Home » » Timur Lenk, Bashar al-Assad dan Tragedi Aleppo

Timur Lenk, Bashar al-Assad dan Tragedi Aleppo

Written By Amoe Hirata on Selasa, 17 Mei 2016 | 10.48

TIMUR LENK beserta tentaranya yang dikenal pemberani sampai Halab(Aleppo) pada Shafar 803 H(`Arbasyah, `Ajâibu al-Maqdûr fîAkhbâri Taimûr, 175). Di kota Aleppo telah bergabung pasukan Mamalik Syam(Aleppo, Damaskus, Shafad, Tharabils, Humat, dan Homsh) di bawah kepemimpinan Emir Aleppo, Damardasy al-Muhammadi.
      Terjadi friksi yang tajam di antara Emir Mamalik mengenai teknis menghadapi musuh(`Arbasyah, `Ajâibu al-Maqdûr fîAkhbâri Taimûr, 178). Ada kelompok yang berpandangan lebih mengedepankan negosiatif bersama Timur Lenk. Satu lagi lebih memilih menyerang secara total. Sedangkan yang lain lebih memilih bertahan di dalam benteng kota. Pendapat yang dominan dan menjadi pilihan pada akhirnya menghadapi Mongol di luar Aleppo, saat mereka putus asa dengan bala bantuan dari tentara Mamluk Utama dari Kairo. Pendapat ini sangat tidak tepat sasaran, melihat jumlah tentara Timur Lenk.
            Berlangsunglah peperangan antara kedu kubu. Pada awalnya pertempuran berimbang, namun akhirnya Mamalik dibuat kocar-kacir oleh tentara Timur Lenk. Pasukannya pun mampu merangsek ke dalam benteng Aleppo. Terjadi tragedi yang mengerikan. Pembunuhan masal tak dapat dihindarkan. Sedemikian banyak orang yang dibunuh hingga menumpuk, sehingga sulit dilewati kavaleri.
            Para emir berlindung di balik benteng Aleppo yang kokoh. Namun sayang, mereka pun –dengan berat hati- terpaksa menyerahkan diri, melihat kondisi yang sedemikian mencekam, ditambah bala bantuan dari Mamluk Mesir tak kunjung sampai ke Aleppo. Kondisi mereka berada di bawah tekanan Mongol yang membantai penduduk Aleppo di depan mata kepala. Tujuan mereka menyerahkan diri jelas, yaitu: agar penyembelihan masal segera dihentikan dalam tempo secepatnya.
            Perkiraan mereka meleset. Keputusan yang diambil sama sekali tidak merubah kondisi yang terjadi. Pembantaian besar-besaran terus berlangsung, para wanita diperkosa, anak kecil pun tak ada yang selamat dari pembantaian yang mengernyitkan dahi ini. Tak cukup sampai di situ, dibakarlah Aleppo dalam waktu  empat hari berturut-turut, sampai akhirnya kota Aleppo hancur lebur akibat kebengisan Timur Lenk. Para emir yang menyerahkan diri dipenjara. Kota Aleppo saat itu menjadi puing-puing reruntuhan.
            Korban yang berjatuhan saat itu sekitar dua puluh ribu tewas, sedangkan tawanan lebih dari tiga ratus ribu.
            Kondisi Mamalik Mesir tak begitu menguntungkan. Mereka didera konflik internal. Perebutan kekuasaan seolah sudah mengakar di sanubari mereka. Melihat kondisi yang genting ini, berdirilah Syaikh Sirajuddin Umar al-Balqini, mengerahkan ulama dan para imam menyerukan ultimatum jihad di seantero jalan dan masjid Kairo.
            Ada kesamaan antara Timur Lenk dan Bassar al-Assad. Sama-sama Syi`ah(Timur Lenk masuk syi`ah berkat al-Sayyid Barakah ketika bertemu di daerah Balakh. Tokoh inilah yang berperan besar dalam memprovokasi Timur Lenk melakukan pembantaian), dan sama-sama membantai kaum Muslim sunni. Cara-cara otoriter biasa digunakan dalam meluluskan keinginannya.
            Aleppo bisa jatuh karena beberapa alasan –setelah takdir Allah- yaitu: Pertama, kelangkaan sosok pemimpin kuat di Aleppo. Kedua, perebutan kekuasaan antar penguasa. Ketiga, saudara sesama Mamalik di Mesir tak sigap dalam membantu karena terjadi konflik internal juga di Mesir akibat perebutan kekuasaan. Akhirnya, Timur Lenk dengan segenap kelihaian dan kecerdikannya, mampu dengan mudah menghancurleburkan Aleppo.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan