AKU dapati
setiap wanita berhijab yang menutupi dadanya dengan kain kudung, terlihat
begitu cantik. Kali ini aku heran pada diriku? Aku kira memakai kain di atas
kepala terlebih lagi dengan jilbab yang besar akan sangat menyiksa si pemakai,
tapi kali ini pengelihatanku seakan dapat melihat binar-binar cahaya dari
wajah setiap wanita berjilbab. Mereka nampak anggun daripada kebanyakan wanita
yang menggunakan pakaian minimalis. Mereka terlihat bersahaja dan berhati
terbuka daripada wanita metropolis dengan pakaian modis tapi tipis.
Aku tidak
berhenti memandanginya,
“Ada yang aneh
dengan diriku?” aku terperanjat, merasa tak enak hati karena telah memandangi
wanita berjilbab biru tua di hadapanku ini dengan seksama hingga membuatnya
merasa risih mungkin.
“Eehm, enggak ka!”
“Ada yang mau kamu tanyakan dek?”
Tanyanya
Aku sempat
terdiam. Dalam batin ku ingin bertanya memang! Pikiranku pun mulai merangkai
kata yang pas. Namun lidah serasa enggan bergoyang!
“Kenapa kita
harus pake jilbab?!” aku melontarkan pertanyaan begitu saja, dengan nada bicara
sedatar mungkin.
“Karena Allah.”
Jawabnya mantap. Singkat dan tegas
“Aku tahu sich!
Allah mewajibkan perempuan untuk menutup aurat tapi apa gak cukup tertutup
saja? Maksudku aku berpakaian sopan, tidak berlebihan dan tidak seksi githu!
Aku pun bersikap baik dan rajin beribadah walau pun ada kalanya sangat malas,
terus untuk apa aku berjilbab?”
Sejenak Ka Iren
memilih diam! Kaka kelas waktu aku SMP ini menatapku lamat-lamat.
“Walaupun Allah
memerintahkan kita untuk beribadah, bukan berarti Allah membutuhkan ibadah
kita. Semua manfaat ibadah yang kita lakukan itu akan kembali kepada kita.
Bismillah… Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka
bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.”
Kata-kata yang
ia maksudkan untuk menjawab setiap pertanyaanku, serasa menyentuh hatiku dan
membuatku hanya diam seperti paku. Tidak ada satu kata pun yang terlupa dari
pembicaraan yang hanya singkat dan menggantung itu. Sungguh sangat disayangkan!
Mungkin waktunya tidak tepat saat Ka Iren mengharuskan pamit dengan amat
menyesal dan meninggalkanku dengan kegalauan sangat!. Bahkan satu pertanyaanku
belum dijawabnya dengan sempurna! Namun aku tidak merasa tersesat, setelah
kuselami aku sadar bahwa sebenarnya mungkin ini sebuah lentera yang dapat
menuntunku pada cahaya di atas cahaya.
Aku membuka
lemari pakianku, hanya ada 2 blus lengan panjang, bekas 2 lebaran lalu yang
hanya dipakai saat shalat ied. Sampai saat ini, aku masih saja berfikir; apa
aku harus pakai jilbab? Pertanyaan itu
terus saja merajai kelapaku, ditengah kegelisahan ini aku mengutarakan niat ku
pada bapakku, “Nanti kamu susah cari kerja! POKOK-nya kamu gak boleh pake
jilbab!” pengutaraan itu dipatahkannya mentah – mentah! Dan membuatku tidak
berdaya dengan penolakan itu.
Masih belum
berhenti, tidak ingin menyerah walau pun aku sudah mulai lelah mencari sebuah
hidayah. Entah mengapa aku punya keyakinan bahwa hidayah itu terkadang harus
diperjuangkan! Bukan sekedar pemberian Tuhan. Karena sekali lagi hidup adalah
perjuangan dan meraih jannah- Nya harus dengan terus berjuang!
Akhirnya hujan
turun di penghujung bulan September. Aku masih saja sama seperti kemarin. Aku
berdiri di depan jendela kamar dengan memandang derasnya hujan yang mengguyur
Jakarta sejak sore tadi. Sayup-sayup aku mendengar suara adzan berkumandang di tengah
geliat melodi rintik hujan dan sahutan petir saling menyambar. Waktunya shalat
isya. Dan tidak seperti biasanya aku begitu bersemangat menyegerakan shalat
isya. Aku mengambil wudhu. Air yang membasahi bagian-bagian tertentu tubuhku jatuh
pasrah, tetes demi tetesnya seperti keikhlasanku yang menyerahkan segalanya
untuk ku tukar dengan sebuah hidayah.
Aku bertakbir!
Allahuakbar mengangkat tangan dan sungguh-sungguh menghayati apa yang aku
lakukan! Shalatku, ibadah dan matiku hanya untuk Allah Ta’alla. Seusai shalat,
tanpa ku sadari butiran bening air mataku membentuk aliran sungai di pipi. Ada
sesuatu yang sungguh tak ku mengerti, sesuatu yang seakan membuncah! Aku masih
duduk tergeletak di atas sajadah panjang membentang!
Pandanganku tiba-tiba
terpatri pada sebuah al-Qur`an di atas lemari kaca yang telah lama tak pernah
ku buka bahkan hanya sekedar memandangnya. Al-Qur’an besar dan telah lusuh itu
seakan menarikku untuk meraihnya. Benar saja ku ikuti apa kata hati! Sebelum ku
buka al-Quran berdebu itu, aku memohon pada satu-satunya Tuhanku, “Ya allah,
aku tahu aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa! Tapi aku yakin Kau maha kuasa
dan Kau amat mengasihi diriku yang lemah dan hina ini. Aku memohon petunjukMu,
aku meminta hidayahMu, Tunjukan aku wahai Tuhanku,, Aku mohon… Aku amat
memohon….”
Dengan mengucap,
“Bismillah,” ku buka al-Qur’an itu, ku buka dengan sembarang namun penuh
keyakinan bahwa Allah Maha Penyayang dan segala petunjuk ada di TanganNya.
“Dan katakanlah
kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakan perhiasannya(auratnya),
kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya,,, SURAT AN- NUR AYAT 31, aku sungguh tidak tahu…
Air mataku berderai
tanpa bisa ku bendung! “Inikah jawabanMu Tuhan,..? Inikah surat cintaMu untuk
ku?… ALLAH……aku terisak sampai rasanya tak mampu berucap. Gemetar tubuhku, aku
bahkan bisa merasakan keringat dingin membasahi tubuhku, setangah gugup aku
terus saja masih menangis! Mungkin mengalahi tangisan hujan pada malam itu!
Tangisku bahkan tak mampu mengeluarkan suara erangan ataupun suara-suara lain.
Tangis ku diam! Tangisan yang dalam. Aku mencoba untuk meneruskan ayat yang ku
baca..
“Dan hendaklah
mereka menutup kain kudung ke dadanya…. Hampir-hampir aku mengakhiri bacaanku
karena aku sungguh tak mampu menahan lahar kehampaan yang menyeruak keluar
diriku dan melegakan diriku dan mengisi kekosongan hati ku dengan cahaya
Illahi. “ALLAH…ALLAH…ALLAH.. “ Hanya asmaNya yang mampu ku ucap…
“Dan hendaklah
mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (
auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra – putra mereka, atau putra – putra suami mereka, atau putra
– putra mereka, atau saudara – saudara lak – laki mereka, atau putra – putra
saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama islam)mereka, atau hamba
sahaya yang memiliki mereka, atau para pelayanan laki – laki (tua) yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak – anak yang belum mengerti
tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu semua kepada
Allah, wahai orang – orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Itu jawabaNya,
itu surat cintaNya, Bismillah…. ku memantapkan diri dengan berhijab!. Aku yakin
Allah bersamaku, Allah di dekatKu – sangat dekat! Bahkan ketidaksetujuan bapak
menjadi satu dari berbagai ujian setelahnya yang terus aku perjuangan untuk
tetapi istiqomah di jalan yang telah ku pilih.
Keputusanku,
menjadi kemarahan besar bagi bapak tapi aku tidak gentar sedikit pun!
Belum lagi
masalah pakaian, baju-baju dan bawahan semuanya ku sisihkan! Lemari ku kosong melompong!
Hanya ada 2 blus, 2 celana jeans, satu rok panjang yang agak transparan dari
lutut ke bawah, satu baju seragam putih panjang dan satu rok abu-abu panjang!
Alhamdulillah, aku masih bisa pergi ke sekolah dengan seragam putih abu-abu
yang biasa dipakai setiap jum’at.
Keputusanku
menjadi kehebohan di sekolah, aku merasa seketika menjadi pusat perhatian semua
orang yang pastinya terheran-heran dengan perubahan drastis dari diriku. Heran,
ada saja di antara temanku yang menyayangkan keputusanku, dan ada pula yang
sama-sama mengucap syukur dan memberikan selamat khususnya para pengurus ROHIS!
Dan di hari itu juga aku memutuskan untuk ikut berperan actif bergabung di
dalam organisasi ROHIS, mereka menyambut baik niatku, aku merasa organisasi ini
wadah yang pas untuk menempa diri dan belajar banyak tentang wawasan keislaman
dan akhlak rasulullah SAW agar aku dapat menjadi insan rabbani yang berhati.
Hari Senin
sampai Rabu aku terpaksa mengenakan pakaian putih abu-abu. Senin pertama aku
yakin pihak sekolah mafhum dan tidak memberikan hukuman padaku dengan alasan
mendasar yang telah kujelaskan sebelumnya bahwa aku belum bisa membeli rok
putih panjang.
Aku dipusingkan
dengan hari Kamis! Sekolah menuntut, agar setiap siswa di hari itu mengenakan
baju batik dan rok hitam. Tak jadi soal baju batikku yang pendek karena aku
masih bisa merangkap dengan baju putih panjang sebelumnya, tapi untuk rok
hitamnya?
Aku tidak ingin
keputusanku ini menjadi masalah baru bagi bapakku, pasalnya keuangan keluarga
kami pada saat ini tengah mengalami krisis. Alhamdulillah aku masih punya sedikit
tabungan, tapi ternyata jumlahnya masih tidak mencukupi untuk membeli rok hitam
yang harganya mungkin berkisar dari 40 – 60 ribu rupiah.
Ada jalan! Allah
pasti memberikan kemudahan dan menunjukan kasih sayangNya. Uang di tanganku
hanya 25 ribu rupiah aku pergi ke pasar siang itu juga, masuk dari toko satu ke
toko seragam lainya, ternyata harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan uang di
dompet, malah lumayan 2 kali lipatnya.
Sampai toko yang
kelima, harga yang ditawarkan masih terlalu mahal untukku, 50 ribu rupiah, “Ya
Allah kurang banget uangnya” aku membatin dalam hati. Aku kalut, besok rok nya
sudah harus ku pakai? Kalau tidak aku tidak bisa sekolah! Aku memtuskan untuk
kembali ke rumah dulu, berikhtiar lagi tapi tetap tidak mungkin aku meminta
uang pada bapak! Sama sekali tidak! Aku masih punya Allah tempat aku meminta,
“Ya Allah, yang kutemukan di rumah ini hanya 5 ribu, uang jajanku untuk
seminggu kedepan!, tapi tetap aku mengucap syukur padaMu…alhamdulillah”
Aku kembali lagi ke pasar! Kali ini aku memasuki toko ke-6, siapa tahu harganya
bisa lebih murah! pemilik toko yang seorang perempuan Padang melayaniku dengan
sangat ramah,
“Mau beli apa dek?” Tanya nya
dengan senyum mengembang
“Rok hitam panjang uni.” jawabku,
sepertinya ia senang ku panggil uni sebutan bagi perempuan-perempuan Padang,
dan ia menyodorkanku rok hitam dengan ukuran yang ternyata terlalu kebesaran
untukku, kemudian ia melihat dengan seksama tubuhku, memperkirakan nomor berapa
yang pas di pinggangku. Aku menjajal rok kedua yang ia berikan dan yang ini
pas.
“Berapa Uni?”
“45 saja!”
“20 uni?” tawarku. Setahu ku
dalam ilmu penawaran, kita harus menawar dari setangah harga yang diinginkan si
penjual di awal penawaran.
“Tidak bisa. lah..” ucapnya.
Melihat wajah uni yang masih memajang senyum merekah itu, aku pikir masih ada
harapan untuk menawar lebih murah lagi.
Aku berkata dengan seolah-olah
berat aku menjawabnya,
“ 25 yaa, Uni!”
“Tidak bisa dek, ya sudah kalau
untuk ade 40 saja lah. Itu sudah harga pas!”
“Tidak bisa 30 saja uni!” Dia
hanya menggeleng,
Ya Allah, uangku
masih kurang. Tapi ini sudah toko yang paling murah dari toko sebelumnya yang
aku masuki. Dengan sangat berat hati, rasanya lemas, aku tidak punya uang lagi.
Tapi itu sudah harga pas yang sudah ia tawarkan, aku tahu itu memang harga yang
paling murah dibandingkan toko lainnya, tidak cukup tega aku menawar lebih
murah lagi. Aku mengembalikan rok nya yang sedari penawaran tadi berada di tanganku,
dan dengan suara parau aku mengucap lirih,
“Yaudah deh, nanti saya kemari
lagi! Insya’allah” Gontai aku melangkah, sedangankan uni nya hanya bisa menatap
sedikit kecewa barang daganganya belum berhasil ia jual.
Sudah kesekian
toko di pasar ini ku singgahi tapi rasanya aku harus berusaha lebih keras lagi!
Aku pun pulang dulu ke rumah siapa tahu, aku bisa menemukan uang ku yang
terkadang suka lupa ku simpan di mana?
“Alhamdulillah,,,”
aku mengucup syukur lagi yang tak terhingga, aku menemukan uang 5 ribu di tas
kecil yang biasa ku pakai saat pergi-pergian. Ini benar-benar berkat
pertolongan Allah, uang ku telah terkumpul 35 ribu rupiah, ditoko terakhir
masih kurang 5 ribu, tapi aku masih bisa mencari di toko lainnya, masih ada
kok. “Bismillah, bantu aku ya Allah”
Rupanya, toko
seragam di pasar ini sudah ku jajali semua. Bagaimana ini? Dan aku hanya terus
berjalan jadi seperti orang linglung setengah cape bolak-balik rumah pasar yang
jaraknya lumayan membuat sekali jalan berkucuran keringat!
Aku terus saja
berkata dalam hati, ALLAH….ALLAH…sampai akhirnya aku engeh! Perjalananku
ini terus bergerak ke toko terakhir milik uni yang menawarkan harga di bawah
yang lainnya, aku pun mencoba kembali masuk. Aku kaget! Uni langsung
menyambutku dengan memegang rok hitam yang tadi aku jajal dan dengan setengah
berteriak berkata padaku,
“Dek, ini. 35
ribu saja. Itung-itung neng jadi pelanggan di sini, jadi sebagai permulaan saya
kasih diskon dahsyat.!”
“Alhamdulillah…”
aku sungguh tak menyangka. Aku senang bukan kepalang, dengan masih setengah
tidak percaya aku berkata pada si uni
“Bener nie Uni??!”
Uni menjawabnya dengan senyuman
selebar daun kelor. Aku yakin Allah bersama setiap hamba-hambaNya yang yakin
akan kuasa dan kebesaranNya. Maha suci Allah dengan segala rahmanNya…
Kekhawatiran
bapak tidak terbukti! Dengan kesungguhan dan keyakinan akan kasih sayangNya,
aku dapat melewati setiap fase masa SMKku dengan gemilang, menyenangkan dan
sangat berarti. Kini aku bangga menjadi seorang muslimah yang insya’allah
istiqomah selalu sampai berhasil masuk ke jannahNya.
Saat ini, Selain
tengah menyelesaikan pendidikan strata satu jurusan Kependidikan Islam, aku
juga bekerja di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta Timur. Alasan
penolakan bapak takut aku tidak mendapatkan pekerjaan yang layak terjawab
sudah! Malah dengan aku berhijab aku mendapatkan banyak hal yang tidak bisa aku
dapatkan jikalau aku tidak menutup auratku, mahkota ku.
Yakin akan
kekuasaanNya! bahwa selalu yang terbaik yang Ia berikan pada setiap hambaNya.
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika tidak ia sendiri yang mau
merubahnya karena setiap hal dalam kehidupan adalah perjuangan!. Teruslah
berjuang, tancapkan keyakinan dalam dada, pegang kuat-kuat janjiNya, Berdiri di
atas agama Islam dengan membawa panji muslimah sejati yang tidak akan mundur
dari medan tempur kehidupan dengan segala coba dan segala uji.
[By: Mesti Farah].
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !