Home » » QURBAN: Sebagai Stabilitas Sosial

QURBAN: Sebagai Stabilitas Sosial

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 September 2015 | 11.17

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.(Qs:al-Haj, 37)
Sebelum Islam, ketika masyarakat Arab jahiliyah melakukan penyembelihan untuk berhala-berhala. Darah-darah yang mengalir dari sembelihan itu dilumurkan pada berhala-berhala itu. Seakan-akan mereka berkata: “Kami telah menyembelih untukmu, inilah darah sembelihan”. Perbuatan ini menunjukkan kepandiran dan kebodohan mereka. Mengapa demikian? Mereka berpendapat jika berhala-berhala itu tidak dilumuri darah maka mereka tidak akan tahu kalau sembelihan itu hanya diperuntukkan berhala.
Disini Allah memperingatkan pada permasalahan tadi:(”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah....). Artinya Allah tidak akan mengambilnya sedikitpun karena pada dasarnya Dia sangat mampu memberikan kaum faqir --yang kau disuruh memberi kepada mereka -- dan Dia juga mampu menjadikan mereka bukan faqir sepertimu.
Allah hanya menginginkan terjadi keseimbangan pada masyarakat yang notabene berbeda dalam status kaya dan miskin. Masyarakat bukanlah alat mekanik yang berjalan hanya pada satu irama. Ia merupakan kehidupan manusia. Maka seharusnya berdiri berlandaskan keperluan dan saling menyempurnakan.
Fenomena ini mengharuskan terjadinya tingkatan dan perbedaan diantara manusia, kemudian ‘syariat langit’ ikut serta, lalu diambilah harta dari orang yang kuat untuk orang lemah, dari orang kaya untuk orang miskin,,,,Dengan demikian disaat itu juga kita telah melenyapkan perasaan dengki, penyimpangan, kebencian dan pemberontakan.
Ketika orang kuat memberi orang lemah dari kekuatanya maka orang lemah itu tidak akan dengki kepadanya, dan akan selalu didoakan tetap langgeng olehnya, karena kebaikan yang diperoleh orang kuat akan dikembalika pada orang lemah. Ketika si kaya mendermakan hartanya pada orang fakir maka hal itu akan mendamaikan hatinya dan itu dapat memberangus sifat iri dan dengki seraya berdoa:” semoga Allah melanggenglan nikmat yang diberikan pada si kaya”.
Perbedaan tingkat ini seharusnya sebagai perwujudan dari sabda rasulullah shallallhu alaihi wassalam: “Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagaikan bangunan yang kokoh, yang satu sama lain saling menguatkan”(Muttafaqun `alaih).
Karena itulah kita melihat jika orang kaya yang biasa berderma ditimpa bencana orang-orang lain akan ikut bersedih dan merasa sakit atas bencana yang menimpa hartanya, ini karena harta dan kebaikannya terlimpah pada mereka. Penduduk desa hingga saat ini ada kebiasaan dimana seorang yang memiliki sapi atau kerbau memerah susunya untuk dibagi-bagikan kepada para tetangga dan orang yang sedang memerlukanya. Maka tak heran jika mereka mendoakan untuknya agar hartanya senantiasa diberkati Allah. Jika pemberi itu ditimpa kejelekan maka secara spontan mereka akan bersedih karenanya.
Jadi: Jika engkau mendermakan nikmat Allah yang diberikan untukmu pada orang yang tidak mampu maka hal itu akan menjaga dirimu dari banyaknya rasa iri dan dengki. Jika engkau tidak melakukan hal itu maka akan terjadi musykilah pada dirimu.
Allah berfirman:(”tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya...) Bertakwa kepada Allah berarti mengikuti manhaj-Nya. Ketaatan pada Allah itu diraih dengan mengikuti manhaj dan tidak bermaksiat, berdzikir tidak lupa, bersyukur tidak kufur.
Cara taat itu dengan jalan mengikuti manhaj:” lakukan(perintah)” dan “jangan lakukan(larangan)” kemudian ia mengingat dan tidak melupakanya; ini karena terkadang ada hamba yang taat pada Allah dan melaksanakan manhaj-Nya, tapi nikmat yang diberikan Allah malah menyibukkan dirinya dari mengingat Allah. Sedangkan manhaj mengajakmu selalu ingat bahwa setiap nikmat yang telah diberikan oleh-Nya. Jangan sekali-kali kau melupakan nikmat Sang Pemberi nikmat.

Kemudian Allah berfirman:”( Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-muhsinin(orang yang berbuat baik”.) Maksudnya ialah supaya engkau mengingat dan bersyukur atas segala taufiq yang diberikan oleh-Nya berupa menjalankan ketaatan hanya untuk-Nya. Maka berilah kabar gembira pada orang-orang muhsin. 
Muhsinin merupakan bentuk plural dari kata muhsin, sedangkan ihsaan merupakan martabat keimanan yang tertinggi. Ihsan itu ialah hendaknya engkau berbuat baik melebihi apa yang telah diwajibkan Allah padamu. Jadi intinya kebaikan yang dilakukan bukan hanya kewajiban tetapi lebih dari kewajiban dan tetap dalam bingkai manhaj Allah(Disarikan dari Tafsir Sya`rawi).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan