Home » » Arti Kebersamaan

Arti Kebersamaan

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 04 September 2010 | 10.33


Mungkin bagi sementara orang kata”kebersamaan” terdengar akrab dan familier. Kemudian, sudah berapa jauhkah mereka mengetahui arti, esensi daripada kata “kebersamaan”? apa itu hanya sekedar simbol, slogan, jargon atau apa? Atau memiliki signifikansi dan urgensitas tersendiri dalam melancarkan roda kedinamisan suatu organisasi? Bertolak dari pertanyaan-pertanyaan diatas, penulis merasa perlu membahas tema arti “kebersamaan”.

“Kebersamaan” berarti :”perihal bersama”. Sedang “bersama” sendiri berarti:”Berbareng, serentak, semua, sekalian dan seiring dengan,,,.(baca: Kamus Besar Bahasa Indonesia)” Jadi kebersamaan berarti :”sebuah kondisi yang sengaja di ciptakan secara berbarengan untuk menghasilkan sikap serentak yang dilakukan oleh semua individu agar memperoleh sekalian tujuan/harapan seiring dengan visi dan misi yang ingin dicapai”. Sedangkan esensi “kebersamaan” ialah berkumpulnya individu dalam suatu kondisi apapun untuk meraih tujuan tertentu”.

Kebersamaan laksana kertas putih yang tak bertuliskan apapun. Jadi, yang menentukan baik tidaknya “kebersamaan” ialah sang penulis yang dalam hal ini, bila diterjemahkan dalam suatu organisasi yaitu:” ketua/pengurus dan sinergi dari anggota”. Ketua/pengurus dan anggota mempunyai peran besar dalam membingkai kebersamaan dan menciptakan muaranya, apakah positif atau negatif.

Masalahnya sekarang ialah “kebersamaan” yang masih samar ini mau dibawa kemana? Apa dibawah kearah positif atau negatif? Jawaban yang paling memungkinkan ialah positif. Namun, apa bentuk riil dari positif itu sendiri? Karena saya yakin masing-masing mempunyai pengertian sendiri tentang positif. Maka dalam hal ini subjektifitas mempunyai andil besar dalam menerjemahkan positif. Dengan demikian perlu dikerahkan usaha yang luarbiasa dan sungguh-sungguh untuk mengetahui arah positif dari kebersamaan yang di ciptakan.

Kebersamaan yang diharapkan ialah kebersamaan yang di kerahkan kearah positif dimana mampu mengarah pada kerja-kerja yang kreatif, aktif dan produktif yang mampu menjaga dinamika organisasi.

Kebersamaan yang tidak diharapkan ialah kebersamaan semu, formalitas dan palsu yang meskipun ada sejatinya tiada, yang kelihatan bersama tetapi hatinya berbeda-beda. Kebersamaan demikian hanya akan menghambat daya kreatif, produktif dan kedinamisan organisasi.

Kebersamaan merupakan bagian fundamental dalam persatuan. Tanpa kebersamaan, persatuan tak akan terealisasikan. Walaupun kebersamaan tidak selalu menunjukkan pada persatuan. Karena pada kenyataanya ada yang bersama tapi tidak menyatu.

Kebersamaan bukan berarti mengharuskan kita selalu bersama setiap waktu sehingga mengurangi hak-hak privasi kita. Kebersamaan dan hak privasi memiliki porsinya tersendiri.

Kebersamaan tidak menafikan/menghilangkan perbedaan, karena perbedaan merupakan fitrah sekaligus penentu bagi kedinamisan, kreatifitas dan keharmonisan manusia. Masalahnya sekarang ialah tinggal pada hal apa saja kita boleh berbeda? Dan pada hal apa saja kita tidak boleh berbeda? Kalau hal-hal itu bisa di mengerti maka kebersamaan dan perbedaan tidak perlu di pertentangkan lagi.

Kebersamaan tak selalu berbentuk fisik tapi juga perlu kebersamaan maknawi. Artinya, walaupun secara jasmani berpisah namun rasa kebersamaan dalam jiwa masih ada dengan selalu menjaga komunikasi sosial yang intensif dan harmonis.

Filosofi “kebersamaan” mengacu pada “keterbatasan”. Karena manusia mahluk yang terbatas, maka untuk mengatasi keterbatasan harus dilakukan usaha bersama. Dari sisi ini kita mengetahui betapa pentingnya kebersamaan.

Sekarang mari kita lihat, sejauh ini “kebersamaan” dalam tubuh kifayah sudah tercipta dengan bagus apa tidak? Lalu, jika sudah tercipta, kearah mana kebersamaan selama ini terarah? Kalau positif, apa wujud riil dalam dunia nyata? Apakah “kebersamaan” di Kifayah sudah sangat signifikan sehingga efektifitas organisasi berjalan dengan baik dan bermanfaat? Atau jangan-jangan “kebersamaan” hanya sekedar buah bibir saja yang tak mempunyai wujud nyata? Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut saya serahkan kepada para pembaca yang budiman sebagai bahan evaluasi bersama.

Organisasi Kifayah milik kita bersama. Untuk mensukseskanya perlu kebersamaan kita. Kebersamaan sejati bukan palsu, yang mampu mengubah keterbatasan-keterbatasan kita menjadi tenaga positif yang di arahkan kearah positif untuk menghasilkan hal-hal positif yang semuanya terbingkai dalam tema “KEBERSAMAAN. Akhirnya, semoga ketua Kifayah baik sekarang maupun yang akan datang beserta jajaran pengurus dan anggota mampu menunjukkan secara konkrit kebersamaan Kifayah. Amiin Ya Rabbal `Alaminn.

Wallahu `Alam Bis Shawab.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan