Home » » Aliran Dramatisasi Akhir Zaman

Aliran Dramatisasi Akhir Zaman

Written By Amoe Hirata on Selasa, 18 Oktober 2022 | 13.15


DALAM Surat Kabar Merdeka no. 256 (Jum'at, 21 Desember 1956), diberitakan kejadian menghebohkan publik dengan tajuk "Dunia Akan Kiamat Dalam 9 Hari Lagi?"

    Ada 7 pelaku yang dibekuk polisi karena menimbulkan kerisauan publik yang mengatakan bahwa kiamat akan terjadi 9 hari lagi. Di antranya doktrinnya, supaya selamat harus bergabung dengan kelompok itu dan membuang hartanya. 

    Para pimpinannya disebut bapak guru. Dalam melancarkan aksinya, di samping menanamkan doktrin akhir zaman juga menarik uang pada pengikutnya. Mereka juga punya bendera hijau yang bertuliskan Arab, yang jika dipegang akan memberi keselamatan dari kiamat.

    Aliran ini awalnya disebarkan di kalanga penduduk Kampung Pekapuran, Jakarta Kota. Karena sangat meresahkan, akhirnya ketuju orang itu pun ditangkap, dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

*****

    Ini sebagai pelajaran bagi umat Islam agar proporsional dalam membahas akhir zaman (kiamat). Dalam Al-Qur`an kan sudah dijelaskan bahwa yang mengetahui ilmunya hanya Allah (QS. Al-A'raf [7]: 187). Justru yang perlu dilakukan bukan mengetahui kapan kiamat, tapi apa persiapan kita dalam menghadapinya. Nabi pun tidak tahu kalau tak diberi informasi oleh Allah. 

    Ada juga informasi yang diberikan Nabi --bersasarkan petunjuk Allah-- terkait tanda-tanda kiamat (akhir zaman) baik itu yang kecil maupun besar. Untuk menyampaikannya dibutuhkan kehati-hatian. Perlu diingat, Nabi memberitahu masalah tanda kiamat bukan untuk menebarkan teror dan rasa takut, tapi juga untuk menumbuhkan kesiapan di kalangan umat. Makanya, meski beliau juga menjelaskan hadits akhir zaman, tapi tetap tidak meninggalkan rasa optimisme di kalangan umat.

    Maka banyak ungkapan "baadiru bil-a'maal" (bersegeralah dalam beramal) sebelum terjadinya tandak kiamat ini dan itu. Ini menunjukkan, pengetahuan tentang tanda akhir zaman jangan berhenti pada berita seram-seramnya yang malah menimbulkan kecemasan dan rasa takut, tapi juga tetap menanamkan rasa optimisme supaya mempersiapkan kedatangan kiamat. 

    Contoh lain hadits ini:

إِنْ قَامَتْ عَلَى أَحَدِكُمُ الْقِيَامَةُ، وَفِي يَدِهِ فَسِيلَةٌ فَلْيَغْرِسْهَا 

"Jika kiamat terjadi atas kalian, sedangkan dalam tangannya ada bibit pohon kurma, maka tanamlah." (HR. Ahmad) Artinya, dalam kondisi segenting apapun, seperti kiamat, jika masih sempat untuk melakukan kebaikan maka segeralah mengamalkan kebaikan.

    Untuk memahami hadits akhir zaman yang sangat banyak dan kadang tumpang-tindih dan seakan ada di antaranya yang bertentangan, dibutuhkan ilmu yang dalam. Perlu kehati-hatian. Termasuk kehati-hatian adalah tidak mendalam-dalamlannya apalagi mengaitkan dengan kondisi yang sedang terjadi dan yang akan terjadi. Sehingga menimbulkan kepanikan di kalangan umat.

    Di Indonesia beberapa tahun lalu, sempat timbul kehebohan terjadinya kiamat pada pertengahan Ramadhan. Padahal, tidak didasarkan riwayat yang bisa dipertanggungjawabkan keshahihannya. Rupanya, Ramadhan telah lewat pun kiamat tidak terjadi. Padahal, hal ini bisa menimbulkan pemahaman yang salah di kalangan orang yang tidak mengerti, dikiranya Nabi bohong terhadap nubuatnya, padahal sumber yang disampaikan dai itulah yang bermasalah.

    Mengingatkan orang terkait tanda-tanda akhir zaman itu baik. Hanya saja, kalau terlalu diperdalam, bahkan dikait-kaitkan dengan kondisi yang terjadi dan yang akan terjadi ini dampaknya bisa bahaya. Kita lihat pada zaman sahabat, meski mereka yakin seyakin-yakinnya tapi mereka juga tetap optimis menatap kehidupan. Tanda-tanda akhir zaman dijadikan kesadaran internal untuk mempersiapkan diri menyongsong akhirat, bukan malah meninggalkan dunia karena takut kiamat. Tanda-tanda akhir zaman tidak didramatisir oleh mereka sehingga tidak menimbulkan kerisauan di tengah-tengah umat.

*****

    Contoh kasus riwayat berikut:

«اصْبِرُوا، فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ، حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ» سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Bersabarlah kalian, karena tidaklah datang suatu zaman kepada kalian, melainkan sesudahnya itu lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai Rabb kalian. Aku (Anas) mendengar hadits ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam." (HR. Bukhari)

    Untuk memahami hadits ini tentunya perlu keterangan lain. Tidak bisa digeneralisir bahwa zaman akan senantiasa tambah buruk. Jika ini disampaikan apa adanya, maka masyarakat akan merasa pesimis dengan masa depannya. Padahal pada faktanya, misalkan sesudah masa Nabi bahkan khulafaur-rasyidin, masih saja era yang disebut baik, misalnya zaman Umar bin Abdul Aziz dan lain sebagainya.

    Ceritanya, ada orang yang mengadu kepada Anas bin Malik mengenai Hajjaj, lalu disebutkanlah hadits itu. Kita tahu dalam sejarah bagaimana bengisnya Hajjaj terhadap orang yang oposisi dan menentangnya.

    Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud. Hanya saja, apa yang dimaksud dengan tahun yang lebih buruk dengan tahun sebelumnya? Perhatikan keterangan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (13/283) ini:

لَا أَقُولُ عَامٌ أَخْصَبُ مِنْ عَامٍ وَلَا أَمِيرٌ خَيْرٌ مِنْ أَمِيرٍ وَلَكِنْ ذَهَابُ الْعُلَمَاءِ ثُمَّ يَحْدُثُ قَوْمٌ يَقِيسُونَ الْأُمُورَ بِآرَائِهِمْ فَيُهْدَمُ الْإِسْلَامُ

"Aku tidak berkata tahun yang lebih subur daripada tahun tahun (yang lain), demikian pula bukan pemimpin yang lebih baik daripada amir (lain), akan tetapi (maksudnya) adalah lenyapnya (meninggalnya) ulama, sehingga datanglah kaum yang mengukur (menilai) urusan dengan rasio mereka lalu dihancurkanlah Islam (akibat mereka)."

    Kalau menurut keterangan ini, jelaslah bahwa yang dimaksud zaman atau tahun ke depan akan menjadi tahun lebih buruk, adalah dengan semakin langkanya ulama. Karena kematian ulama merupakan tanda kiamat. Ilmu akan dicabut secara bertahap dengan kematian ulama. 

    Sampai di sini, perlu berhati-hati memahami hadits-hadits akhir zaman. Kalau menjumpai hadits, periksa dulu riwayat dan dirayatnya. Di samping itu, untuk memahaminya bisa merujuk pada syarah-syarah hadits sehingga tidak menyimpang dari makna aslinya. 

    Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata:

الحديث إذا لم تُجمع طرقه لم تفهمه، والحديث يفسر بعضه بعضاً

"Hadits yang tidak dikumpulkan jalur-jalur (periwayatannya), kamu tidak (bisa) memahaminya, padahal hadits itu sebagian yang satu dengan yang lain (saling) menjelaskan." (Baca: Fath al-Mughits Bisyarhi Alfiyatil Hadits, III/1983: 312)

****

    Akhirnya, mari mempelajar, memahami dan meyakini hadits akhir zaman secara proporsional berdasarkan ilmu. Tidak membuat orang pesimis, tapi justru membuat mereka semangat untuk menyongsong akhir zaman. (MB. Setiawan)


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan