Home » , » KEDERMAWANAN TUAN A. HASSAN

KEDERMAWANAN TUAN A. HASSAN

Written By Amoe Hirata on Rabu, 19 Oktober 2022 | 05.45


            Ada banyak hal yang bisa diteladani dari figur Tuan A. Hassan. Di antaranya masalah kedermawanan. Yang terkenal adalah terkait dewma harta yang berasal dari keringat beliau sendiri berupa buku, majalah yang diterbitkan dan lain-lain.

            Dalam buku “Surat2 Islam dari Endeh” (1937) terlihat dengan jelas kedermawanan A. Hassan. Beliau sering memberi buku dan majalah gratis untuk Soekarno. Saya nukilkan kesaksian Soekarno dalam balasan suratnya kepada A. Hassan 25 Januari 1935.

            “Kiriman buku2 buku gratis beserta kartu pos , telah saja terima dengan girang hati dan terima kasih jg tak berhingga. Sadja mendjadi termenung sebentar, karena merasa ta’ selajaknja dilimpahi kebaikan hati saudara jang sedemikian itu. Ja Allah jang mahamurah!” (Hal. 2). Bahkan pada surat 26 Maret 1935, selain buku-buku yang dikirim A. Hassan, ia juga berterimakasih atas jambu mede yang dikirim ulama Persis itu ke Endeh sehingga bisa dinikmati Soekarno sekeluarga.

            Apa sampai di sini? Tidak. Bahkan A. Hassan membantu kesulitan ekonomi Soekarno untuk memasarkan hasil terjemahan Soekarno terkait biografi Ibnu Sa’ud. Demikianlah salah satu bentuk kedermawanan A. Hassan, selalu total dan tulus. Padahal pada waktu itu, Soekarno belum jadi presidan dan belum menjadi orang terkenal di seantero negeri.

            Informasi menarik lain yang bisa diangkat dalam tulisan ini adalah sebagaimana yang diinformasikan dalam majalah Hikmah tahun 1958. Intinya, beliau mencetak 3000 tafsir Al-Furqan yang disumbangkan untuk pembangunan Pesantren Persatuan Islam putri Bangil yang saat itu membutuhkan biaya 3000 rupiah. Masing-masing tafsir Al-Furqan seharga 100 rupiah. Jumlah ini tentu cukup besar, tapi atas kedermawanannya, A. Hassan dengan ringan menyumbangkannya demi terwujudnya pendidikan Islam di pesantren, khususnya untuk putri yang waktu itu memang sedang dirintis.

            Simak juga kesaksian Deliar Noer berikut , tepatnya seminggu setelah berkunjung ke rumah A. Hassan di Bangil tahun 1958 yang terdapat dalam buku “Aku Bagian Ummat, Aku Bagian Bangsa Otobiografi Deliar Noer” (1996: 416-419). Seminggu setelah bertemu dengan A. Hassan, Deliar dihadiahi sekotak besar berisi buku-buku dan majallah yang diterbitkan Persis seperti Pembela Islam dan lainnya. Beliau terlihat sangat antusian ketika melihat pemuda yang sungguh-sungguh. Bagi Deliar, tidak berlebih-lebihan jika A. Hassan disebut sebagai sosok yang budiman.

            Sepeninggal A. Hassan, hubungan Deliar Noer tetap bersambung dengan putra beliau Abdul Qadir Hassan. Deliar masih dikirimi buku-buku olehnya. Hanya saja, yang membuat Deliar heran, sampai Ustadz A. Qadir meninggal, ia tidak pernah sama sekali bertemu walau sekali.

            Data terkati kedermawaan A. Hassan juga bisa dibaca dalam majalah Ar-Risalah Persatuan Islam No. 25-26 (IV, 1965) yang menceritakan bahwa A. Hassan sering memberikan bantuan buku dan majalah secara gratis sebagaimana yang diminta oleh pembaca melalui surat-surat yang ditujukan kepada beliau. Mereka banyak mengemukakan alasan, misalnya karena tidak mampu beli. Yang meminta bukan saja di dalam negeri, pembaca luar negeri pun juga ikut meminta.

            Sudah banyak sekali yang dipenuhi A. Hassan. Hanya saja, dengan kondisi keuangan yang pas-pasan, kalau semua dituruti permintaannya, maka bisa bangkrut usaha percetakannya. Maka dalam salah satu surat A. Hassan kepada Ketua Bahagian Pendidikan Persatuan Islam Bandung, beliau mengemukakan masalah tersebut sebagai berikut:

     “..........dari beberapa tempat saja dapat soerat meminta kitab-kitab. Saja teringat satoe tjeritera:

A: Boekankah kita sama2 anak Adam bersaudara?

B: Jaa, betoel!

A: Nah, saja saudara toean, saja dalam soesah, Tolonglah!

B: Ambil ini satoe sen.

A: Apakah ini pemberian saudara kepada saudaranya?

B: Kalau tiap2 saudara jang soesah saja kasi satoe sen, nistjaja saja djadi saudara jang ta’ bisa kasi apa2 lagi.”

            Begitulah surat yang bernada humor yang ditulis A. Hassan. Meski beliau dermawan, tapi juga perlu diukur dengan kemampuan. Sebab, kalau setiap orang diberi, maka ia tidak akan punya apa-apa lagi untuk diberikan.

            Maka sangat menarik diperhatikan nasihat A. Hassan kepada anak cucunya mengenai derma: “Menderma dan bermurah hati memang baik, tetapi hendaknya dengan pencarianmu sendiri, bukan dari pemberian ibu-bapak, dan juga sesudah engkau cukupkan nafkah dan belanja anak-istri, rumah-tangga, ibu-bapak, dan kaum keluarga yang bergantung denganmu.” (A. Hassan, Hai Anak Cucuku, 2020: 67, 68)

            Kedermawanan A. Hassan dalam bentuk lain bisa dilihat dalam penyambuatan tamu yang begitu luar biasa diperlakukan bak orang yang menginap di hotel. Bahkan, dalam dengan lawan debatnya pun, kalau tidak punya ongkos untuk berangkat ke lokasi debat, maka beliau akan membiayainya. Dalam buku “Riwayat Hidup A. Hassan” (1980: 29) karya Tamar Djaja disebutkan, “Dengan siapa saja dan di mana saja dan pada waktu apa saja, ia (A. Hassan) sanggup mengadakan debat walaupun untuk itu ia sendiri harus membiayainya.”

            Untuk hal ini, Buya Natsir juga memberi kesaksian, “Untuk keperluan debat tersebut beliau tak keberatan di manapun saja tempatnya, bahkan kalau perlu semua biaya atas tanggungannya sendiri.” (1980: 10)

            Itulah sekelumit kisah tentang kedermawanan A. Hassan. Barangkali para pembaca memiliki bahan lain, bisa ditambahkan. Rahimahullah rahmatan waasi’ah. (MB. Seiawan, 19/10/2022)

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan