Di Kebun Binatang Surabaya
Markemul mendapat pengalaman berharga. Tanpa direncanakan jauh-jauh hari, ia
bisa bertemu sosok yang selama ini dicari, yaitu: Sarikhuluk yang selalu
membuatnya terinspirasi.
Ceritanya, ketika ia sedang dirundung kesedihan, ia didatangi kawan lamanya,
Matsol(nama aslinya: Muhammad Sholih). Ia pun curhat masalah pribadi. Tanpa
dinyana, ia diajak Matsol janjian di hari Ahad. Di bangunan bertingkat, yang
Matsol sebut: MENARA.
Di tempat janjian,
Markemul melihat sosok misterius. Dalam hati ia berseloroh, “Mungkin ini
Sarikhuluk.” Tapi, batang hidung Matsol belum jua kelihatan. Ia pun
memberanikan diri untuk memulai: “Kenalkan saya Markemul!” sapanya pada sosok
asing dihadapannya. “Kalau njenenengan sendiri siapa?” tanyanya kembali. “Saya
adalah misi diutusnya Nabi Muhammad.” Jawab orang itu. Markemul pun tambah
puyeng kepalanya. Baru kali ini ia menjumpai orang rada aneh macam itu. Ditanya
nama, kok jawabnya ga to the point. Malah ngalor-ngidul.
“Lho maksudnya apa Pak?” “Lha, kamu ini gimana,
tugas diutusnya nabi Muhammad itu apa Mul?” “Emmmm, untuk menyempurnakan
akhlak.” Jawab Markemul tambah bingung. “Tepat! Namaku ‘sedarah’ dengan akhlak.
Namaku: SARIKHULUK.” Kagetlah Markemul, rupanya yang sedang dihadapannya adalah
orang yang selama ini ia cari.
“Masyaallah La Quwwata Illa Billah, Oalah
Cak Cak, sampean toh ini. Aku ga nyangka bisa dipertemukan dalam momen
seindah ini.” Komentar Markemul menunjukkan mimik bahagia. “Kata siapa indah? Apa yang kamu maksud dengan
keindahan? Apa kamu pikir aku sedang dalam sikond indah?” Markemul tambah
bingung. Setiap ngomong kayaknya salah. “Tidak ada yang namanya momen indah
atau buruk. Yang membuat indah atau buruk adalah cara pandangmu. Keburukan akan
menjadi indah kalau kamu memandang bahwa itu ujian kelulusan dari Allah. Keindahan
justru akan menjadi keburukan jika melenakanmu dari mengingat Allah.”
“Aduh, kenak lagi!” Markemul melenguh dalam hati.
Belum sempat ia bertanya sesuatu ia pun diberondong banyak nasihat-nasihat
menusuk ke jantung pertahanannya. “Mul, kamu ini sudah beribada bertahun-tahun.
Tapi kok belum naik kelas ya?” “Maksudnya apa Cak?” “Lho, masih nanya lagi.
Kamu ga sadar kalau setiap hari kamu beribadah, tapi berkualitas sampah.” “Lho,
kok sampah. Kok tau? Emang sampean ini malaikat Cak?”
“Goblok!. Kalau aku malaikat pastinya sudah aku
cabut nyawamu.” Mendengar itu Markemul agak ngeri. Ia mulai merenung: kok
gambaran Sarikhuluk jadi sangar begitu. Belum selesai ia berfikir, dentuman
kata-kata orang asing itu keluar bak air bah. “Mul, kamu ini apa. Percaya sama
Sang Pencipta, tapi hobi buruk sangka; suka ibadah, tapi rajin berbuat salah;
senang beramal, tapi suka membual.” “Aduh buyung. Tambah mumet kepalaku.”
Keluhnya dalam hati.
“Tunggu, tunggu Cak maksud sampean apa?” “Lha kamu
ga sadar ya. Selama ini kamu suudzan sama Tuhan. Wong suudzan sama manusia aja
ga boleh apalagi sama Tuhan. Gara-gara belum dikasih momongan anak selama tujuh
tahun nikah, diam-diam dalam hati kamu mulai ragu. Mempertanyakan, menyoal
rahmat Tuhan. Kamu ingat ketika sendiri, kemudian nyeletuk: ‘Gimana ya, kadang
aku heran. Teman-teman yang nakalnya bukan main, malah guampang punya anak. Lha
aku, sudah shalat setiap hari kok gak punya-punya anak?’. Pernahklan kamu
ngomong kayak gitu. Kamu pikir, masalah anak itu berkaitan dengan rajin atau
tidaknya ibadah. Ingat blok, itu murni karunia Allah!”.
Markemul tambah kaget, dalam hati ia bertanya, “Darimana
Cak Sarikhuluk tau. Gendeng tenan wong iki(orang ini).” “Heh, kamu ini
dikasih tau mala ngatain aku gendeng!”. Kata-kata Sarikhuluk men-skak mati
dirinya. Ia menjadi lemas-kuyu. Ternyati
orang itu mengetahui isi hatinya. Belum habis rasa lemasnya, ia kemudian
diberondong lagi dengan beberapa pernyataan: “Kamu tahu, Nabi Zakariya? Sampai
tua renta baru dikaruniai anak, ga sampek su`udzan sama Tuhan, lha kamu ini
apa? Baru tujuh tahun, sudah kayak berkurun-kurun. Kamu tahu Ibrahim dan Sarah,
berpuluh-puluh tahun ga dikaruniai anak, tapi ga pernah gugat Allah, tapi kamu
ini malah buruk sangka!”
“Ingat! Allah tau yang terbaik buat kamu. Yang
kamu inginkan belum tentu baik. Tapi yang Allah tentukan, pasti terbaik. Kamu
ingat ga sih, kisah Khidir yang membunuh anak kecil? Dia dibunuh lantaran di
masa depan ia akan menjadi anak durhaka. Lha, apa kamu mau, diberi anak
kemudian nanti mencelakakanmu. Ingat Allah Maha Tau terhadap urusanmu. Tugasmu
itu Cuma menanam, masalah panen urusan Tuhan. Mulai sekarang rubah cara pandangmu.
Bahagia itu, ialah: ketika kehendakmu dan kehendak Tuhan berkelindan. Kamu
dikasih susah kek, dikasih senang kek, tetap enjoy aja lantaran sudah keputusan
Yang di Atas.”
“Kamu `kan hafal betul hadits qudsi, ‘Saya
bersama persangkaan hambaku’. Kalau kamu su`udzan, pasti cerminan buruk
akan memantul dalam kehidupanmu. Bersangka baik pada Allah akan menjadi energi
positif yang mencahayai hatimu yang sedang gulita. Sedangkan berburuk sangka
padaNya, akan menjadikannya energi negatif, yang bisa melenyapkan cahaya dari
cakrawala hatimu!” Tanpa sadar, Markemul berkaca-kaca. Ia merasa bersalah. Apa
yang dibilang Sarikhuluk mengenai dirinya 100 % benar adanya. Pingin rasanya ia
lekas bersimpuh dihadapan Tuhan.
Dalam kondisi seperti itu, ada yang memanggilnya
dari belakang, “Mul, Mul, Mul!” “Lho, kamu Matsol?” “Iya, udah lama tah di
sini? Nih kenalkan: Sarikhuluk?” Tiba-tiba hati Markemul kaget, seolah detak
jantungnya berhenti. Ia pun menoleh ke belakang. Ternyata tidak ada orang. Ia
berujar, “Lha, tadi Cak Sarikhuluk mana ya? Jangan, jangaaan,,,,”
hatinya pun menjadi dag dig dug der. “Kalau yang bersama Matsol adalah
Sarikhuluk asli, lalu yang ngobrol tadi itu siapa. Apa KW Sarikhuluk dari
bangsa jin?” dengusnya. Tapi, semua yang dikatakan Sarikhuluk KW misterius itu
anehnya 100% benar adanya. Ia bingung, tapi beruntung. Bingung karena penasaran
dengan sosok yang ngobrol dengannya. Beruntung karena mendapat nasihat yang tak
disangka-sangka.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !