Home » » JILBAB: Sepucuk Surat Cinta dari Sang Rahman

JILBAB: Sepucuk Surat Cinta dari Sang Rahman

Written By Amoe Hirata on Selasa, 24 Mei 2016 | 14.40

AKU dapati setiap wanita berhijab yang menutupi dadanya dengan kain kudung, terlihat begitu cantik. Kali ini aku heran pada diriku? Aku kira memakai kain di atas kepala terlebih lagi dengan jilbab yang besar akan sangat menyiksa si pemakai, tapi kali ini pengelihatanku seakan dapat melihat binar-binar cahaya dari wajah setiap wanita berjilbab. Mereka nampak anggun daripada kebanyakan wanita yang menggunakan pakaian minimalis. Mereka terlihat bersahaja dan berhati terbuka daripada wanita metropolis dengan pakaian modis tapi tipis.
Aku tidak berhenti memandanginya,
“Ada yang aneh dengan diriku?” aku terperanjat, merasa tak enak hati karena telah memandangi wanita berjilbab biru tua di hadapanku ini dengan seksama hingga membuatnya merasa risih mungkin.
“Eehm, enggak ka!”
“Ada yang mau kamu tanyakan dek?” Tanyanya
Aku sempat terdiam. Dalam batin ku ingin bertanya memang! Pikiranku pun mulai merangkai kata yang pas. Namun lidah serasa enggan bergoyang!
“Kenapa kita harus pake jilbab?!” aku melontarkan pertanyaan begitu saja, dengan nada bicara sedatar mungkin.
“Karena Allah.” Jawabnya mantap. Singkat dan tegas
“Aku tahu sich! Allah mewajibkan perempuan untuk menutup aurat tapi apa gak cukup tertutup saja? Maksudku aku berpakaian sopan, tidak berlebihan dan tidak seksi githu! Aku pun bersikap baik dan rajin beribadah walau pun ada kalanya sangat malas, terus untuk apa aku berjilbab?”
Sejenak Ka Iren memilih diam! Kaka kelas waktu aku SMP ini menatapku lamat-lamat.
“Walaupun Allah memerintahkan kita untuk beribadah, bukan berarti Allah membutuhkan ibadah kita. Semua manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita. Bismillah… Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Kata-kata yang ia maksudkan untuk menjawab setiap pertanyaanku, serasa menyentuh hatiku dan membuatku hanya diam seperti paku. Tidak ada satu kata pun yang terlupa dari pembicaraan yang hanya singkat dan menggantung itu. Sungguh sangat disayangkan! Mungkin waktunya tidak tepat saat Ka Iren mengharuskan pamit dengan amat menyesal dan meninggalkanku dengan kegalauan sangat!. Bahkan satu pertanyaanku belum dijawabnya dengan sempurna! Namun aku tidak merasa tersesat, setelah kuselami aku sadar bahwa sebenarnya mungkin ini sebuah lentera yang dapat menuntunku pada cahaya di atas cahaya.
Aku membuka lemari pakianku, hanya ada 2 blus lengan panjang, bekas 2 lebaran lalu yang hanya dipakai saat shalat ied. Sampai saat ini, aku masih saja berfikir; apa aku harus pakai jilbab?  Pertanyaan itu terus saja merajai kelapaku, ditengah kegelisahan ini aku mengutarakan niat ku pada bapakku, “Nanti kamu susah cari kerja! POKOK-nya kamu gak boleh pake jilbab!” pengutaraan itu dipatahkannya mentah – mentah! Dan membuatku tidak berdaya dengan penolakan itu.
Masih belum berhenti, tidak ingin menyerah walau pun aku sudah mulai lelah mencari sebuah hidayah. Entah mengapa aku punya keyakinan bahwa hidayah itu terkadang harus diperjuangkan! Bukan sekedar pemberian Tuhan. Karena sekali lagi hidup adalah perjuangan dan meraih jannah- Nya harus dengan terus berjuang!
Akhirnya hujan turun di penghujung bulan September. Aku masih saja sama seperti kemarin. Aku berdiri di depan jendela kamar dengan memandang derasnya hujan yang mengguyur Jakarta sejak sore tadi. Sayup-sayup aku mendengar suara adzan berkumandang di tengah geliat melodi rintik hujan dan sahutan petir saling menyambar. Waktunya shalat isya. Dan tidak seperti biasanya aku begitu bersemangat menyegerakan shalat isya. Aku mengambil wudhu. Air yang membasahi bagian-bagian tertentu tubuhku jatuh pasrah, tetes demi tetesnya seperti keikhlasanku yang menyerahkan segalanya untuk ku tukar dengan sebuah hidayah.
Aku bertakbir! Allahuakbar mengangkat tangan dan sungguh-sungguh menghayati apa yang aku lakukan! Shalatku, ibadah dan matiku hanya untuk Allah Ta’alla. Seusai shalat, tanpa ku sadari butiran bening air mataku membentuk aliran sungai di pipi. Ada sesuatu yang sungguh tak ku mengerti, sesuatu yang seakan membuncah! Aku masih duduk tergeletak di atas sajadah panjang membentang!
Pandanganku tiba-tiba terpatri pada sebuah al-Qur`an di atas lemari kaca yang telah lama tak pernah ku buka bahkan hanya sekedar memandangnya. Al-Qur’an besar dan telah lusuh itu seakan menarikku untuk meraihnya. Benar saja ku ikuti apa kata hati! Sebelum ku buka al-Quran berdebu itu, aku memohon pada satu-satunya Tuhanku, “Ya allah, aku tahu aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa! Tapi aku yakin Kau maha kuasa dan Kau amat mengasihi diriku yang lemah dan hina ini. Aku memohon petunjukMu, aku meminta hidayahMu, Tunjukan aku wahai Tuhanku,, Aku mohon… Aku amat memohon….”
Dengan mengucap, “Bismillah,” ku buka al-Qur’an itu, ku buka dengan sembarang namun penuh keyakinan bahwa Allah Maha Penyayang dan segala petunjuk ada di TanganNya.
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakan perhiasannya(auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,,, SURAT AN- NUR AYAT 31, aku sungguh tidak tahu…
Air mataku berderai tanpa bisa ku bendung! “Inikah jawabanMu Tuhan,..? Inikah surat cintaMu untuk ku?… ALLAH……aku terisak sampai rasanya tak mampu berucap. Gemetar tubuhku, aku bahkan bisa merasakan keringat dingin membasahi tubuhku, setangah gugup aku terus saja masih menangis! Mungkin mengalahi tangisan hujan pada malam itu! Tangisku bahkan tak mampu mengeluarkan suara erangan ataupun suara-suara lain. Tangis ku diam! Tangisan yang dalam. Aku mencoba untuk meneruskan ayat yang ku baca..
“Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya…. Hampir-hampir aku mengakhiri bacaanku karena aku sungguh tak mampu menahan lahar kehampaan yang menyeruak keluar diriku dan melegakan diriku dan mengisi kekosongan hati ku dengan cahaya Illahi. “ALLAH…ALLAH…ALLAH.. “ Hanya asmaNya yang mampu ku ucap…
“Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya ( auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra – putra mereka, atau putra – putra suami mereka, atau putra – putra mereka, atau saudara – saudara lak – laki mereka, atau putra – putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama islam)mereka, atau hamba sahaya yang memiliki mereka, atau para pelayanan laki – laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak – anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang – orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Itu jawabaNya, itu surat cintaNya, Bismillah…. ku memantapkan diri dengan berhijab!. Aku yakin Allah bersamaku, Allah di dekatKu – sangat dekat! Bahkan ketidaksetujuan bapak menjadi satu dari berbagai ujian setelahnya yang terus aku perjuangan untuk tetapi istiqomah di jalan yang telah ku pilih.
Keputusanku, menjadi kemarahan besar bagi bapak tapi aku tidak gentar sedikit pun!
Belum lagi masalah pakaian, baju-baju dan bawahan semuanya ku sisihkan! Lemari ku kosong melompong! Hanya ada 2 blus, 2 celana jeans, satu rok panjang yang agak transparan dari lutut ke bawah, satu baju seragam putih panjang dan satu rok abu-abu panjang! Alhamdulillah, aku masih bisa pergi ke sekolah dengan seragam putih abu-abu yang biasa dipakai setiap jum’at.
Keputusanku menjadi kehebohan di sekolah, aku merasa seketika menjadi pusat perhatian semua orang yang pastinya terheran-heran dengan perubahan drastis dari diriku. Heran, ada saja di antara temanku yang menyayangkan keputusanku, dan ada pula yang sama-sama mengucap syukur dan memberikan selamat khususnya para pengurus ROHIS! Dan di hari itu juga aku memutuskan untuk ikut berperan actif bergabung di dalam organisasi ROHIS, mereka menyambut baik niatku, aku merasa organisasi ini wadah yang pas untuk menempa diri dan belajar banyak tentang wawasan keislaman dan akhlak rasulullah SAW agar aku dapat menjadi insan rabbani yang berhati.
Hari Senin sampai Rabu aku terpaksa mengenakan pakaian putih abu-abu. Senin pertama aku yakin pihak sekolah mafhum dan tidak memberikan hukuman padaku dengan alasan mendasar yang telah kujelaskan sebelumnya bahwa aku belum bisa membeli rok putih panjang.
Aku dipusingkan dengan hari Kamis! Sekolah menuntut, agar setiap siswa di hari itu mengenakan baju batik dan rok hitam. Tak jadi soal baju batikku yang pendek karena aku masih bisa merangkap dengan baju putih panjang sebelumnya, tapi untuk rok hitamnya?
Aku tidak ingin keputusanku ini menjadi masalah baru bagi bapakku, pasalnya keuangan keluarga kami pada saat ini tengah mengalami krisis. Alhamdulillah aku masih punya sedikit tabungan, tapi ternyata jumlahnya masih tidak mencukupi untuk membeli rok hitam yang harganya mungkin berkisar dari 40 – 60 ribu rupiah.
Ada jalan! Allah pasti memberikan kemudahan dan menunjukan kasih sayangNya. Uang di tanganku hanya 25 ribu rupiah aku pergi ke pasar siang itu juga, masuk dari toko satu ke toko seragam lainya, ternyata harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan uang di dompet, malah lumayan 2 kali lipatnya.
Sampai toko yang kelima, harga yang ditawarkan masih terlalu mahal untukku, 50 ribu rupiah, “Ya Allah kurang banget uangnya” aku membatin dalam hati. Aku kalut, besok rok nya sudah harus ku pakai? Kalau tidak aku tidak bisa sekolah! Aku memtuskan untuk kembali ke rumah dulu, berikhtiar lagi tapi tetap tidak mungkin aku meminta uang pada bapak! Sama sekali tidak! Aku masih punya Allah tempat aku meminta, “Ya Allah, yang kutemukan di rumah ini hanya 5 ribu, uang jajanku untuk seminggu kedepan!, tapi tetap aku mengucap syukur padaMu…alhamdulillah” Aku kembali lagi ke pasar! Kali ini aku memasuki toko ke-6, siapa tahu harganya bisa lebih murah! pemilik toko yang seorang perempuan Padang melayaniku dengan sangat ramah,
“Mau beli apa dek?” Tanya nya dengan senyum mengembang
“Rok hitam panjang uni.” jawabku, sepertinya ia senang ku panggil uni sebutan bagi perempuan-perempuan Padang, dan ia menyodorkanku rok hitam dengan ukuran yang ternyata terlalu kebesaran untukku, kemudian ia melihat dengan seksama tubuhku, memperkirakan nomor berapa yang pas di pinggangku. Aku menjajal rok kedua yang ia berikan dan yang ini pas.
“Berapa Uni?”
“45 saja!”
“20 uni?” tawarku. Setahu ku dalam ilmu penawaran, kita harus menawar dari setangah harga yang diinginkan si penjual di awal penawaran.
“Tidak bisa. lah..” ucapnya. Melihat wajah uni yang masih memajang senyum merekah itu, aku pikir masih ada harapan untuk menawar lebih murah lagi.
Aku berkata dengan seolah-olah berat aku menjawabnya,
“ 25 yaa, Uni!”
“Tidak bisa dek, ya sudah kalau untuk ade 40 saja lah. Itu sudah harga pas!”
“Tidak bisa 30 saja uni!” Dia hanya menggeleng,
Ya Allah, uangku masih kurang. Tapi ini sudah toko yang paling murah dari toko sebelumnya yang aku masuki. Dengan sangat berat hati, rasanya lemas, aku tidak punya uang lagi. Tapi itu sudah harga pas yang sudah ia tawarkan, aku tahu itu memang harga yang paling murah dibandingkan toko lainnya, tidak cukup tega aku menawar lebih murah lagi. Aku mengembalikan rok nya yang sedari penawaran tadi berada di tanganku, dan dengan suara parau aku mengucap lirih,
“Yaudah deh, nanti saya kemari lagi! Insya’allah” Gontai aku melangkah, sedangankan uni nya hanya bisa menatap sedikit kecewa barang daganganya belum berhasil ia jual.
Sudah kesekian toko di pasar ini ku singgahi tapi rasanya aku harus berusaha lebih keras lagi! Aku pun pulang dulu ke rumah siapa tahu, aku bisa menemukan uang ku yang terkadang suka lupa ku simpan di mana?
“Alhamdulillah,,,” aku mengucup syukur lagi yang tak terhingga, aku menemukan uang 5 ribu di tas kecil yang biasa ku pakai saat pergi-pergian. Ini benar-benar berkat pertolongan Allah, uang ku telah terkumpul 35 ribu rupiah, ditoko terakhir masih kurang 5 ribu, tapi aku masih bisa mencari di toko lainnya, masih ada kok. “Bismillah, bantu aku ya Allah”
Rupanya, toko seragam di pasar ini sudah ku jajali semua. Bagaimana ini? Dan aku hanya terus berjalan jadi seperti orang linglung setengah cape bolak-balik rumah pasar yang jaraknya lumayan membuat sekali jalan berkucuran keringat!
Aku terus saja berkata dalam hati, ALLAH….ALLAH…sampai akhirnya aku engeh! Perjalananku ini terus bergerak ke toko terakhir milik uni yang menawarkan harga di bawah yang lainnya, aku pun mencoba kembali masuk. Aku kaget! Uni langsung menyambutku dengan memegang rok hitam yang tadi aku jajal dan dengan setengah berteriak berkata padaku,
“Dek, ini. 35 ribu saja. Itung-itung neng jadi pelanggan di sini, jadi sebagai permulaan saya kasih diskon dahsyat.!”
“Alhamdulillah…” aku sungguh tak menyangka. Aku senang bukan kepalang, dengan masih setengah tidak percaya aku berkata pada si uni
“Bener nie Uni??!”
Uni menjawabnya dengan senyuman selebar daun kelor. Aku yakin Allah bersama setiap hamba-hambaNya yang yakin akan kuasa dan kebesaranNya. Maha suci Allah dengan segala rahmanNya…
Kekhawatiran bapak tidak terbukti! Dengan kesungguhan dan keyakinan akan kasih sayangNya, aku dapat melewati setiap fase masa SMKku dengan gemilang, menyenangkan dan sangat berarti. Kini aku bangga menjadi seorang muslimah yang insya’allah istiqomah selalu sampai berhasil masuk ke jannahNya.
Saat ini, Selain tengah menyelesaikan pendidikan strata satu jurusan Kependidikan Islam, aku juga bekerja di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta Timur. Alasan penolakan bapak takut aku tidak mendapatkan pekerjaan yang layak terjawab sudah! Malah dengan aku berhijab aku mendapatkan banyak hal yang tidak bisa aku dapatkan jikalau aku tidak menutup auratku, mahkota ku.
Yakin akan kekuasaanNya! bahwa selalu yang terbaik yang Ia berikan pada setiap hambaNya. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika tidak ia sendiri yang mau merubahnya karena setiap hal dalam kehidupan adalah perjuangan!. Teruslah berjuang, tancapkan keyakinan dalam dada, pegang kuat-kuat janjiNya, Berdiri di atas agama Islam dengan membawa panji muslimah sejati yang tidak akan mundur dari medan tempur kehidupan dengan segala coba dan segala uji.
[By: Mesti Farah].
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan