Pada pasal ke-12 pembahasan buku “Risalah Riba”, Tuan A. Hassan mengetengahkan soal-jawab ringkas terkait riba.
Saat
ditanya mengenai hadits-hadits terkait riba fadhl, beliau memberi beberapa
catatan sebagai berikut:
Pertama, hadits terkait riba fadhl bertentangan
dengan hadits Nabi yang lain.
Kedua, ada juga keterangan sahabat-sahabat Nabi
yang bertetangan dengan hadits riba fadhl.
Ketiga, ada ijma’ ulama yang membolehkan
jual-beli antara satu dengan yang lain dengan enam barang yang jadi pokok pangkalnya
kehidupan manusia (padahal ada hadits melarangnya).
*****
“Bukankah
hadits-hadits itu semua shahih lantaran kebanyakan diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim?”
Jawab
A. Hassan, “Betul, shahih secara riwayat, yakni di antara orang-orang yang
meriwayatkan itu tidak terdapat orang yang pendusta atau lain sifat yang
terkeji, tetapi sekalian ini, tidak menjadi alasan buat kita mesti menerima
saja dengan tidak dicocokkan dengan lain-lain keterangan, terutama dalam urusan
yang amat penting bagi umumnya kaum Muslimin di segenap zaman dan semua tempat.”
Kemudian,
ada pertanyaan yang lebih tajam, “Kalau begitu apakah tuan lebih pandai
daripada ahli-ahli hadits yang meriwayatkan hadits itu?”
A.
Hassan pun menjawab, “Tidak perlu kita periksa siapa pandai dan siapa bodoh.
Pekerjaan ahli hadits umumnya tidak lain melainkan memeriksa riwayat-riwayat
saja. Yang sah menurut riwayat, mereka katakana sah, dan yang tidak sah itu
mereka katakana tidak sah. Adapun tentang mencocokkan dan memeriksa maknanya
itu ada urusan lain, yakni urusan Ulama Fiqhi dari ahli hadits juga.” (Selesai
Nukilan)
*****
Demikianlah
gaya A. Hassan dalam mematahkan pendapat yang menurut beliau kurang kuat.
Ketika ada yang mau membanding-bandingkan beliau dengan Imam Bukhari dan
Muslim, atau imam ahli hadits lain, jawabannya tidak mau ditarik ke persoalan
yang menurutnya tak berkaitan dengan pokok persoalan.
لا تعرف الحق بالرجال ، بل اعرف الحق تعرف أهله
“Kamu tidak mengetahui Al-Haq (kebenaran) dengan
(standar) orang (siapa yang berbicara), tapi ketahuilah Al-Haq) kebenaran,
niscaya kamu akan mengenal ahlinya (orang yang berbicara)!”
Mengenai
otoritas Bukhari dan Muslim atau ahli hadits lainnya, A. Hassan sama sekali
tidak mempermasalahkan. Karena menurut penelitian beliau, bisa jadi hadits sah
secara riwayat, tapi tidak sah secara makna karena ada keterangan kuat yang
menjelaskannya.
Jangan
kaitkan, urusan ketidaksetujuan A. Hassan dengan Bukhari Muslim, terkait riba
fadhl, dengan urusan kepandaian. Mana yang lebih pandai, mana yang lebih ulama,
mana yang punya sanad dan seterusnya. Sebab, buku-buku terkait sanad hadits
sudah terbukukan, dan dibisa diteliti jika ada kejanggalan.
Jadi,
menabrak-nabrakkan kepandaian personal seseorang karena perbedaan pendapat,
bagi A. Hassan merupakan pertanyaan yang tidak relevan. Sebab, subtansinya
adalah pada kekuatan hujjah.
*****
Penulis
beri gambaran demikian. KH. Udin dikenal sebagai ahli bahasa Arab. Cuma pada
suatu waktu, beliau membaca lafal عن عائشة dengan bacaan demikian “an ‘Aa’isyati”
dengan harakat kasrah di akhir kata ‘Aisyah.
Kemudian, ada santri yang
mengingatkan, bahwa yang benar bacaannya adalah “an ‘Aa’isyata” dengan
harakat fathah di akhirnya sebab dalam ilmu nahwu itu masuk isim mamnu’
minash-sharfi (yang kaidahnya bukan dengan kasrah, tapi dengan fathah).
Dalam kondisi demikian,
apakah kita membenarkan KH. Udin yang ahli bahasa Arab, yang dalam kasus ini
salah baca, kemudian kita campakkan saja pandangan santri meski pendapatnya benar,
lantaran alasan bahwa KH. Udin lebih pandai bahasa Arab dari santrinya sehingga
pasti benar dan mungkin salah? Silakan direnungkan kembali!
*****
Bagi yang suka
mempersoalkan, membanding-bandingkan kepandaian A. Hassan dengan ulama hadits,
atau mempersoalkan sanad keilmuan beliau dan lain sebagainya, perlu merenungi
kembali jawaban A. Hassan di atas. Dan silakan merujuk ke kitab “Risalah
Riba” karya beliau.
Sebagaimana Ali, yang
intinya, “Kenali kebenaran, maka kamu akan kenal orangnya. Bukan kenali orang,
maka kamu akan tahu kebenaran.”, orang akan paham argumentasi A. Hassan saat ada orang yang hendak membanding-bandingkan kepandaiannya dengan Bukhari Muslim lantaran beda pemahaman.
Wassalāmu ‘ala manittaba’al-hudā.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !