Di pinggiran sungai
Jumeneng, Sarikhuluk sedang janjian tadabburan dengan para sahabatnya.
“Kira-kira apa ya maksud Cak Sarikhuluk, kok tempat tadabburannya sekarang di
sungai?” Tanya Paidin keheranan. “Bagiku ga perlu dipertanyakan, karena
Sarikhuluk selalu mengajarkan di mana pun dan kapan pun semangat tadabbur harus
digalakkan untuk menjaga ruhani seseorang agar tetap menyala-nyala atau selalu online
dengan Tuhan.” Sahut Badrudin.
Semilir angin Dhuha
sayup-sayup menerpa wajah sahabat Sarikhuluk. Dalam iringan gemercik air bening
nan sejuk, lantunan suara Sarikhuluk mulai merasuk pada gendang telinga mereka,
“Rek, coba rentangkan tangan kalian di atas sungai. Siapa di antara
kalian yang paling panjang tangannya?” Tanyanya, yang membuat para sahabatnya
penasaran. “Ya jelas Paino lah yang terpanjang, baru kemudian Sarikhuluk.”
Celetuk Paijo.
“Yang terbaik di antara
kalian adalah yang paling panjang tangannya.” Pernyataan Sarikhuluk selanjutnya
yang menuai tanda tanya besar di dalam benak sahabatnya. “Cak, kok bisa
“Panjang Tangan” dibilang yang terbaik, apa hubungannya coba? Setahuku istilah
“panjang tangan” dalam KBBI artinya: suka mencuri atau senang mencopet. Jadi
menurutku pernyataan sampaean di samping tidak benar, juga terlalu
dipaksakan” Sanggah Zaenal Abidin, Guru Bahasa Indonesia di SMA Jumeneng.
“Itulah yang menjadi kelemahan
dialog selama ini,” Sarikhuluk mencoba menjelaskan, “Selama ini kan kalau orang
dialog itu mesti dilihat dari sudut pandang keilmuan pribadi kemudian menghukumi
seseorang dengan kaca mata keilmuan pribadi sehingga yang ada nanti bukan titik
temu, tapi arena tinju. Hehehe. Mestinya sebelum kamu menyampaikan statemen,
tanya dulu dong padaku apa yang dimaksud dengan ‘panjang tangan’ bila
dihubungkan dengan orang terbaik.”
“Aku sudah mewanti-wanti
sejak dulu, seburuk apa pun kata yang kamu dengar, peristiwa yang kamu lihat,
jangan sampai itu membuatmu tergeser dari rill keadilan. Bahkan pada sesuatu
yang kamu anggap negatif pun selalu ada nilai positifnya. Ada jarak yang sangat
tajam, antara anggapan dengan pemahaman, apalagi hakikat. Kalau tarafmu masih ilmu
yaqin, ya jangan sekonyong-konyong merasa sudah `ainul yaqin, apa
lagi haqqul yaqin.” Imbuhnya.
Syahidan ikut nimbrung
dialog, “Terus maksud panjenengan itu apa dengan istilah ‘Tangan
Panjang’?” “Nah, ini baru benar. Tanya dan klarifikasi terlebih dahulu sebelum
menghukumi sesuatu. “Panjang Tangan” yang aku maksud, sebenarnya terinspirasi
dengan istilah Kanjeng Nabi Muhammad menjelang wafat.”
“Ibunda Aisyah meriwayatkan
bahwa: suatu saat sebagian istri nabi bertanya kepada beliau, ‘Siapakah di
antara kami yang paling cepat menyusulmu?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling
panjang tangannya di antara kalian.” Ketika diukur ternyata yang paling panjang
tangannya adalah Saudah binti Zam`ah. Ketika tahu bahwa istri yang pertama mati
adalah Zainab, maka kami mengerti bahwa yang dimaksud panjang tangan adalah
gemar bersedekah.’”
“Jadi, maksudku dengan
istilah panjang tangan ya itu tadi. Gemar
bersedekah. Kalau berzakat ga heran wong meamang diwajibkan. Lah
kalau sedekah kan keluar dari kesadaran nuraninya, meskipun sifatnya hanya
dianjurkan tapi dia tetap gemar bersedakah. Coba bayangkan jika penduduk
Indonesia yang jumlahnya sekita 200 juta
gemar bersedekah. Aku kira permasalahan ekonomi akan teratasi. Makalah jadilah
orang yang panjang tangan, tentunya dengan pengertian positif’.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !