Home » , , » AR. Baswedan; Sang Jurnalis Pejuang Kemerdekaan

AR. Baswedan; Sang Jurnalis Pejuang Kemerdekaan

Written By Amoe Hirata on Jumat, 09 November 2018 | 14.00



Salah satu yang bisa dikenang dari sosok AR. Baswedan (1908-1986), yang baru-baru ini telah mendapat gelar Pahlawan Nasional, adalah keterlibatannya dalam dunia jurnalistik.

Awal perjumpaannya dengan dunia ini, ketika tidak sengaja menyaksikan sepak bola. Pada waktu itu, ia bertemu dengan Liem Koen Hian. Dalam pertemuan itu, Liem Koen Hian yang pernah membaca tulisan AR. Baswedan menawarkan kepadanya agar sering-sering nulis din koran Sin Tit Po.

Di berikan kesempatan demikian, tak disia-siakan oleh AR. Baswedan. Kebetulan, cita-cita lamanya adalah menjadi jurnalist. Akhirnya ia bukan sekadar menulis, tapi ikut bergabung ke dalamnya dalam dewan redaksi. Dan waktu itu dia digaji 75 gulden. (Sutarmin, Abdul Rahman Baswedan : Karya dan Pengabdiannya, 1989: 85-86).

Di ranah pers dan jurnalistik inilah salah satu perjuangannya bisa dilihat. Dimulai sejak tahun 1930-an sudah menjadi redaktur surat kabar Soeara Oemum (terbit di Surabaya) dan Matahari (terbit di Semarang). Pada tahun 1973 menjadi pemimpin redaksi Mercu Suar (di Yogyakarta) (M. Fuad Nasar, Islam dan Muslim di Negara Pancasila, 2017: 179).

Meski demikian, beliau adalah tipikal jurnalis yang bekerja bukan demi uang. Misalnya, keputusannya meninggalkan surat kabar Matahari atau dari koran Sin Tit Po (yang gajinya 75 gulden) ke surat kabar Soeara Oemoem pimpinan dr. Soetomo (yang digaji 10-15 gulden) menunjukkan kelasnya sebagai jurnalis yang tak gila uang tapi yang diperjuangkan adalah idealisme.

Dalam hidupnya beliau dikenal sebagai wartawan yang produktif menulis. Bahasa yang dikuasainya antara lain: Arab, Inggris dan Belanda. Di antara buku yang pernah ditulisnya adalah: "Debat Sekeliling PAI" (1939), "Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab" (1934), "Rumah Tangga Rasulullah" (1940) dan lain sebagainya. (Syafiq Basri, 2014: 55)

Sebagai jurnalis terkemuka, tema yang sering diusung adalah persamaan antara orang-orang peranakan Arab dan pribumi.

Dari beliau bangsa Indonesia secara umum, utamanya yang muslim, bisa belajar pentingnya perjuangan melalui jalur jurnalistik. Yaitu menjadi jurnalis yang jujur, bekerja demi perjuangan dan idealisme, bukan demi mendapatkan uang. 

Sebagai penutup, kata-kata AR. Baswedan ini menarik untuk direnungi, "Di mana seseorang dilahirkan, di situlah Tanah Airnya." (Lukman, 2017: 29) Beliaupun sudah terbukti, meski keturunan Arab, beliau memilih Indonesia sebagai Tanah Air dan ladang perjuangannya. Sangat pantas jika figur ini mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Tabik!

(M.B. Setiawan/Abu Kaffah)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan