Bukan saja sampai di situ, sebelum berdoa pun tak afdhal jika surah ini tidak dibaca. Apa sebenarnya dalil yang dijadikan sandaran untuk masalah ini?
Biasanya, yang dijadikan dalil adalah hadits berikut:
الْفَاتِحَةُ لِمَا قُرِئَتْ لَهُ
"Al-Fatihah sebagaimana niat pembacanya."
Bagaimana kedudukan dan status hadits ini? Dan bisakah dijadikan argumentasi untuk mengamalkan tradisi Al-Fatihah yang sudah berlangsung di kalangan masyarakat muslim?
Dalam kitab "ad-Duraru al-Muntatsirah fi al-Ahaadiit al-Musytahirah" (I/155), Imam As-Suyuthi memberi catatan yang perlu diperhatikan terkait hadits ini.
Beliau mencatat, "Hadits ini tidak terdapat dalam "sy-Syu'ab" (maksudnya tidak ditemukan dalam kitab Syu'abul-Iman karya Baihaqi). Yang terdapat di dalamnya (redaksinya) hanya :
فَاتِحَةُ الْكِتَابِ شِفَاءٌ مِنْ كلِّ دَاءٍ
"Al-Fatihah obat dari segala penyakit."
Imam As-Suyuthi melanjutkan, "Diriwayatkan dari hadits Abdullah bin Jabir; dalam kitab ats-Tsawaab bagi Abu Syaikh, Ibnu Hibban dari Atha', ia berkata, "Jika kamu hendak butuh (sesuatu), maka bacalah Al-Fatihah hingga kamu mengkhatamkannya, insya Allah akan dipenuhi (hajatnya) oleh-Nya."
Kesimpulannya: Hadits tentang Al-Fatihah yang biasa dijadikan dalil untuk pembuka acara atau pembuka doa yang dikira riwayat Baihaqi, ternyata menurut penelitian Imam As-Suyuthi tidak ada setelah beliau membaca sendiri di kitab Syu'abul-Imam karya As-Suyuthi.
Jadi, secara sanad dan matan, hadits itu tidak ditemukan sumbernya bersambung kepada Nabi. Kalau pun ditakdirkan ada, belum tentu maknanya adalah sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan orang yang menjalankan tradisi Al-Fatihah.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !