di mata umat. Kekerasan tak selamanya dihadapi dengan kekerasan. Sangat besar
kemungkinan ada pihak-pihak berkepentingan di balik layar. Kalai kamu melihat
Indonesia sekarang dengan penuh lantip-waskit dan keakuratan, maka
sebenarnya banyak lapis-lapis dimensi yang harus diurai. Bisa politik, bisa
sosial, agama dan lain sebagainya. Oleh (boleh) kamu benci, tapi harus
berdasarkan fakta dan hanya benci pada perilakunya. Aku sendiri -sebenarnya
kalau mengikuti keinginan-, sudah muak dan bosan dengan nilai-nilai toleransi. Lha
gimana coba, ketika yang melakukan
kekerasan adalah oknum Islam –meski kecil- maka akan dibesar-besarkan, bahwa
itu tindakan terorisme dan seterusnya. Lha kalau orang non-Islam, pasti
pemberitaannya tidak terlalu wow dan dianggap biasa.”
“Ingat Mar, jangan terpancing dengan profokasi tentang toleransi. Kamu
selidiki, kamu dasari dengan ilmu setiap kosa kata yang kamu lihat, dengar,
rasa dari apa pun dan siapa saja utamanya di Indonesia. Kita berhak membela
siapa pun yang dianiaya, tapi kita juga tak boleh menafikan ilmu dan fakta.
Mari bekerja dalam kapasitas yang kita bisa. Bisa berupa menyampaikan aspirasi
ke pihak-pihak yang berwenang, atau lewat media tulis misalnya. Sekarang mulai konangan
(ketahuan) Mar, siapa sebenarnya yang toleran dan anti-toleran di Indonesia.
Kalau benar peristiwa pembakaran masjid di Papua itu atas nama kebencian agama
atau anti-toleransi. Maka, toleransi yang digemborkan selama ini hanya toleransi
ompong. Itu sih namanya bukan ‘TOLERANSI’, tapi ‘TOLE-RA-ISI’(Anak Yang
Tak Punya Isi).” Jawab Sarikhuluk. “Lho maksudnya piye Cak?” tanyanya
penasaran. “Lha, tindakan kayak gitu `kan tindakan anak-anak yang tidak
berisi akal dan ilmu. Bertindak hanya sesuai mood dan hawa nafsu. Seng
penting enjoy. Ga berfikir jauh ke depan dan ke belakang.” “Oh, iya juga ya
Cak!” tepekur sambil garuk-garuk kepala.
AL-MUJAHIRIN & AL-MUHAJIRIN
Written By Amoe Hirata on Kamis, 16 Juli 2015 | 14.14
Di
saat orang pada sibuk menyiapkan
jajan untuk malam hari raya `Idul Fitri, Sarikhuluk malah terlihat tepekur seorang diri di belakang rumah,
tepatnya di samping kolam
ikan lele. Dari aura wajahnya terlihat rasa cemas, khawatir, was-was, bahkan panik berkepanjangan. Tak biasanya ia
begitu.
Markoden dari kejauhan nyeletuk pada teman-teman yang berada di pendopo Al-Ikhlash, “Ah, jangan ketipu kalian dengan gaya Sarikhuluk. Kadang-kadang Ia begitu hanya acting saja supaya bisa mendalami penghayatan sekaligus menimbulkan penasaran.” “Lho, acting gimana toh, wong tatapannya kosong gitu.” Sahut Paimen tak terima. “Biar ga penasaran, kita samperin aja sama-sama!” ajak Supi`i. Mereka pun akhirnya sepakat menuju Tokoh Ora Usum yang lagi menyendiri.
Markoden dari kejauhan nyeletuk pada teman-teman yang berada di pendopo Al-Ikhlash, “Ah, jangan ketipu kalian dengan gaya Sarikhuluk. Kadang-kadang Ia begitu hanya acting saja supaya bisa mendalami penghayatan sekaligus menimbulkan penasaran.” “Lho, acting gimana toh, wong tatapannya kosong gitu.” Sahut Paimen tak terima. “Biar ga penasaran, kita samperin aja sama-sama!” ajak Supi`i. Mereka pun akhirnya sepakat menuju Tokoh Ora Usum yang lagi menyendiri.
“Assalamu`alaikum
Cak!” sapa mereka serentak. “Wa`alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..,”
jawabnya datar. “Wonten nopo Cak(ada apa Cak) kok terlihat kusut
masai gitu?” tanya Pardi memecah kesunyian. “Jadi begini Rek, semalem
aku pas klesetan(tiduran) sambil mendengan radio, aku dengar satu hadits
dari penceramah yang baru aku ingat. Dulu aku pernah mendengarnya ketika masih
ngaji di langgar Al-Hikam, waktu umur tujuh tahun. Arti haditsnya seperti ini
kurang –lebih, ‘Setiap umatku akan diampuni, kecuali MUJAHIRIN. Yang dimaksud
dengan MUJAHIR ialah seorang mengamalkan (kemaksiatan) di malam hari, kemudian
ketika pagi ia berkata: ‘Hai si Fulan tadi malam aku mengamalkan ini dan
ini.(Hr. Bukhari Muslim).”
“Kata
kunci MUJAHIR ialah orang yang blak-blakan berbuat maksiat di depan orang
banyak, bahkan bangga dengan kemaksiatannya. Iblis yang dianggap dedengkot mbahe
pembangkang saja ga pernah nantang Allah lha orang MUJAHIR kesannya
nantang. Seolah-olah ngomong, ‘Yen aku nglakoni ngene, kowe kate lapo’(Kalau
aku melakukan ini kamu mau apa?)’”. “Emang ada tah orang kayak gitu Cak?” tanya
Parman. “Lho gimana, kamu ga update
berita tah? Jum`at 26 Juni 2015 dilegalkan perkawinan sesama jenis di Amerika.
Jauh sebelum itu Belanda dan Belgia sudah melegalkannya. Bahkan Gereja Anglikan(November:
2003) mengangkat Gene Robinson (seorang homoseks) sebagai Uskup. Sebenarnya
yang mengkhawatirkan bukan itu, tapi orang-orang Indonesia banyak terpengaruh.”
“Suara.com-Kamis
16 Juni 2015- misalnya, menyitir perkataan Aktivis hak-hak LGBT(Lesbian, Gay,
biseksual, dan Transgender) Dede Oetomo bahwa jumlah gay di Indonesia mencapai
ratusan ribu. Bahkan ada yang memperkirakan 3 persen penduduk Indonesia adalah
kaum LGBT. Nah jumlah ini sangat memprihatinkan di tengah-tengah penduduk
Indonesia yang mayoritas Muslim. Belum lagi pihak-pihak lain yang
mengatasnamakan pembaruan dan modernisasi, mengusung ide-ide khas Barat yang
merusak pikiran umat, seperti: liberalisme, relativisme, humanisme, pluralisme,
feminisme(yang berusaha diperujuangkan melalui RUU KKG), dan lain sebagainya.
Semua ide itu jika diterima untuk membaca Islam, maka apa yang dianggap saru,
tabu, maksiat oleh agama akan menjadi relativ. Akibatnya orang dengan leluasa
melakukan maksiat dengan terang-terangan tanpa merasa dosa.”
“Kita
tentu ingat, bukankah kaum Nabi Luth, dengan terang-terangan melakukan hubungan
sesama jenis, padahal sudah diingatkan olehnya. Akibatnya, mereka mendapat
adzab yang merata(kecuali Nabi Luth dan pengikutnya). Akhu khawatir kalau kita
tidak melakukan apa-apa, akan terjadi sabda nabi, ‘Tidaklah suatu kaum pun
yang di dalamnya dilakukan banyak kemaksiatan, padahal mereka sebenarnya kuat
dan mampu, tapi tidak mengubahnya, melainkan akan Allah ratakan adzab, sanksi, `iqab
bagi mereka’(Hr. Ibnu Majah).
Adalagi hadits, ‘Apabila orang-orang melihat orang yang bertindak dzalim
kemudian mereka tidak mencegahnya, maka kemungkinan besar Allah akan meratakan
siksaan kepada mereka, disebabkan perbuatan tersebut’ (Hr. Abu Daud,
Turmudzi). Intinya, kalau kita diam saja, kita akan kena getahnya.”
“Lalu
apa yang harus kita lakukan Cak?” tanya Paidin. “Simak betul-betul sabda nabi.
Ternyata ada kosakata yang ‘kebetulan’ mirip tapi hanya ada pembalikan kata
saja, yaitu kata MUHAJIR (ini bisa dijadikan tonggak kesadaran). Nabi bersabda: “Yang
dinamakan MUHAJIR adalah orang yang pindah dari apa yang dilarang Allah,
termasuk kesalahan dan dosa” (Hr. Bukhari, Abu Daud, Nasa`i, dan Ibnu
Majah). Kata kunci MUHAJIR ialah, pindah dari keburukan menuju kebaikan, dari
kesalahan menuju pertaubatan. Lawan dari MUJAHIR, yang terang-terangan berbuat
salah. Langkah konkritnya. Pertama, penyadaran. Masyarakat harus
disadarkan akan bahayanya melalui media apapun.
Penyadaran utama terkait masalah makna kata. Sebab, banyak sekali
kata-kata yang diselundupkan ke dalam bahasa kita padahal maknanya sangat
destruktif.”
“Kedua,
cultur counter (perlawanan yang bersifat kebudayaan) dan pemikiran. Di
tengah derasnya arus globlalisasi, liberalisasi, westernisasi, kita harus
mempunyai kegiatan kebudayaan yang mampu mengarahkan animo masyarakat.
Kebudayaan dilawan dengan kebudayaan, pemikiran dilawan dengan pemikiran.
Memang ini pekerjaan sangat berat, tapi bisa kita upayakan, minimal di desa
Jumeneng ini. Apa yang dilakukan Nabi Nuh, misalnya –meskipun bagi kebanyakan
orang dianggap gila atau ora usum- karena membangun perahu di saat
kemarau, adalah bentuk counter budaya yang diilhami Tuhan. Ketika kita bekerja, mungkin banyak yang
mencibir atau menghina. Biarkan saja, kita tetap bekerja dalam diam dan sunyi.
Mari kita siapkan perahu-perahu kebudayaan, untuk menghadapi banjir besar yang
diakibatkan oleh budaya Barat yang merusak.”
“Terakhir,
pokoknya tetap bergerak dan terus bergerak. Mari kita selamatkan, keluarga,
masyarakat, bahkan bangsa kita dari penjajahan yang tidak kentara dan
supradahsyat ini. Fokus kita bukan pada hasil, tapi pada usaha yang
berkesinambungan. Kalian tentu tau, Allah tak melihat pada hasil usaha tapi
lihat pada usaha. Selama ini –tanpa harus pamer- di desa Jumeneng sudah
dilakukan upaya-upaya seperti itu. Apa yang disebut oleh Al-Attas mengenai
konsep ISLAMISASI ilmu pengetahuan kontemporer, misalnya, sudah dipraktikkan
dan dielaborasi oleh kawan-kawan desa Jumeneng sesuai dengan tingkat kebutuhan
mereka sebagai upaya untuk mendetoksifikasi segala pemahaman nyeleneh
dari Barat. Kita bukan anti Barat, tapi menyaring mana yang baik dan mana yang
buruk. Ada ungkapan menarik dari orang pedalaman di Jawa Tengah: Arab digarap,
Barat diruwat dan Jowo digowo. Semua diambil manfaatnya selama dalam koridor Islam
yang rahmatan lil `alamin.”
RAJA RAIBAFIH
Written By Amoe Hirata on Sabtu, 04 Juli 2015 | 06.16
Hari ini Sarikhuluk
mendongeng untuk anak-anak kampung Jumeneng. Cerita mengenai Kerajaan Jasad Manusia(KJM). Ia berkisah mengenai seorang raja yang tidak tegas
dalam mengambil keputusan, sehingga meresahkan jajaran pejabatnya. Sarikhuluk
menamai raja tersebut sebagai Raja Raibafih, yang ia narasikan pada cerita
berikut:
________________________________________________________________________
Alkisah, sudah beberapa tahun ini istana KJM(Kerajaan
Jasad Manusia) mengalami gonjang-ganjing psikologis. Maksud ‘gonjang-ganjing
psikologis’ ialah suatu kondisi di mana secara psikis setiap individu mengalami
semacam kegalauan jiwa yang menyebabkan ketidakpassan dan ketidakakuratan dalam
memutuskan sesuatu. Rentan terjadi pada keputusan-keputusan RH(Raja Hati)
kekeliruan dan kekhilafan sehingga sering terjadi pencabutan keputusan. Bila
keputusan sudah final, beberapa saat setelah itu tiba-tiba dibatalkan secara
sepihak. Dengan kata lain, tak ada kata ‘titik’ yang ada ialah selalu ‘koma’.
Apa yang dikatakan ‘titik’ ternyata menyimpan berjuta-juta koma di depannya
yang siap menghancurleburkan kata ‘titik’.
Apa yang terjadi ini juga sangat meresahkan PA(Prabu Akal)
dan staf-staf yang lain. Padahal mereka merasa sudah menjalankan pekerjaan
sesuai dengan prosedur undang-undang kerajaan, namun apa yang terjadi
benar-benar membingungkan mereka. Contoh saja misalkan; ketika sudah diputuskan
bahwa RH mau mengadakan blusukan menemui ‘rakyat jelata’ beberapa jam setelah
itu tiba-tiba dibatalkan, padahal beritanya sudah sampai di telinga rakyat.
Sontak saja, keputusan yang berubab drastis ini membuat rakyat kecewa. Contoh
lagi misalnya, ketika sudah memutuskan untuk meng-eksekusi penjahat
PK(Penyangkit Kanker), tiba-tiba juga RH membatalkan keputusannya, sehingga
membuat kecewa hakim kerajaan dan rakyat secara umum.
PA(Prabu
Akal) beserta Prabu-prabu yang lain tak mau tinggal diam melihat kondisi ini. Dengan
mengumpulkan tim yang konon kabarnya lebih hebat dari ‘densus 88’ PA yakin akan
cepat bisa mengidentifikasi dan mencari solusi untuk masalah yang lagi
menyerang RH(Raja Hati). Pada tahap pertama, tim gabungan yang dipilih
menganalisa sebab-sebab terjadinya kegalauan pada diri RH. Setelah dilakukan
penelitian yang mendalam didapatkan hasil yang cukup mengagetkan bahwa penyebab
kegalauan RH ialah karena hatinya dipenuhi oleh ambisi-ambisi yang tak pernah
padam.
Ambisi pada dasarnya kalau ditakar dan diposisikan secara
tepat dan akurat sebenarnya sangat positif, namun apa yang menimpa RH ini
tergolong virus yang sangat membahayakan, bahkan mematikan. Apa yang dibadapi
RH sekarang gambarannya seperti orang haus yang mengobati dahaganya dengan air
laut, bukannya malah terobati malah jadi semakin kehausan. Penyakit ini sungguh
sangat mematikan, bila dibiarkan terus akan mengarah pada penyakit wahn
sebagaimana keterangan Nabi yang berarti: “Cinta dunia dan takut mati”. Yang
semakin menambah akut ialah orang yang ditimpa penyakit ini sama sekali tak
sadar kalau sedang terserang atau terjangkit penyakit ini. Sehingga apa yang
diangap roti sejatinya tai, ketika diingatkan bahwa apa yang dimakan adalah
tai, ia malah ngotot membela bahwa yang dimakan adalah roti.
Tahap
kedua setelah diketahui penyebab kegalauan, Tim Gabungan yang dikomando PA(Prabu Akal) langsung melakukan
pengobatan terapis. Tentu saja pengobatan ini tanpa sepengetahuan RH. Sebab
kalau sampai RH tahu pasti ia akan marah besar dan berang karena RH merasa
sehat dan tak perlu diobati. Dicobalah usaha pengobatan untuk menyembuhkan RH
dengan berbagai macam metode terapi psikis, baik dari humor segar sampai
kritik-kritik pedas yang secara langsung diarahkan pada RH supaya lekas sembuh.
Usaha penyembuhan ini berlangsung berbulan-bulan. Semua pihak merasa punya
kepentingan untuk menyembuhkan RH.
Sehingga, tanpa sepengetahuan tim yang dikomandoi PA,
ternyata ada banyak tim yang berusaha ikut partisipasi menyembuhkannya juga.
Semua pihak dengan berbagai cara merasa PD untuk menyembuhkan RH tanpa dites
terlebih dahulu apakah kondisi masing-masing sudah terjamin dari penyakit yang
menyerang RH. Lambat laun memang terlihat ada kemajuan. Raja Hati(RH) sudah
sedikit demi sedikit pulih untuk bisa memutuskan sesuatu putusan dengan tegas
tanpa dicabut.
Namun akhirnya tim kebingungan juga akhirnya, karena yang
seharusnya ‘dikoma’ malah ‘dititik’ semua sehingga kehilangan parameter kapan
harus men-titik dan kapan harus meng-koma. Semua pada bingung. Baru mereka agak
sadar, sembari berujar pada hati masing-masing: “jangan-jangan kita sudah
terjangkit penyekit RH, sehingga usaha kita yang dikira ampuh ternyata justru
mempersubur penyakit, sampai-sampai kitapun terjangkit tanpa sadar”. Melihat kondisi ini PA mau kontemplasi sejenak menjauh dari keramaian agar
memperoleh inspirasa dari Tuhan untuk menemukan solusi terbaik bagi penyakit
yang lagi menyerang RH.
_______________________________________________________________________
Mutiara dalam Balutan Jilbab (Bagian: I)
Written By Amoe Hirata on Kamis, 02 Juli 2015 | 14.43
Fajar menyingsing halus.
Sepoi angin pagi mulai berhembus. Hati terasa sejuk, laksana embun di ujung pelupuk.
Mata terpejam mulai terjaga. Bergegas bangun menuju Sang Pencipta. Menyambut kumandang
adzan merdu. Bergaung di atas menara bambu. Kokok ayam saling bersahutan.
Bertasbih kepada Tuhan. “Nikmat apa lagi yang hendak engkau dustakan?” demikian
suara lirih mengetuk jiwa Kumalahati. Seperti biasa, sebelum pergi ke masjid
Manarul Ilmi, ia sempatkan untuk berpikir dan berdzikir dengan ayat-ayat yang
terbentang di alam semesta. Baginya hidup akan terasa indah, jika hati dipenuhi
Allah.
Selepas melaksanakan
shalat Shubuh, Kumalahati menyiapkan segenap peralatan sekolahnya. Maklum saja,
sekolahnya lumayan jauh. Hari ini adalah hari pertama ia pindah sekolah. Untuk
pergi kesana, ia harus menempuh perjalanan sepuluh kilo meter dengan jalan
kaki. Kalau tidak, sudah dipastikan dia akan telat sekolah. Ia hidup hanya
bersama seorang ibu. Ayahnya meninggal sejak ia berusia tujuh tahun. Ibunyalah
selama ini yang membesarkan dan mendidiknya. Setiap kali berangkat sekolah, ia
selalu mendapat dorongan moril dari ibunya, “Nak! Meski hidup kita miskin, yang
penting kaya hati. Berpegangtegulah dengan nilai agama. Dengannya kau akan
menjadi terhormat dan bermartabat.”
“Bismillah.
Assalamu`alaikum bu,” ucap Kumala berpamitan sambil mencium tangan ibunya. “Nak,
jangan lupa nanti kalau sudah sampai sekolah, jangan lupa shalat Dhuha. Di sini
ibu akan selalu mendoakanmu.” Demikian ucap ibu melepas keberangkatan anaknya.
Sesampainya di sekolah, ia langsung menuju masjid menunaikan shalat Dhuha.
Selesai shalat ia berdoa, “Ya Allah, anugerahkanlah pada keluarga kami
ketegaran untuk menjalani segenap ujian dan cobaan yang sedang menimpa. Jadikan
hamba selalu istiqamah di jalan-Mu. Karuniakan pada keluarga hamba kemuliaan
sampai kami bertemu dengan-Mu. Jadikan hamba orang sukses yang berpegang teguh
dengan syari`atmu. Aku ingin membahagiakan ibu, dan menggapai ridha-Mu.”
*******
Ada pemandangan kontras di
sudut kota, tepatnya di kediaman Mutiara Angelina. Meski beragama Islam, ia
jarang melaksanakan shalat Shubuh(apalagi shalat yang lain). Ia hidup dalam
keluarga kaya-raya. Ayah ibunya masih hidup dan selalu memanjakannya. Setiap
hari ia bangun kesiangan. Segenap keperluan sekolah selalu disiapkan pembantu.
Ke sekolah selalu diantar dengan mobil, padahal jarak rumah dengan sekolahnya
hanya lima ratus meter. Di sekolah ia dikenal cantik, cerdas, gaul, dan
menjabat sebagai ketua OSIS. Akibat selalu dimanja, ia merasa menjadi seorang
ratu di sekolah. Ia merasa bisa berbuat semaunya. Banyak sekali yang dijadikan
anak buah olehnya. Pakaiannya ketat dan seksi. Seolah ingin menunjukkan
keindahan yang dimiliki pada orang lain. Sanjungan pun selalu didapatkannya.
Bel sekolah sudah dibunyikan.
Hampir saja Mutiara telat jika satu menit tidak segera sampai sekolah.
Teman-temannya segera berdatangan menyambut kedatangannya. Di sekolah ia
dipanggil teman-temannya dengan sebutan ‘ratu’. “Eh, ratu ada aku ada kabar nih.”
Ucap Santi bersemangat. “Emang ada berita apaan San. Kenapa ga ngasih tau dari
tadi lewat BBM atau WA gitu?” tanya Mutiara agak jengkel. “Wah kalau di BBM kan
jadinya ga seru.” Sahut Niken. “Ada apa Ken?”. “Ada sisiwi baru ratu.” Jawab Niken.
“Terus kenapa kalau ada siswi baru? Biasa aja keles.... `Kan ini sekolah
favorit jadi wajar donk banyak yang berusaha sekolah sini”. “Gini Ratu,
kayaknya siswi baru itu bakalan jadi saingan kamu deh. Menurut Bu Rara sih
anaknya sangat cerdas. Dia mendapat beasiswa di sekolah sini. Anaknya kalem,
manis, dan berpakain norak.”
“Norak gimana maksudmu?”
Tanya Mutiara penasaran. “Sejauh aku punya teman berkerudung, ga lebay seperti
dia Ratu. Kerudungnya lebar, bajunya juga longgar. Pokoknya kaya dandanan
ustadzah gitu deh.” Jelas Ratna. “Gimana kalau kita bully aja Ratu, ketika
masuk kelas. Dengar-dengar dia masuk di kelas kita. Nanti kita bisa bekerja
sama dengan Pacarmu(Hengky Fernando) untuk ngerkain dia. Sudah biasa `kan anak
baru dikerjain?” usul Niken. “Boleh juga tuh Ken. Kita lihat, sejauh mana dia
bisa bertahan di sekolah favorit ini. Menurutku sih kok ga pantes yah siswi sok
alim kaya` dia masuk di sekola sini. Bikin kelilipan mata aja. Heheh.”dukung
Santi.
********
Saat masuk kelas, Kumala
terkejut. Para siswa-siswi baris berjejer seolah sedang menyambutnya. Niken, dengan
nada mencibir mempersilahkan Kumala, “Silahkan duduk di depan Ustadzah untuk
memperkenalkan diri. Kami ingin mengenal lebih dalam mengenai profil ustadzah.”
“Huuuuuuuuuuuuuu......” siswa satu kelas berteriak merendahkan. Tanpa berpikir
buruk, Kumala turuti saja kemauan mereka. Ia segera duduk di kursi guru, lalu
mengucap “Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh..”. Seisi kelas tertawa
sambil serentak berbicara, “Mama Dedeh lagi ngasih taushiah. Hahahha”. Kumala
berusaha menenangkan diri. Dalam hati ia berdoa, “Ya Allah, lapangkanlah
dadaku. Permudah urusanku. Jangan jadikan lisanku kikuk di depan mereka, supaya
mereka bisa mengerti.”
Kumala memperkenalkan diri
sambil berdiri. Tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Duduk Ustadzah, biar nyantai dan
tenang. Ia pun duduk. Namun betapa kagetnya ia, ketika sudah duduk, ia merasa
ada yang basah. Rupanya, tempat duduk itu diolesi lem kertas oleh Niken.
Melihat kejadian itu sontak sesisi kelas tertawa terbahak-bahak. Tidak kuat
melihat Kumala dikerjain, Ratih(sisiwi yang dikenal cupu) akhirnya menghampiri
dan menarik Kumala untuk segera duduk di sampingnya. “Ayo duduk dengan saya
saja Kumala, Mereka lo sedang ngerjain kamu” ajak Ratih. “Huuuuuuuuuu...... Si
Cupu lagi nolong saudarinya............hahaha” mereka serentak berkomentar.
Melihat kejadian ini, sebenarnya membuat batin Mutiara bertanya-tanya, “Kenapa
ya kok aku tidak melihat kemarahan sedikit pun darinya. Ia selalu senyum. Aku
menemukan keteduhan di baling balutan jilbab yang dikenakannya.”
“Kumala! Perkenalkan aku
Ratih. Jangan pedulikan mereka. Kerjaan mereka tuh memang selalu ngebully anak
baru. Kamu lihat tuh sisiwi yang cantik, tinggi dan berbaju ketat dialah
bersama teman-temannya yang biasa ngerjain. Meskipun ia jadi Ketua OSIS, namun
kepemimpinannya sama sekali tidak mengayomi.” Kata Ratih memperkenalkan diri. “Tenang
saja Ratih. Aki senang dengan sikapmu yang baik hati. Hanya saja kita jangan
sampai suudzan pada mereka. Barangkali mereka ingin lebih akrab denganku.
Kalaupun mereka murni ingin ngerjain aku, ya biarkan saja. Mereka `kan dalam
kondisi tau. Jangan sampai, dengan perilaku kita yang ingin balas dendam
kepadanya, justru menghalangi petunjuk Allah sampai padanya.” Gumam Kumala.
Mendengar ucapan Kumala, hati Ratih terasa sejuk. Belum pernah ia berjumpa dengan
teman sepertinya.
********
Hari-hari di sekolah
berjalan seperti biasa. Ratu beserta teman-temannya tak hentinya menggoda,
membully Kumala. Kumalahati tidak reaktif dalam menghadapi perilaku mereka.
Dengan kesantunan dan keindahan perangainya, meski tanpa kata-kata bijak lambat
laun banyak siswi-siswi yang belajar padanya. Ia pegang betul nasihat ayahnya, “Berdakwah
dengan lisan mungkin membuat orang terkesan. Tapi Nak, berdakwah dengan teladan
bukan hanya membuat orang terkesan. Mereka akan meneladanimu dengan perbuatan.
Karena dakwah dengan keteladanan adalah sebaik-baik bahasa yang mampu menghujam
dalam hati, yang kemudian menarik orang untuk melakukan perbuatan yang sama.”
Dengan berpegang teguh dengan nasihat ayahnya, ia mampu menebarkan energi
positif di sekelilingnya. Mutiara pun semakin penasaran dengan sosok Kumala. Ia jadi
ingin semakin mengenalnya lebih dalam. Tapi hatinya masih gengsi, “Aku kan
Ketua OSIS. Mestinya dia yang datang padaku. Bukan sebaliknya.” Hatinya berada
di antara penasaran dan gengsi.
SYI`AHISASI: Ancaman atau Ketentraman?
Written By Amoe Hirata on Rabu, 01 Juli 2015 | 05.53
"اتَّقُوا اللهَ فِيْنَا وَفِيْ أَنْفُسِكُمْ...أَنَّنَا نُحِبُّ
أَهْلَ الْبَيْتِ...خُطَطُكُمْ لِتَحْوِيْلِ أَهْلِ السُّنَّةِ إِلَى شِيْعَة فِي مِصْرَ
لَنْ تُفْلِحَ أَبَدًا".
“Bertakwalah pada Allah baik pada diri kita maupun kalian.
Kita sama-sama mencitai Ahlul Bait. (Namun)Usaha kalian dalam menyebarkan
ideologi Syi`ah di Mesir, tidak akan berhasil selamanya.”
Begitulah petikan dari Syaikh Ali Jum`ah ketika
masih menjadi Mufti Mesir, yang penulis dapat dari situs resmi Dār Al
Iftā` Mesir (http://www.dar-alifta.org/Viewstatement.aspx?ID=616&text=%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%B9%D8%A9
). Beliau mengingatkan, ‘penyebaran idielogi Syi`ah di wilayah Sunni hanya akan
membuat stabilitas keamanan masyarakat terganggu.
Statemen ini beliau katakan dalam Aula Muhammad
Abduh, ketika sedang menyampaikan kuliah yang diselenggarakan Majma` Buhuts Al
Islami di Al-Azhar sebagai peringatan atas bahaya pemikiran Syi`ah(9 Oktober
2012).
Ada lima poin penting yang
beliau paparkan mengenai perbedaan mendasar Syi`ah dengan Sunni. Pertama,
akidah al-badā`(idiologi Syi`ah yang menyatakan bahwa Allah telah
menetapkan sesuatu kemudian mengubah pendapatnya dan menarik kembali
keputusannya. Pendapat ini sangat ditentang Ahlu Sunnah).
Kedua, tahrīf(penyimpangan) Al Qur`an. Syi`ah meyakini,
dalam Al Qur`an yang diyakini oleh Ahlus Sunnah ada tahīf-nya. Ada ulama Syi`ah yang bernama Syaikh
An-Nuri sampai mengarang kitab yang berjudul: “Fashlu al-Khithāb fī Tahrīfi Kitābi Rabbi al-Arbāb(Penjelasan tentang penyimpangan dalam Kitab Al
Qur`an)”. Pandangan ini sangat ditolak oleh Sunni.
Ketiga,
perbedaan terkait mengenai keadilan sahabat serta celaan mereka terhadap
sahabat-sahabat yang mulia. Banyak sekali bukti tertulis dalam kitab-kitab
mereka yang mencela para sahabat. Ada sekitar 110 jilid kitab rujukan inti Syi`ah
yang lima di antaranya mencela para sahabat nabi, yang kemudian berusaha
dilenyapkan agar mereka tidak mendapat pertentangan dari yang lain. Keempat,
perbedaan terkait masalah taqiyah. Menurut beliau, Syi`ah tidak
segan-segan melakukan kebohongan demi membela pendapatnya. Sedangkan Ahlus
Sunnah mengecam keras hal itu.
Kelima, Ahlus Sunnah
tidak mengakui kemaksuman seorang pun kecuali para nabi. Adapun Imam Ahlul Bait
mereka memang takwa dan berilmu, namun tidak sampai maksum dan bukan sebagai
sumber hukum. Demikianlah beberapa poin penting yang disampaikan beliau dalam
kuliahnya.
Sebenarnya
banyak sekali usaha yang menginginkan terjadinya rekonsiliasi antara paham
Ahlus Sunnah dan Syi`ah. Di antara ulama yang berusaha mewujudkannya: Syaikh.
Mahmud Syaltut, Syaikh, Manshur Rajab, Syaikh. Abdul Aziz Isa, Syaikh.
Al-Baquri, bahkan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dan masih banyak yang lainnya. Hanya
saja usaha ini menjadi sia-sia lantaran dilanggar sendiri oleh Syi`ah yang
jelas-jelas memiliki ideologi berbeda dengan Ahlus Sunnah.
Kalau
antara Syi`ah dan Sunni memang bisa benar-benar menyatu, maka tidak mungkin dalam
sejarah pahlawan sekaliber Nuruddin Mahmud Zanki, Asaduddin Syirkuh, Imam Al-Ghazali
dengan madrasah Nidhamiyahnya, Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang notabene
merupakan bagian dari Ahlus Sunnah –secara bertahap dan bijak- mengubah
ideologi Al-Azhar(atau Mesir) dari Syi`ah menjadi Sunni kembali(baca: Muhammad
Shallābi, Shalāhuddīn al-Ayyūbi wa juhūduhu fī al-Qaḍā `ala al-Daulah al-Fāṭimiyah wa Tahrīri Baiti al-Maqdis).
Sikap
ulama Mesir terhadap Syi`ah –baik tempo dulu maupun sekarang- semestinya bisa
menjadi pelajaran berharga bagi Bangsa Indonesia untuk mewaspadai ideologi
Syi`ah. Bagaimana mungkin minyak dan air bisa menyatu? Kalau ideologi ini
dibiarkan berkembang, maka sangat mungkin terjadi apa yang dipaparkan oleh
Syaikh Ali Jum`ah bahwa penyebaran Syi`ah dalam komunitas Sunni hanya akan
merusak stabilitas keamanan. Semoga kita bisa terhindar dari fitnah besar ini. Wallāhu a`lam.