Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.(Qs:al-Haj,
37)
Sebelum
Islam, ketika masyarakat Arab jahiliyah melakukan penyembelihan untuk
berhala-berhala. Darah-darah yang mengalir dari sembelihan itu dilumurkan pada
berhala-berhala itu. Seakan-akan mereka berkata: “Kami telah menyembelih
untukmu, inilah darah sembelihan”. Perbuatan ini menunjukkan kepandiran dan
kebodohan mereka. Mengapa demikian? Mereka berpendapat jika berhala-berhala itu
tidak dilumuri darah maka mereka tidak akan tahu kalau sembelihan itu hanya
diperuntukkan berhala.
Disini
Allah memperingatkan pada permasalahan tadi:(”Daging-daging unta dan darahnya
itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah....). Artinya Allah
tidak akan mengambilnya sedikitpun karena pada dasarnya Dia sangat mampu
memberikan kaum faqir --yang kau disuruh memberi kepada mereka -- dan Dia juga
mampu menjadikan mereka bukan faqir sepertimu.
Allah
hanya menginginkan terjadi keseimbangan pada masyarakat yang notabene berbeda
dalam status kaya dan miskin. Masyarakat bukanlah alat mekanik yang berjalan
hanya pada satu irama. Ia merupakan kehidupan manusia. Maka seharusnya berdiri
berlandaskan keperluan dan saling menyempurnakan.
Fenomena
ini mengharuskan terjadinya tingkatan dan perbedaan diantara manusia, kemudian ‘syariat
langit’ ikut serta, lalu diambilah harta dari orang yang kuat untuk orang
lemah, dari orang kaya untuk orang miskin,,,,Dengan demikian disaat itu juga
kita telah melenyapkan perasaan dengki, penyimpangan, kebencian dan
pemberontakan.
Ketika
orang kuat memberi orang lemah dari kekuatanya maka orang lemah itu tidak akan
dengki kepadanya, dan akan selalu didoakan tetap langgeng olehnya, karena
kebaikan yang diperoleh orang kuat akan dikembalika pada orang lemah. Ketika si
kaya mendermakan hartanya pada orang fakir maka hal itu akan mendamaikan
hatinya dan itu dapat memberangus sifat iri dan dengki seraya berdoa:” semoga
Allah melanggenglan nikmat yang diberikan pada si kaya”.
Perbedaan
tingkat ini seharusnya sebagai perwujudan dari sabda rasulullah shallallhu
alaihi wassalam: “Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagaikan
bangunan yang kokoh, yang satu sama lain saling menguatkan”(Muttafaqun
`alaih).
Karena
itulah kita melihat jika orang kaya yang biasa berderma ditimpa bencana
orang-orang lain akan ikut bersedih dan merasa sakit atas bencana yang menimpa
hartanya, ini karena harta dan kebaikannya terlimpah pada mereka. Penduduk desa
hingga saat ini ada kebiasaan dimana seorang yang memiliki sapi atau kerbau
memerah susunya untuk dibagi-bagikan kepada para tetangga dan orang yang sedang
memerlukanya. Maka tak heran jika mereka mendoakan untuknya agar hartanya
senantiasa diberkati Allah. Jika pemberi itu ditimpa kejelekan maka secara
spontan mereka akan bersedih karenanya.
Jadi:
Jika engkau mendermakan nikmat Allah yang diberikan untukmu pada orang yang
tidak mampu maka hal itu akan menjaga dirimu dari banyaknya rasa iri dan
dengki. Jika engkau tidak melakukan hal itu maka akan terjadi musykilah pada
dirimu.
Allah
berfirman:(”tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya...) Bertakwa
kepada Allah berarti mengikuti manhaj-Nya. Ketaatan pada Allah itu diraih
dengan mengikuti manhaj dan tidak bermaksiat, berdzikir tidak lupa, bersyukur
tidak kufur.
Cara
taat itu dengan jalan mengikuti manhaj:” lakukan(perintah)” dan “jangan
lakukan(larangan)” kemudian ia mengingat dan tidak melupakanya; ini karena
terkadang ada hamba yang taat pada Allah dan melaksanakan manhaj-Nya, tapi
nikmat yang diberikan Allah malah menyibukkan dirinya dari mengingat Allah.
Sedangkan manhaj mengajakmu selalu ingat bahwa setiap nikmat yang telah
diberikan oleh-Nya. Jangan sekali-kali kau melupakan nikmat Sang Pemberi nikmat.
Kemudian
Allah berfirman:”( Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-muhsinin(orang yang berbuat baik”.) Maksudnya ialah supaya
engkau mengingat dan bersyukur atas segala taufiq yang diberikan oleh-Nya
berupa menjalankan ketaatan hanya untuk-Nya. Maka berilah kabar gembira pada
orang-orang muhsin.
Muhsinin merupakan bentuk plural dari kata muhsin,
sedangkan ihsaan merupakan martabat keimanan yang tertinggi. Ihsan itu ialah
hendaknya engkau berbuat baik melebihi apa yang telah diwajibkan Allah padamu.
Jadi intinya kebaikan yang dilakukan bukan hanya kewajiban tetapi lebih dari
kewajiban dan tetap dalam bingkai manhaj Allah(Disarikan dari Tafsir Sya`rawi).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !