Home » » Apa A. Hassan Lebih Pandai dari Imam Bukhari & Muslim?

Apa A. Hassan Lebih Pandai dari Imam Bukhari & Muslim?

Written By Amoe Hirata on Senin, 17 Oktober 2022 | 05.44

            Pada pasal ke-12 pembahasan buku “Risalah Riba”, Tuan A. Hassan mengetengahkan soal-jawab ringkas terkait riba.

            Saat ditanya mengenai hadits-hadits terkait riba fadhl, beliau memberi beberapa catatan sebagai berikut:

Pertama, hadits terkait riba fadhl bertentangan dengan hadits Nabi yang lain.

Kedua, ada juga keterangan sahabat-sahabat Nabi yang bertetangan dengan hadits riba fadhl.

Ketiga, ada ijma’ ulama yang membolehkan jual-beli antara satu dengan yang lain dengan enam barang yang jadi pokok pangkalnya kehidupan manusia (padahal ada hadits melarangnya).

*****

            “Bukankah hadits-hadits itu semua shahih lantaran kebanyakan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim?”

            Jawab A. Hassan, “Betul, shahih secara riwayat, yakni di antara orang-orang yang meriwayatkan itu tidak terdapat orang yang pendusta atau lain sifat yang terkeji, tetapi sekalian ini, tidak menjadi alasan buat kita mesti menerima saja dengan tidak dicocokkan dengan lain-lain keterangan, terutama dalam urusan yang amat penting bagi umumnya kaum Muslimin di segenap zaman dan semua tempat.”

            Kemudian, ada pertanyaan yang lebih tajam, “Kalau begitu apakah tuan lebih pandai daripada ahli-ahli hadits yang meriwayatkan hadits itu?”

            A. Hassan pun menjawab, “Tidak perlu kita periksa siapa pandai dan siapa bodoh. Pekerjaan ahli hadits umumnya tidak lain melainkan memeriksa riwayat-riwayat saja. Yang sah menurut riwayat, mereka katakana sah, dan yang tidak sah itu mereka katakana tidak sah. Adapun tentang mencocokkan dan memeriksa maknanya itu ada urusan lain, yakni urusan Ulama Fiqhi dari ahli hadits juga.” (Selesai Nukilan)

*****

            Demikianlah gaya A. Hassan dalam mematahkan pendapat yang menurut beliau kurang kuat. Ketika ada yang mau membanding-bandingkan beliau dengan Imam Bukhari dan Muslim, atau imam ahli hadits lain, jawabannya tidak mau ditarik ke persoalan yang menurutnya tak berkaitan dengan pokok persoalan.

            Ada perkataan Ali bin Abi Thalib Radhiyalahu ‘Anhu yang cukup terkenal terkait argumentasi yang dipakai A. Hassan:

لا تعرف الحق بالرجال ، بل اعرف الحق تعرف أهله

“Kamu tidak mengetahui Al-Haq (kebenaran)  dengan (standar) orang (siapa yang berbicara), tapi ketahuilah Al-Haq) kebenaran, niscaya kamu akan mengenal ahlinya (orang yang berbicara)!”

            Mengenai otoritas Bukhari dan Muslim atau ahli hadits lainnya, A. Hassan sama sekali tidak mempermasalahkan. Karena menurut penelitian beliau, bisa jadi hadits sah secara riwayat, tapi tidak sah secara makna karena ada keterangan kuat yang menjelaskannya.

            Jangan kaitkan, urusan ketidaksetujuan A. Hassan dengan Bukhari Muslim, terkait riba fadhl, dengan urusan kepandaian. Mana yang lebih pandai, mana yang lebih ulama, mana yang punya sanad dan seterusnya. Sebab, buku-buku terkait sanad hadits sudah terbukukan, dan dibisa diteliti jika ada kejanggalan.

            Jadi, menabrak-nabrakkan kepandaian personal seseorang karena perbedaan pendapat, bagi A. Hassan merupakan pertanyaan yang tidak relevan. Sebab, subtansinya adalah pada kekuatan hujjah.

*****

            Penulis beri gambaran demikian. KH. Udin dikenal sebagai ahli bahasa Arab. Cuma pada suatu waktu, beliau membaca lafal عن عائشة dengan bacaan demikian “an ‘Aa’isyati” dengan harakat kasrah di akhir kata ‘Aisyah.

            Kemudian, ada santri yang mengingatkan, bahwa yang benar bacaannya adalah “an ‘Aa’isyata” dengan harakat fathah di akhirnya sebab dalam ilmu nahwu itu masuk isim mamnu’ minash-sharfi (yang kaidahnya bukan dengan kasrah, tapi dengan fathah).

            Dalam kondisi demikian, apakah kita membenarkan KH. Udin yang ahli bahasa Arab, yang dalam kasus ini salah baca, kemudian kita campakkan saja pandangan santri meski pendapatnya benar, lantaran alasan bahwa KH. Udin lebih pandai bahasa Arab dari santrinya sehingga pasti benar dan mungkin salah? Silakan direnungkan kembali!

*****

            Bagi yang suka mempersoalkan, membanding-bandingkan kepandaian A. Hassan dengan ulama hadits, atau mempersoalkan sanad keilmuan beliau dan lain sebagainya, perlu merenungi kembali  jawaban A. Hassan di atas. Dan silakan merujuk ke kitab “Risalah Riba” karya beliau.

            Sebagaimana Ali, yang intinya, “Kenali kebenaran, maka kamu akan kenal orangnya. Bukan kenali orang, maka kamu akan tahu kebenaran.”, orang akan paham argumentasi A. Hassan saat ada orang yang hendak membanding-bandingkan kepandaiannya dengan Bukhari Muslim lantaran beda pemahaman.

            Wassalāmu ‘ala manittaba’al-hudā.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan