Home » » HARMONI ILMU & AMAL

HARMONI ILMU & AMAL

Written By Amoe Hirata on Rabu, 02 September 2015 | 13.30

            Idealnya ilmu dan amal harus harmoni. Kitab Suci pun mengaffirmasi: “Apakah kalian (suka) memerintah orang berbuat kebaikan, tapi melupakan diri sendiri”(Qs. Al-Baqarah: 44). Artinya, mengetahui ilmu tentang kebaikan kemudian mengajak orang lain untuk mengamalkan, tidaklah cukup sebelum diri sendiri beramal.
Dengan kata lain, ilmu dan amal syogyanya berjalinkelindan. Faktanya, banyak terjadi kesenjangan antara ilmu dan amal. Anda bisa menjumpai orang yang sangat menonjol dalam keilmuan agama, tapi pada saat yang sama ia tak mengamalkannya.
Apa ada yang salah dengan ilmu, demikian pula amal? Nyatanya tidak. Karena, kerhamonisan keduanya sudah dicontohkan dengan baik oleh generasi sahabat nabi dan generasi terbaik setelahnya. Semua kembali kepada pribadi masing-masing.
            Sebagai contoh riil –tanpa bermaksud membatasi-, ada anjuran Alqur`an mengenai kesabaran. Setiap Muslim mungkin sangat mudah ketika berposisi sebagai penasihat bagi orang-orang yang terkena musibah. “Yang sabar ya. Allah bersama orang-orang yang sabar.” Namun, bagaimana jika diri sendiri mengalaminya? Kebanyakan, benar-benar konsekuen dengan keilmuannya, atau justru mengabaikannya? Masing-masing dari kita bisa mengukurnya.
            Pada umumnya, kita adalah tipe manusia yang suka mengajak orang berbuat baik, padahal diri sendiri menampik. Senang menyuruh-nyuruh beramal bajik, sedangkan perbuatan sendiri terbalik. Hobi memerintah orang lain berbuat mulia, nyatanya diri sendiri berbuat hina. Bila demikian, apa gunanya ilmu jika tak berbuah amal?
            Kita ga mau `kan dibilang: OMDO(Omong Doang), ASBUN(Asal Bunyi), BEMU(Besar Mulut), akibat hanya pandai omong tapi beramal kosong; pintar bicara namun tanpa perbuatan nyata; cerdik beretorika, tapi berhenti pada teori belaka?
Kelak –di akhirat- akan dipamerkan seorang laki-laki yang seisi perutnya keluar.  Ia berputar sebagaimana keledai berputar di penggilingan. Penduduk neraka pun berkerumun, seraya bertanya: “Wahai Fulan! Mengapa keaadaanmu seperti ini, bukankah engkau dahulu memerintahkan kami berbuat ma`ruf dan melarang kami berbuat munkar?” Ia pun menjawab: “(Betul) aku menyuruh kalian berbuat ma`ruf, tapi aku tidak mengerjakannya; aku larang kalian berbuat munkar, namun aku sendiri yang melanggar.”(Hr. Bukhari, Muslim dan Ahmad). Riwayat tersebut adalah salah satu konsekuensi akharat, ketika ilmu dan amal tak harmoni.
            Bagaimana agar ilmu dan amal bisa harmoni? Ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan serta dikembangkan oleh masing-masing dari kita sesuai kapasitas pribadi. Pertama, memperbaiki cara pandang terkait ilmu dan amal. Cara pandang yang benar ialah: ilmu dan amal harus harmoni. Di antara keduanya tidak ada kesenjangan. Kalau sejak awal cara pandang terhadap ilmu memakai cara pandang yang dikotomis(bersifat memisahkan), maka sangat sukar untuk mengharmonikan keduanya.
Kedua,  mencari ilmu diniati sejak awal untuk beramal. Ini penting karena niat laksana fondasi, jika fondasi yang dibangun sejak awal tidak kuat, maka akan berpengaruh pada bangunan amal. Niat juga laksana benih. Bisakah kita mengetam padi, jika yang kita tanam sejak awal adalah jerami?
Ketiga, tidak menambah ilmu jika belum yakin bisa mengamalkan. Abu Abdurrahman As-Silmi meriwayatkan: bahwa orang yang membacakan pada kami al-Qur`an seperti Utsman, Abdullah bin Mas`ud dan lainnya, mereka –punya kebiasaan- belajar sepuluh ayat Al-Qur`an. Tidak akan menambahnya sebelum belajar ilmu dan amal. Mereka berujar, “Kami belajar al-Qur`an, ilmu dan amal sekaligus”(R. Abdul Razzaq).
            Adapun yang selanjutnya, bisa anda eksplorasi sendiri. Sebagai penutup, ada pribahasa Arab yang sangat relevan untuk diketengahkan di sini:  “Ilmu tanpa amal, bagai pohon tak berbuah.” Bagaimana kita berhasil, jika ilmu yang dimiliki hanya dijadikan “fosil”. Haihata, haihata, haihata(alangkah jauh). Menurut pribahasa Indonesia, perilaku demikan adalah: “Jauh panggang dari api”(Tidak kena, tidak benar).

Wallahu a`lam bi al-Shawāb.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan