AKIBAT stigma Barat terhadap Islam melalui berbagai media terkait terorisme
yang amat gencar di dunia(sejak
meletusnya gedung WTC 11/9/2001), Islam sebagai agama –sampai saat ini- bercitra negatif.
Di Indonesia pun fakta memilukan tersebut tak
dapat dipungkiri.
Melihat fenomena
itu, Sarikhuluk rasanya ingin
tertawa sendiri. Lha, piye, agama Islam kok mau disumbat dan dihambat? Bagaimana bisa? Ini persis seperti orang pongah bin jemawa, yang tak ingin berpisah dari
malam, kemudian berusaha menghalangi cahaya sang surya menuju bumi.
Penduduk desa Jumeneng
–yang mayoritas Islam- dengan kekayaan agama dan budayanya, di satu sisi juga
ingin tertawa masal. Pasalnya, desa yang dikenal karena kerukunannya itu,
adalah gambaran konkrit bagaimana Muslim ketika menjadi mayoritas mampu
mengayomi, membangun hubungan yang elegan dan harmonis dengan pemeluk agama
lain.
Sarikhuluk jadi ingin
menyegarkan kembali memorinya tentang sejarah masa kejayaan Islam. Islam yang
dibawa Nabi Muhammad mampu menjadi soko guru peradaban dunia. Ketika jaya,
sebagaimana yang terjadi di masa nabi(ketika di Madinah), al-Khulafa
al-Rasyidun, Umawi(sebagaimana di Andalusia), Abbasi, bahkan Utsmani,
pemeluk agama lain –seperti Yahudi, Kristen dll- mampu hidup rukun berdampingan.
Ketika menjadi mayoritas, kedamaian dan
kesajahteraanlah yang diretas. Ia ibarat semburat cahaya langit, yang tak bisa
dihalangi oleh orang yang berhati kelam penuh penyakit.
Di sepanjang sejarah, ketika islam dihambat, justru
bertambah kuat. Saat laju perkembangan Islam berusaha dipasung, Islam semakin
bertumbuh besar dan agung.
Betapa tidak, dari segi penamaan saja, Islam sudah
mengandung kesejukan.
Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islāman yang artinya:
damai, selamat dan sejahtera. “Agama mana coba, yang sedari awal memiliki nama
menyejukkan seperti Islam?” tanya Sarikhuluk di hadapan teman-temannya saat
berada di Pendopo Al-Ikhlash.
“Lha pada kenyataannya di Indonesia, koruptor,
penipu, penjahat, penjarah, dan lain sebagainya kok kebanyakan orang Islam ya
Cak? Berarti Islam ga sejuk dong?” sanggah Slamet Samanhudi.
“Mbok jangan digeneralisir
gitu Met. Iku (itu) namanya logika ‘gebyah uyah’(dipukul rata).
Mirip dengan ucapan, “Slamet itu gimana, namanya aja slamet, tapi kok membuat
orang celaka terus ya. Berarti bukan slamet, tapi mumet, hahaha.”
“Agama Islam selalu
mengajarkan kebaikan. Kalau ada pemeluk yang salah, tidak bisa menyalahkan
Islam. Emang yang rentan salah pemeluk apa agamanya? Makanya, aku
sarankan kaji lagi deh, Islam. Barangkali pengetahuan keislaman kita selama ini
sudah berpolusi.”
“Islam
itu menyayangi, bukan membenci. Membuat tentram, bukan mengancam. Menjadi
rahmat, bukan laknat. Bijaksana, bukan aniaya. Petunjuk, bukan pengutuk.
Mencerahkan, bukan mengelamkan. Toleran, bukan tiran ”
“Pada
tahun ketujuh hijriah, ada ungkapan cinta yang disampaikan nabi melalui
‘risalah suci’ kepada raja-raja di muka bumi: ASLIM TASLAM. Hanya dua
kata, namun syarat makna: Masuklah Islam! Niscaya, kamu akan damai, selamat, tentram dan
sejahtera. Sudahkah kita berislam dengan sebenarnya?” pungkasnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !