Home » , , , » Dua Ulama Nusantara Pengharam Sepak Bola

Dua Ulama Nusantara Pengharam Sepak Bola

Written By Amoe Hirata on Kamis, 29 November 2018 | 01.21



            DI nusantara, paling tidak ada dua ulama yang tercatat pernah mengharamkan permainan sepak bola. Pertama, Dr. H. Abdul Karim Amrullah, ayah Hamka. Kedua, Teungku Muhammad Daud Beureueh.


            Dalam buku berjudul “Ajahku” (1958: 113), Hamka mencatat bahwa pada suatu hari ada murid-muridnya yang mendirikan satu perkumpulan sepak bola. Saat itu, bukan main murka beliau mendengar perkumpulan itu didirikan.
            Dalam suatu pertemuan ramai, murid-murid yang bermain bola dicela dengan begitu keras. Ini karena, tradisi main bola pada tahun 1922, masih bermain kasar, mengadu kaki dan tak jarang terjadi perkelahian di lapangan menggunakan kayu.
            Dengan alasan demikian beliau menghukumi permainan sepak bola haram. Para murid pun sulit membantahnya karena beliau mengultimatum jika ada yang tetap nekat bermain bola, maka silakan tinggalkan madrasah.

            Buku edisi pahlawan muslim terbitan Gramedia susunan tim majalah Tempo berjudul “Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak” (2016: 39) sedikit mengulas tentang ulama asal Aceh ini dengan sepak bola.
            Mansur Ismail, bekas sekretaris dan ajudan Daud Beureueh pernah bercerita bahwa “Abu,” panggilnya, “tidak tidak senang sepak bola.” Alasannya, ulama-ulama tradisional Aceh dulu menganggap permainan sepak bola mengingatkan otang akan nasib tragis Husain.
            Cucu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam itu dipenggal kepalanya di padang Karbala oleh Muawiyah. Kemudian kepalanya ditendang-tendang di tanah.
            Bila diperhatikan alasan pengharaman sepak bola oleh dua ulama karismatik itu bukan karena sebatas permainannya, tapi faktor eksternal yang membuat permainan bola yang asalnya mubah menjadi haram.
            Abdul Karim Amrullah melihat bahwa sepak bola haram karena pada realitanya selain digunakan untuk berjudu atau taruhan juga menjadi media untuk perkelahian. Maka, bisa jadi pengharaman ini berasal dari kaidah setiap yang mengantarkan pada yang haram maka hukumnya haram.
            Sementara Daud Beureueh melihat dari sisi historis –meski perlu dilacak juga kebenarannya—bahwa mulanya sepak bola berasal dari kepala Husain yang ditendang-tendang oleh pasukan Muawiyah di Karbala.
            Mau tidak mau, ketika melihat sepak bola, dirinya diingatkan kembali kepada peristiwa kelam sejarah itu yang menjadikan kepala cucu Nabi sebagai mainan sepak bola. Dari sisi itulah beliau konon mengharamkan sepak bola.
            Dengan demikian, wallahu a’lam, ketika dua unsur itu tidak terpenuhi dalam permainan sepak bola, maka hukum sepak bola bisa jadi di mata beliau-beliau kembali kepada hukum asalnya, yaitu: mubah.
            Pertanyaannya sekarang, apakah sepak bola, hingga detik ini bisa dijamin bersih dari perjudian, taruhan dan perkelahian? Kemudian, pertanyaan yang lebih menohok, bila ditimbang-timbang, permainan ini lebih banyak mana antara mudharat dan manfaatnya?
            Mungkin para pecinta dan pemain sepak bola –termasuk penulis—perlu mengadakan penelitian serius untuk menganalisis permainan yang paling digemari di jagad dunia ini. Sehingga, kalau pun main, bukan karena ikut arus atau bahkan melakukan pelanggaran syariat, tapi dalam batas-batas wajar kemubahan olah raga.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan