Salah Kamar
Katanya takdir tak pernah salah. Ketika
kita menyalahkan takdir, itu artinya kita menyalahkan Tuhan, sedangkan Tuhan
tak pernah salah.
Ketika aku membuka mata, air di ujung kelopaknya pun keluar
seperti embun di pucuk daun di setiap pagi, dan dari hari ke hari. Aku tak ingin kenyataan
membangunkanku dari mimpi. Aku hanya ingin terus bermimpi. Tapi inilah kenyataan,
seperti tersihir apel kutukan dari ibu tiri putri salju. Ia tertidur sampai sang pengeran datang membangunkannya
dengan cinta sejati. Ah itu hanya dongeng tapi aku tertidur dalam kenyataan.
Itulah, yang membuat aku sangat iri pada sang putri, bukan karena mengharapkan
kedatangan pangeran sehingga bisa terbangun dari tidur panjang, akan tetapi aku
berharap bisa tertidur pulas, aku rela bila tak ada pangeran yang
membangunkanku.
Aku membuka mataku, tapi dunia ini begitu gelap untukku. Sudah lebih dari sebulan aku berada di ruangan
ini. Aku menyebutnya sangkar sejak sayap-sayapku patah oleh takdir. Aku
terperangkap. Dalam waktu singkat semuanya berubah, karena sebuah kecelakaan
menyebabkan
kakiku lumpuh dan mataku buta. Aku berharap cerita hidupku di akhir sampai
disini saja! Inilah takdirku, menanti akhir.
Terlalu sering aku menangisi takdirku membuatku khawatir
menuntut terlalu banyak pada Tuhan. Perlu waktu yang lama sampai air mataku ini kering.
Mungkin bila duniaku bisa kembali seperti sebelum kecalakaan itu, aku pun akan
menangis tapi aku pastikan itu air mata bahagia.
“Permisi, “
“Sepertinya, saya salah kamar!”
Ya, aku mendengar
pintu kamarku dibuka, lalu aku bisa apa? Mungkin jika aku bisa bangun dari
tempat tidurku, aku akan menguci pintu rapat-rapat agar tidak ada orang yang
sembarang memasuki kamarku. Aku bisa
mengetahui bahwa yang perlahan masuk ke kamarku itu seorang laki-laki. Dari
suaranya.
“Saya pikir ini benar
kamar Mama Mia, maaf bila saya
menggangu. Apa mungkin, sudah pindah? Saya sama sekali tidak tahu kabarnya
beberapa bulan terakhir ini. Apakah Anda tahu?” tanya lelaki itu.
“Kalau tahu salah kamar kenapa masih bertanya?”
“Karena saya tidak yakin, “
“Tapi Anda sudah 3 kali salah kamar, apakah Anda tidak bisa
melihat kalau ini bukanlah kamar orang yang Anda cari!” Ya, sebelumnya lelaki ini pernah masuk ke
kamarku, awalnya aku lebih memilih diam. Tapi untuk kali ini, ia membuatku
sangat tidak suka!
“Jawaban Anda sudah cukup! Setelah ini saya tidak akan salah
kamar lagi.”
“Jika Anda merasa terganggu, saya minta maaf, saya benar-benar
tidak tahu bila Anda tidak bicara.”
Sedetik kemudian aku mendengar suara pintu ditutup. Aku
heran pada lelaki itu, seperti yang telah aku katakan padanya, ini kali ketiga
lelaki itu salah masuk kamar. Mungkin kah kesalahan pertama dan kedua karena
aku tidak menjawabnya?
***
Yang
paling dalam di dunia ini bukanlah dalamnya samudra tapi hati!
“Anda yakin tidak ingin berkeliling di sekitar rumah sakit?
Apakah Anda tidak bosan?”
Bosan?
Aku seperti sudah hidup cukup lama dengan rasa itu.
“Baik, jika Anda tidak mau hari ini,
semoga di waktu lain Anda bersedia,” setelah merapikan selimutku, suster yang
tidak pernah aku tahu namanya itu pergi meninggalkanku. Dibandingakan suster
sebelumnya yang biasa melayaniku, jujur aku lebih suka dia. Walau pun hampir
tidak pernah aku ajak berbicara tapi dia
selalu melayaniku dengan ramah, suaranya halus dan tidak cerewet.
Seseorang
masuk, aku kira suster itu kembali lagi? setelah dia pamit.
“Kali ini aku tidak salah kamar,
karena aku datang ke sini khusus menemuimu,”
Menemuiku?
Memangnya kamu siapa?
“Aku, Sabda nama lengkapku Sabda
Diwanto. Aku pasein kamar Melati 103. “
Aku
sungguh tidak mengerti maksudnya memperkenalkan diri, dan kenapa dia tiba-tiba
masuk ke kamarku seperti ini,
“Aku hanya ingin berkenalan
denganmu,”
Loh?
sepertinya ada yang aneh, kenapa seolah dia dapat mendengar suara hatiku?
“Karena sudah lama, aku ingin
berkenalan denganmu.”
“Kamu masih ingin diam? dan tak berkata sepatah kata pun?”
tanyanya
“Apa aku harus pura-pura salah kamar lagi supaya kamu mau berbicara
denganku?”
Apa
pura-pura ?
“Kamu menipuku?”
“Tidak!” jawabnya sigap
“Aku benar-benar mencari Mama Mia.
Dia sahabatku,”
“Aku tidak bertanya itu,”
“Aku hanya mencoba menjawab
pertanyaanmu tadi. Sebelum kamu tinggal di sini, ini adalah kamar Mama Mia.
Walau pun usianya sudah cukup tua, tapi berjiwa muda dan sangat ramah. Tidak
sepertimu”
“Maksudmu apa berbicara seperti
itu?”
“Ya, seperti yang kamu mengerti.”
Aku
heran darimana datangnya laki – laki ini.
“Sebenarnya apa mau mu ?” tanyaku,
“Seperti yang telah ku katakan tadi,
aku ingin berkenalan denganmu. Tak kenal maka kita harus kenalan!”
Baik,
jika hanya dengan menyebutkan namuku laki-laki ini segera keluar dari kamarku.
Toh tidak ada hal lain yang dapat aku lakukan untuk dapat membuatnya keluar
dengan suka rela.
“Aku Cinta. “
“Kenapa kamu bisa berada di rumah
sakit ini ?”
“Aku kira sudah cukup
perkenalannya.”
“Oke, kalau begitu. Tapi aku
berjanji besok aku akan kembali!”
Kemudian
terdengar suara pintu ditutup, Laki-laki itu pergi. Aku terdiam. Semoga tidak
ada ada hari esok!
***
Tak
bernar – benar berakhir
“Aku kembali, hay…”
Dia
lagi ? laki-laki itu yang kalau aku tidak salah namanya Sabda.
“Seperti janjiku kemarin, aku menemuimu. Aku ini laki-laki
yang selalu memegang teguh janjinya!”
“Tidak penting untukku, kamu laki-laki seperti apa? Asal
kamu tidak menggangguku.”
“Aku menganggapnya sebagai sebuah pujian, terimakasih. Dan
aku tahu sebenarnya kamu pun mengakuinya kalau aku ini seseorang yang dapat
dipercaya.”
Apa?
Laki-laki ini ke-PD-an atau memang tidak tahu malu?
“Oya? Kamu tahu hari ini hari apa?”
“Gak penting buat aku tahu, toh
bagiku setiap hari sama saja.”
Untuk
beberapa saat aku tidak mendengar suara laki-laki itu, aku masih merasakan
keberadaannya di ruangan ini.
“Saat ini aku sedang berada di depan
jendela kamarmu, ya di sebelah kanan dari tempat tidurmu, kamu tahu? Betapa aku
sangat iri padamu saat ini “
“Iri ? Apa?”
“Karena kamu beruntung di tempatkan
di sebuah kamar dengan jendela istimewa?”
“Aku tidak mengerti bagaimana sebuah
jendela dapat menjadi istimewa.”
“Besok aku akan kembali, sekarang
aku harus segera keluar.”
Tanpa
menjawab pertanyaanku, laki-laki aneh itu seperti melangkah dan kemudian
terdengar suara pintu ditutup. Aku tidak mengerti apa yang membuatnya seperti
itu? Ada apa dengannya? Jendela? istimewa. Ah, sudahlah, tidak penting untukku. [Bersambung]
By: Mesti Farah
By: Mesti Farah
***
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !