TIMUR LENK beserta tentaranya
yang dikenal pemberani sampai Halab(Aleppo) pada Shafar 803 H(`Arbasyah, `Ajâibu
al-Maqdûr fîAkhbâri Taimûr, 175). Di kota Aleppo telah bergabung pasukan
Mamalik Syam(Aleppo, Damaskus, Shafad, Tharabils, Humat, dan Homsh) di bawah
kepemimpinan Emir Aleppo, Damardasy al-Muhammadi.
Terjadi
friksi yang tajam di antara Emir Mamalik mengenai teknis menghadapi musuh(`Arbasyah,
`Ajâibu al-Maqdûr fîAkhbâri Taimûr, 178). Ada kelompok yang berpandangan
lebih mengedepankan negosiatif bersama Timur Lenk. Satu lagi lebih memilih
menyerang secara total. Sedangkan yang lain lebih memilih bertahan di dalam
benteng kota. Pendapat yang dominan dan menjadi pilihan pada akhirnya
menghadapi Mongol di luar Aleppo, saat mereka putus asa dengan bala bantuan
dari tentara Mamluk Utama dari Kairo. Pendapat ini sangat tidak tepat sasaran,
melihat jumlah tentara Timur Lenk.
Berlangsunglah
peperangan antara kedu kubu. Pada awalnya pertempuran berimbang, namun akhirnya
Mamalik dibuat kocar-kacir oleh tentara Timur Lenk. Pasukannya pun mampu merangsek
ke dalam benteng Aleppo. Terjadi tragedi yang mengerikan. Pembunuhan masal tak
dapat dihindarkan. Sedemikian banyak orang yang dibunuh hingga menumpuk, sehingga
sulit dilewati kavaleri.
Para emir berlindung di balik benteng
Aleppo yang kokoh. Namun sayang,
mereka pun –dengan berat hati- terpaksa menyerahkan diri, melihat kondisi yang
sedemikian mencekam, ditambah bala bantuan dari Mamluk Mesir tak kunjung sampai
ke Aleppo. Kondisi mereka berada di
bawah tekanan Mongol yang membantai penduduk Aleppo di depan mata kepala.
Tujuan mereka menyerahkan diri jelas, yaitu: agar penyembelihan masal segera dihentikan dalam tempo
secepatnya.
Perkiraan mereka meleset.
Keputusan yang diambil sama sekali tidak merubah kondisi yang terjadi.
Pembantaian besar-besaran terus berlangsung, para wanita diperkosa, anak kecil
pun tak ada yang selamat dari pembantaian yang mengernyitkan dahi ini. Tak
cukup sampai di situ, dibakarlah Aleppo dalam waktu empat hari berturut-turut, sampai akhirnya
kota Aleppo hancur lebur akibat kebengisan Timur Lenk. Para emir yang
menyerahkan diri dipenjara. Kota Aleppo saat itu menjadi puing-puing
reruntuhan.
Korban yang berjatuhan
saat itu sekitar dua puluh ribu tewas, sedangkan tawanan lebih dari tiga ratus
ribu.
Kondisi Mamalik Mesir tak
begitu menguntungkan. Mereka didera konflik internal. Perebutan kekuasaan
seolah sudah mengakar di sanubari mereka. Melihat kondisi yang genting ini,
berdirilah Syaikh Sirajuddin Umar al-Balqini, mengerahkan ulama dan para imam
menyerukan ultimatum jihad di seantero jalan dan masjid Kairo.
Ada kesamaan antara Timur
Lenk dan Bassar al-Assad. Sama-sama Syi`ah(Timur Lenk masuk syi`ah berkat
al-Sayyid Barakah ketika bertemu di daerah Balakh. Tokoh inilah yang berperan
besar dalam memprovokasi Timur Lenk melakukan pembantaian), dan sama-sama
membantai kaum Muslim sunni. Cara-cara otoriter biasa digunakan dalam
meluluskan keinginannya.
Aleppo bisa jatuh karena
beberapa alasan –setelah takdir Allah- yaitu: Pertama, kelangkaan sosok pemimpin kuat di Aleppo. Kedua,
perebutan kekuasaan antar penguasa. Ketiga, saudara sesama Mamalik di Mesir tak
sigap dalam membantu karena terjadi konflik internal juga di Mesir akibat
perebutan kekuasaan. Akhirnya, Timur Lenk dengan segenap kelihaian dan
kecerdikannya, mampu dengan mudah menghancurleburkan Aleppo.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !