Home » » SABDA CINTA [I]

SABDA CINTA [I]

Written By Amoe Hirata on Selasa, 10 Mei 2016 | 07.37

Salah Kamar

Katanya takdir tak pernah salah. Ketika kita menyalahkan takdir, itu artinya kita menyalahkan Tuhan, sedangkan Tuhan tak pernah salah.

Ketika aku membuka mata, air di ujung kelopaknya pun keluar seperti embun di pucuk daun di setiap pagi,  dan dari hari ke hari. Aku tak ingin kenyataan membangunkanku dari mimpi. Aku hanya ingin terus bermimpi. Tapi inilah kenyataan, seperti tersihir apel kutukan dari ibu tiri putri salju. Ia  tertidur sampai sang pengeran datang membangunkannya dengan cinta sejati. Ah itu hanya dongeng tapi aku tertidur dalam kenyataan. Itulah, yang membuat aku sangat iri pada sang putri, bukan karena mengharapkan kedatangan pangeran sehingga bisa terbangun dari tidur panjang, akan tetapi aku berharap bisa tertidur pulas, aku rela bila tak ada pangeran yang membangunkanku.
Aku membuka mataku, tapi dunia ini begitu gelap untukku.  Sudah lebih dari sebulan aku berada di ruangan ini. Aku menyebutnya sangkar sejak sayap-sayapku patah oleh takdir. Aku terperangkap. Dalam waktu singkat semuanya berubah, karena sebuah kecelakaan
menyebabkan kakiku lumpuh dan mataku buta. Aku berharap cerita hidupku di akhir sampai disini saja! Inilah takdirku, menanti akhir.   
Terlalu sering aku menangisi takdirku membuatku khawatir menuntut terlalu banyak pada Tuhan.  Perlu  waktu yang lama sampai air mataku ini kering. Mungkin bila duniaku bisa kembali seperti sebelum kecalakaan itu, aku pun akan menangis tapi aku pastikan itu air mata bahagia.
“Permisi, “
“Sepertinya, saya salah kamar!”
 Ya, aku mendengar pintu kamarku dibuka, lalu aku bisa apa? Mungkin jika aku bisa bangun dari tempat tidurku, aku akan menguci pintu rapat-rapat agar tidak ada orang yang sembarang memasuki kamarku.  Aku bisa mengetahui bahwa yang perlahan masuk ke kamarku itu seorang laki-laki. Dari suaranya.
“Saya pikir  ini benar kamar  Mama Mia, maaf bila saya menggangu. Apa mungkin, sudah pindah? Saya sama sekali tidak tahu kabarnya beberapa bulan terakhir ini. Apakah Anda tahu?” tanya lelaki itu.
“Kalau tahu salah kamar kenapa masih bertanya?”
“Karena saya tidak yakin, “
“Tapi Anda sudah 3 kali salah kamar, apakah Anda tidak bisa melihat kalau ini bukanlah kamar orang yang Anda cari!”  Ya, sebelumnya lelaki ini pernah masuk ke kamarku, awalnya aku lebih memilih diam. Tapi untuk kali ini, ia membuatku sangat tidak suka!
“Jawaban Anda sudah cukup! Setelah ini saya tidak akan salah kamar lagi.”  
“Jika Anda merasa terganggu, saya minta maaf, saya benar-benar tidak tahu bila Anda tidak bicara.”
Sedetik kemudian aku mendengar suara pintu ditutup. Aku heran pada lelaki itu, seperti yang telah aku katakan padanya, ini kali ketiga lelaki itu salah masuk kamar. Mungkin kah kesalahan pertama dan kedua karena aku tidak menjawabnya?

***

Yang paling dalam di dunia ini bukanlah dalamnya samudra tapi hati!

“Anda yakin tidak ingin berkeliling di sekitar rumah sakit? Apakah Anda tidak bosan?”
Bosan? Aku seperti sudah hidup cukup lama dengan rasa itu.
            “Baik, jika Anda tidak mau hari ini, semoga di waktu lain Anda bersedia,” setelah merapikan selimutku, suster yang tidak pernah aku tahu namanya itu pergi meninggalkanku. Dibandingakan suster sebelumnya yang biasa melayaniku, jujur aku lebih suka dia. Walau pun hampir tidak pernah aku ajak  berbicara tapi dia selalu melayaniku dengan ramah, suaranya halus dan tidak cerewet.
Seseorang masuk, aku kira suster itu kembali lagi? setelah dia pamit.

            “Kali ini aku tidak salah kamar, karena aku datang ke sini khusus menemuimu,”
Menemuiku? Memangnya kamu siapa?
            “Aku, Sabda nama lengkapku Sabda Diwanto. Aku pasein kamar Melati 103. “
Aku sungguh tidak mengerti maksudnya memperkenalkan diri, dan kenapa dia tiba-tiba masuk ke kamarku seperti ini,
            “Aku hanya ingin berkenalan denganmu,”
Loh? sepertinya ada yang aneh, kenapa seolah dia dapat mendengar suara hatiku?
            “Karena sudah lama, aku ingin berkenalan denganmu.”
“Kamu masih ingin diam? dan tak berkata sepatah kata pun?” tanyanya
            “Apa aku harus  pura-pura salah kamar lagi supaya kamu mau berbicara denganku?”
Apa pura-pura ?
            “Kamu menipuku?”
            “Tidak!” jawabnya sigap
            “Aku benar-benar mencari Mama Mia. Dia sahabatku,”
            “Aku tidak bertanya itu,”
            “Aku hanya mencoba menjawab pertanyaanmu tadi. Sebelum kamu tinggal di sini, ini adalah kamar Mama Mia. Walau pun usianya sudah cukup tua, tapi berjiwa muda dan sangat ramah. Tidak sepertimu”
            “Maksudmu apa berbicara seperti itu?”
            “Ya, seperti yang kamu mengerti.”
Aku heran darimana datangnya laki – laki ini.
            “Sebenarnya apa mau mu ?” tanyaku,
            “Seperti yang telah ku katakan tadi, aku ingin berkenalan denganmu. Tak kenal maka kita harus kenalan!”
Baik, jika hanya dengan menyebutkan namuku laki-laki ini segera keluar dari kamarku. Toh tidak ada hal lain yang dapat aku lakukan untuk dapat membuatnya keluar dengan suka rela.
            “Aku Cinta. “
            “Kenapa kamu bisa berada di rumah sakit ini ?”
            “Aku kira sudah cukup perkenalannya.”
            “Oke, kalau begitu. Tapi aku berjanji besok aku akan kembali!”
Kemudian terdengar suara pintu ditutup, Laki-laki itu pergi. Aku terdiam. Semoga tidak ada ada hari esok!
***
Tak bernar – benar berakhir

“Aku kembali, hay…”
Dia lagi ? laki-laki itu yang kalau aku tidak salah namanya Sabda.
“Seperti janjiku kemarin, aku menemuimu. Aku ini laki-laki yang selalu memegang teguh janjinya!”
“Tidak penting untukku, kamu laki-laki seperti apa? Asal kamu tidak menggangguku.”
“Aku menganggapnya sebagai sebuah pujian, terimakasih. Dan aku tahu sebenarnya kamu pun mengakuinya kalau aku ini seseorang yang dapat dipercaya.”
Apa? Laki-laki ini ke-PD-an atau memang tidak tahu malu?
            “Oya? Kamu tahu hari ini hari apa?”
            “Gak penting buat aku tahu, toh bagiku setiap hari sama saja.”
Untuk beberapa saat aku tidak mendengar suara laki-laki itu, aku masih merasakan keberadaannya di ruangan ini.
            “Saat ini aku sedang berada di depan jendela kamarmu, ya di sebelah kanan dari tempat tidurmu, kamu tahu? Betapa aku sangat iri padamu saat ini “
            “Iri ? Apa?”
            “Karena kamu beruntung di tempatkan di sebuah kamar dengan jendela istimewa?”
            “Aku tidak mengerti bagaimana sebuah jendela dapat menjadi istimewa.”
            “Besok aku akan kembali, sekarang aku harus segera keluar.”
Tanpa menjawab pertanyaanku, laki-laki aneh itu seperti melangkah dan kemudian terdengar suara pintu ditutup. Aku tidak mengerti apa yang membuatnya seperti itu? Ada apa dengannya? Jendela? istimewa. Ah, sudahlah, tidak penting untukku. [Bersambung]

By: Mesti Farah


***
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan