I
‘7 M’ Sebelum Ramadhan
Bulan istimewa sebentar lagi hadir
di tengah-tengah kita; bulan agung tak lama lagi datang menghampiri; bulan
besar sebentar lagi tiba menyapa kita. Sudahkah kita siap menyambut tamu agung
yang setiap tahun menghampiri kita? Tidakkah kita rindu dengan bulan yang penuh
dengan rahmat, ampunan, dan berkah? Tidakkah kita kangen dengan bulan yang di
dalamnya Al-Qur`an diturunkan? Apakah pintu jiwa kita tak terketuk untuk
menyambut bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu
bulan? Apakah hati kita tidak tertarik untuk mempersiapkan diri menyongsong
kedatangan bulan yang amalan ibadah akan dilipatgandakan melebihi bulan-bulan
biasa? Apakah diri kita siap menghadapi bulan perjuangan? Ya, bulan itu adalah
bulan Ramadhan yang senantiasa kita tunggu-tunggu kedatangannya. Bulan yang
merupakan waktu yang tepat untuk bekerja, beramal, berkontribusi sebagai ujian
untuk amalan-amalan setelahnya; bulan yang merupan momen yang tepat bagi orang
muslim untuk kembali merapatkan barisan dalam bingkai keislaman yang indah dan
penuh rahmat; bulan yang mengilhami setiap muslim agar selalu semangat dan
antusias dalam beribadah dimana pun dan kapan pun berada.
Karena begitu agung dan besarnya bulan Ramadhan, maka sebelum
kedatangannya kita harus mempersiapkan diri agar ketika sudah masuk waktu
Ramadhan, kita sudah siap menyambutnya. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum kita memasuki bulan Ramadhan. Dalam judul tulisan di atas
saya sebut sebagai: ‘7 M’ Sebelum Ramadhan. Maksudnya ialah tujuh hal yang
perlu diperhatikan benar-benar sebelum kita memasuki bulan Ramadhan. Ketujuh
hal tersebut ialah sebagai berikut:
PERTAMA:
Memaknai Kembali Ramadhan.
Yang dimaksud dengan memaknai kembali Ramadhan ialah kita berusaha menyegarkan
kembali makna yang berkaitan dengan Ramadhan(tentunya dengan merujuk kembali
kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah). Selama ini kita menjumpai pada kebanyakan
masyarakat muslim –pada sikap dan perilaku yang ditunjukkan- dalam memaknai
Ramadhan ialah sebagai momen untuk melampiaskan segala amal yang dimampu. Di
bulan Ramadhan banyak kita jumpai masjid-masjid menjadi penuh, orang berinfak
kian menjamur, banyak sekali orang-orang yang tiba-tiba menjadi dermawan,
banyak sekali orang yang jarang mengaji tiba-tiba mengaji. Kesan yang paling
cepat ditangkap melihat fenomena tersebut memberikan gambaran seolah-olah
Ramadhan adalah ‘pabrik pahala’ yang memacu seseorang untuk lembur sebulan
penuh untuk meraup ‘keuntungan pahala’ sebesar-besarnya; seakan-akan Ramadhan
menjadi semacam ‘perusahaan ampunan’ yang dikapitalisasikan sedemikian rupa
untuk mendapatkan ampunan sebesar-besarnya, sehingga ketika keluar dari
Ramadhan akan menjadi seperti bayi yang baru dilahirkan. Meskipun keinginan
untuk mendapat pahala dan ampunan sama sekali tidak salah, tapi kalau hal itu
dijadikan fokus, maka akan berdampak negatif pada amalan-amalan sesudah
Ramadhan. Akibatnya banyak sekali orang yang kembali seperti sedia kala, karena
merasa sekeluarnya dari Ramadhan sudah terbebas dari dosa.
Ramadhan bukanlah ‘pasar kaget’ yang
kelihatan ramai dan semarak tetapi hanya bersifat sementara. Ramadhan adalah
bulan istimewa yang dipilih oleh Allah sebagai semacam madrasah(sekolah) untuk
menguji amal orang-orang beriman di bulan-bulan selanjutnya. Kalau kita
merujuk pada ayat 183 dari surat Al-Baqarah, tujuan puasa ialah: la`allakum
tattaqûn(agar kalian bertakwa). Artinya supaya amal-amal yang ada di
dalamnya menjadikan kita orang bertakwa secara kontinu baik di dalam maupun di
luar bulan Ramadhan. Kalau kita jeli membaca ayat-ayat yang senada dengan kata:
la`allakum tattaqûn yang ada dalam Al-Qur`an, maka puasa Ramadhan hanya
menjadi salah satu media untuk menjadikan manusia muslim bertakwa, media yang
lebih luas untuk meraih takwa ialah dengan beribadah kepada Allah(Qs.
Al-Baqarah: 21). Jadi merupakan pemahaman yang keliru jika kebanyakan orang
menyangka hanya pada bulan Ramadhanlah waktu yang tepat mengaktualisasikan
segenap amalan kebaikan, karena yang namanya ibadah –sebagai media untuk meraih
ketakwaan- dilaksanakan bukan hanya di bulan Ramadhan, tetapi juga bulan-bulan
sesudahnya. Jadi yang dimaksud dengan memaknai kembali ialah meluruskan
kesalahpahaman kebanyakan orang yang menjadikan Ramadhan sebagai ajang ‘aji
mumpung’ yang terbatas pada satu bulan.
KEDUA:
MEMBIASAKAN DIRI DENGAN AMAL
Persepsi yang salah dengan Ramadhan
berakibat negatif pada cara menyambut bulan Ramadhan. Banyak orang yang
menyambut bulan Ramadhan dengan persiapan-persiapan –yang sejatinya- lebih
banyak bersifat materil daripada spirituil. Tak sedikit yang menyambutnya
dengan mempersiapkan makanan sebanyak-banyaknya; membeli barang-barang yang
sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan; bahkan ada yang sengaja membeli petasan
atau yang semacamnya supaya Ramadhan terlihat meriah. Tentu saja ini sangat bertentangan dengan
kandungan nilai Ramadhan, yang prinsip utamanya ialah menahan diri dan
mengontrol jiwa. Artinya puasa bukan disambut dengan melampiaskan sesuatu
secara materil. Puasa justru disambut dengan kesunyian, bukan keramaian. Puasa
disambut dengan amalan-amalan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.
Karena itulah jika kita melihat bagaimana para sahabat menyambutnya, ternyata
bukan sambutan-sambutan yang menonjolkan perkara materil. Mereka menyambutnya
dengan mepersiapkan diri pada enam bulan sebelum Ramadhan untuk membiasakan
beramal. Sehingga ketika bulan Ramadhan datang –di samping sudah terbiasa
beramal-, mereka semakin mudah untuk meningkatkan intensitas amal, sehingga ada peningkatan
dari Ramadhan ke Ramadhan. Dengan membiasakan diri untuk beramal sebelum
datangnya Ramadhan maka kita akan memasuki Ramadhon dengan penuh kesadaran,
harapan dan siap menyambut ampunan Allah ta`âla sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Shollallôhu `alaihi wasallam:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan
(dengan penuh) iman dan harapan(meraih ridho Allah), (maka) dosa-dosanya yang
telah berlalu (pasti) diampuni”(Hr. Bukhori Muslim). Masalahnya kemudian
ialah: ungkinkah kita memiliki keimanan dan harapan maksimal, jika kita tidak
membiasakan diri sebelum Ramadhan untuk beramal dan beramal?
KETIGA:
MENANAMKAN TEKAD YANG KUAT
Yang
tidak kalah pentingnya untuk dipersiapkan sebelum Ramadhan ialah: tekad yang
kuat. Al-Qur`an membahasakannya dengan kata ‘`azam’. Para Nabi dan Rasul
punya yang memiliki tekad yang kuat dibanding dengan yang lainnya diistilahkan
Al-Qur`an dengan istilah ‘ulul `azmi’ (yang mempunya tekad yang kuat). Tekad
yang kuat akan lahir jika sebelum Ramadhan kita bisa mengetahui ilmu tentang
puasa berikut keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya. Tekad yang kuat
inilah yang nantinya akan menjadi energi dahsyat dalam berkarya dan berkontribusi dalam Ramadhan.
Dengan tekad yang kuat, kita akan menghadapi Ramadhan dengan penuh kesadaran
dan optimisme yang tinggi. Allah berfirman dalam Al-Qur`an:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Lalu apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.”(Qs. Ali Imron: 159). Kalau tekad sudah kuat dan bulat, maka
upaya selanjutnya ialah segera merealisasikannya dengan amal-amalan nyata,
sembari tetap menyerahkan atau mewakilkan hasilnya pada Allah ta`âla .
Dengan tekad yang kuat dan disertai usaha dan menyerahkan hasil pada Allah ta`âla,
bukan saja kita akan dimudahkan oleh Allah ta`âla, kita juga akan
dicintai oleh Nya. Betapa bahagianya jika muslim mendapatkan cinta dari Allah subhanahu
wata`ala. Kalau kita jumpai melalui litelatur sejarah bahwa para sahabat
begitu semangatnya dalam menghidupkan amal dalam bulan Ramadhan, maka salah
satu jawabannya ialah karena mereka mempunyai tekad yang kuat.
KEEMPAT: TAZKIYATUN
NAFS(MENSUCIKAN JIWA)
Mensucikan
jiwa (tazkiyatu al-nafsi) adalah hal yang mutlak untuk dipersiapkan
sebelum Ramadhan, mengingat hanya dengan jiwa yang bersih seorang muslim bisa
optimal dan maksimal dalam beribadah. Bahkan dalam Al-Qur`an dinyatakan salah
satu perkara yang membuat beruntung ialah ketika manusia bisa mensucikan
jiwanya. Allah ta`ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sungguh beruntung orang yang mensucikannya”(Qs.
As-Syams: 9). Kenapa beruntung? Pada dasarnya, jika manusia mempunyai jiwa yang
bersih, maka dia akan dengan ringan dan mudah untuk melakukan amalan kebaikan.
Ibarat komputer, kalau bersih dari virus-virus dan didukung dengan ram yang
bagus, maka kerja komputer akan lancar tanpa hambatan. Jiwa yang bersi inilah
pada hakikatnya yang membantu orang mukmin bekerja dengan giat dan semangat.
Bagaimana
agar jiwa kita berinteraksi dengan jiwa, agar senantiasa dalam kondisi yang
prima? Imam Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam magnum opusnya ‘Minhâju
al-Muslim’ mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam
berinteraksi dengan jiwa, diantaranya sebagai berikut:
- Taubat. Untuk mengembalikan jiwa pada
kondisi primanya tentu saja kita harus mensucikannya dari noda
kemaksiyatan dan dosa. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu
`alaihi wasallam meminta ampun dalam sehari sebanyak seratus kali.
Orang yang sudah dijamin masuk surga saja seperti itu, lalu bagaimana
dengan kita?
Allah berfirman dalam
al-Qur`an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى
رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا
مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا
أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak
menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan:
"Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami;
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(Qs. At-Tahrim: 8).
- Muhâsabah(evaluasi diri). Muhâsabah berarti berusaha
menghitung-hitung kesalahan dan kelebihan diri untuk masa depan yang lebih
baik. Allah berfirman dalam al-Qur`an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Qs. Al-Hasyr: 18). Imam Abu
Hamid Al-Ghozali dalam kitabnya yang berjudul: Ihyâ Ulumi al-Dîn
menyitir perkataan Umar bin Khottob rodiyallohu `anhu:
حاسبوا أنفسكم قبل
أن تحاسبوا وزنوها قبل أن توزنوا وتهيئوا للعرض الأكبر
“Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian
dihisab (di akhirat), timbanglah sebelum kalian ditimbang, serta persiapkanlah
diri kalian untuk ‘pameran besar’(kehidupan akhirat). Bahkan Umar menulis surat
pada Abu Musa Al-Asy`ari: “Evaluasilah dirimu keti dalam kondisi lapang,
sebelum datangnya masa perhitungan di waktu susah(akhirat)”. Jadi evaluasi diri
merupakan hal yang sangat penting untuk jiwa agar berada pada kondisi
terbaiknya.
- Mujâhadah(bersungguh-sungguh)
- Mujâhadah(bersungguh-sungguh). Untuk mendapatkan hasil
terbaik, mau tidak mau seorang muslim harus bersungguh-sungguh. Apalagi
dengan urusan yang berkaitan dengan pensucian jiwa untuk diorientasikan
pada kehidupan akhirat. Allah berfirman dalam al-Qur`an:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ
لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh pada(jalan) kami, maka sungguh akan kami tunjukkan pada
jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang yang
muhsinin(berbuat baik)” (Qs. Al-`Ankabut: 69).
- Murôqobah(Merasa diawasi oleh Allah ta`ala)
Yang terakhir yang tidak
kalah pentingnya ialah murôqobah yaitu sebuah kesadaran internal dari
seorang mukmin bahwa Allah mengawasi segenap gerakgeriknya. Hatinya selalu on
dengan Allah subhanahu wata`ala. Ia sadar betul dengan firman Allah ta`ala:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tidaklah perkataan
diucapkan melainkan padanya ada (malaikat) Roqib dan `Atid”(Qs. Qof: 18).
Sehingga ia berusaha menjaga diri untuk tidak melakukan maksiyat dan dosa.
Keimanan membuatnya sadar bahwa segala yang dilakukannya akan dipantau oleh
malaikat yang bertugas mencatat amal. Ia juga ingat betul firman Allah ta`ala:
“Sesungguhnya adalah Allah Maha Mengawasi kalian”(Qs. An-Nisa: 1).
Itulah empat hal yang bisa membantu jiwa agar senantiasa bersih dan bisa berada
dalam kondisi terbaiknya. Wallohu a`lam.
KELIMA:
MEMANJATKAN DO`A
Manusia
hanya bisa berusaha dan berikhtiar. Apapun hasilnya pasti Allah ta`ala
yang menentukan. Hanya saja yang perlu diperhatikan dan cicamkan baik-baik
ialah jangan sampai kita terlena dengan usaha yang akan kita kerahkan,
khususnya jika kita mempersiapkan amal amal untuk menghadapi Ramadhan. Amal
saja tidak cukup untuk mendapatkan hasil yang bagus, kita perlu ‘melibatkan
Allah’ dengan cara berdo`a kepadanya. Berdo`a merupakan hal sangat penting bagi
mu`min. Imam tirmidzi meriwayatkan: “Berdo`a adalah otak ibadah”.
Artinya doa itu merupakan hal sangat penting dan inti dalam ibadah mukmin. Tetapi yang perlu
ditekankan di sini ialah dalam berdo`a kita harus optimis untuk dikabulkan.
Nabi Muhammad shollallahu `alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah
seorang muslim berdoa kecuali dikabulkannya. Bisa dengan dipercepat
pemberiannya di dunia, bisa dijadikan tabungan baginya di akherat dan bisa juga
dihapuskan dosa-dosanya setara dengan doanya selama ia tidak berdoa sambil
berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi atau meminta cepat-cepat dikabulkan.”
(HR. At Tirmidzi dari Abu Hurairah). Hadits ini mengajarkan kita tetap optimis.
Para sahabat dan ulama salaf tak henti-hentinya memanjatkan do`a agar
dipertemukan dengan Ramadhan. Sekali lagi, doa adalah hal sangat penting untuk
dilakukan sebelum datangnya Ramadhan.
KEENAM:
MERENCANAKAN KEGIATAN
Ada
ungkapan menarik berupa: Kebenaran yang tak terorganisir dengan baik,
(pasti) akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik.
Sangat benar ungkapan itu. Sebaik apapun i`tikada dan usaha kita dalam
menyambut Ramadhan, tetapi tidak pernah kita rencanakan sebelumnya, maka akan
kacau. Dengan manajemen waktu dan perencanaan yang baik, kegiatan di bulan
Ramadhan akan berjalan dengan baik, terarah dan teratur. Dari sejarah para Nabi
kita bisa mengambil pelajaran berharga betapa segenap urusannya sangat
terencana dan teraratur dengan baik. Kegiatan rutin dan intens beliau setiap
Ramadhan sudah terencana dengan baik. Diantara kegiatan beliau ialah: Membaca
dan mendaras al-Qur`an(langsung disimak Jibril), bersedekah dan berinfaq
melebihi hari-hari biasanya, beri`tikaf di sepuluh hari terakhir serta
amalan-amalan lain yang terencana dengan baik oelh beliau. Bahkan dalam bulan
Ramadhan beliau pernah mendapatkan kemenangan luar biasa dalam pertempuran Badar
dan Fathu Makkah(Pembebasan Mekah). Ini tidak akan diraih –setelah izin
Allah- tanpa ada perencanaan can strategi yang matang. Para sahabat pun
demikian, mereka sudah punya rencana menyambut Ramadhan dengan amal jauh-jauh
hari sebelum Ramadhan.
KETUJUH:
MEMILIH AMAL UNGGULAN
Yang
terakhir dan perlu diperhatikan ialah kita harus memilih amalan
unggulan apa yang kiranya nanti bisa kita laksanakan dengan baik sesuai dengan
kemampuan kita. Tidak semua orang bisa melakukan segala amal; dan tidak semua
orang bisa mendawami atau istiqomah dengan amalnya, maka memilih amalan yang
paling bisa untuk dikerjakan dan didawami adalah perkara yang sangat penting.
Dalam al-Qur`an sendiri yang dijadikan acuan ialah bukan banyaknya amal tapi
sebaik-baik amalan. Kita tidak akan mungkin mendapatkan amalan terbaik jika
kita tidak mampu istiqomah dalam menjalankannya. Amalan sedikit tapi dawam
lebih dicintai oleh Allah daripada banyak tapi tak dawam. Nabi bersabda:
أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amal yang paling dicintai oleh
Allah ialah yang paling dawam(langgeng, istiqomah) meskipun sedikit”(Hr.
Bukhori dan Muslim). Dengan memilih amalan unggulan, akan membantuh mengarahkan
kita pada amal yang terbaik dan dicintai Allah ta`ala. Para sahabat pun
tidak semua yang mampu mengerjakan segala amal. Ada yang spesialis beramal
dalam sedekah, ada yang dalam belajar, ada juga yang beramal dalam bidang jihad
perang dan lain sebagainya. Jadi menentukan sejak awal amal unggulan yang pas
dengan kita akan membantuh kita dalam meraih amalan terbaik dan
berkesinambungan dalam bulan Ramadhan.
Wallahu a`lam bi al-Showab.
Sumengko, Ahad 27 Juli 2014/13:26
II
‘7 M’ Ketika Ramadhan
Bulan penuh ampunan, rahmat dan
berkah sudah hadir di tengah-tengah kita. Sudah cukupkah bekal yang kita
persiapkan untuk menjalankannya. Janngan-jangan kita masih berfikir bahwa
menyambut Ramadhan cukup hanya dengan sambutan-sambutan yang sifatnya materil,
sehingga yang menonjol hanya menyiapkan makanan dan perkakas lainnya yang
dianggap penting dalam Ramadhan. Apa tidak boleh menyiapkan kebutuhan materil
dalam untuk menyambut bulan Ramadhan? Tentu saja boleh. Tapi jangan sampai itu
dijadikan prioritas utama. Karena sejatinya bulan Ramadhan adalah bulan untuk
menahan dan mengontrol diri. Untuk sesuatu yang halal saja kita harus
mengontrol diri, apalagi yang haram. Dengan memfokuskan diri pada bidang
materil untuk menghadapi Ramadhan, maka tak jarang dijumpai fenomena yang
samasekali bertolak belakang dengan nilai puasa di bulan Ramadhan, diantaranya
yang kerap terjadi di kalangan
masyarakat muslim ialah: membengkaknya pengeluaran. Karena itulah supaya ibadah
kita di bulan Ramadhan bisa maksimal, serta terhindar dari hal-hal yang tidak
begitu penting, maka berikut ini ada beberapa poin yang perlu diperhatikan agar
ketika Ramadhan kita bisa memanfaatkannya dengan baik:
1
Menata Niat
Menata niat sangat penting bagi
setiap muslim. Syarat diterimanya ibadah ialah jika diniati dengan ikhlas dan
sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya. Sejak awal kita harus menata niat
dengan baik. Kita niatkan bahwa segala amal yang dilakukan di bulan Raadhan
hanya untuk merah keridhaan Allah subhanahu wata`ala. Kita juga berniat
sejak awal bahwa amalan yang akan dilakukan akan diupayakan sedemikian rupa
agar tetap berkesinambungan baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.
Mengingat sangat pentingnya niat, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya (setiap) amalan tergantung pada niatnya”(Hr. Bukhori dan
Muslim). Kalau niat kita sejak awal adalah benar-benar tulus hanya untuk Allah,
insyaallah akan dimudahkan dan dianugerahi keistiqamahan setelah bulan
Ramadhan. Dengan niat yang tulus ini kita akan masuk dalam kategori hadits
Rasulullah shollallahu `alaihi wasallam: “Barangsiapa yang berpuasa
di bulan Ramadhan (karena) iman dan (tulus untuk) mengharap (ridha Allah, maka
dosa-dosa yang telah lampau (pasti) diampuni Allah ta`ala”(Hr. Bukhori dan
Muslim).
2
Memulai Dengan ‘BASMALAH’
Memulai Ramadhan dengan basmalah(dengan
nama Allah) berarti kita secara sadar menanamkan kesadaran mendasar pada hati
kita bahwa Allah menjadi tumpuan awal dan akhir dari amal kita. Tidak ada
segala sesuatu yang terjadi tanpa kehendak dan pengetahuan Allah. Dengan basmalah
kita akan menjalani ibadah di bulan Ramadhan dengan aman dan tentram. Ketika
sebelumnya banyak dosa, kita merasa aman karena Allah adalah Ar-Rahman(Maha
Pengasih), sebesar apapun dosa manusia pasti diampuni asal mau bertaubat.
Ketika kita merasa kebaikan yang dilakukan lebih banyak daripada keburukan,
maka kita merasa tentram karena Allah adalah Ar-Rahim(Maha Penyayang),
orang-orang yang beriman mendapat kasih sayang khusus dari Allah subhanahu
wata`ala. Kesadaran basmalah bila dipraktikkan secara benar, akan
membantu setiap muslim senantiasa semangat dalam beramal dan bekerja, apalagi
di bulan Ramadhan. Kesadaran ini pula akan membuat setiap muslim tidak sembrono
dalam beramal, dan selalu mementingkan kepentingan yang mengarah pada keridhaan
Allah daripada kepentingan-kepentingan pribadi. Allah menjadi tumpuan utama dan
menjadi tempat bergantung.
3
Memulai Amal Yang Paling Ringan
Kebanyakan orang menjadikan bulan
Ramadhan menjadi semacam ‘bulan pelampiasan’ sehingga ada yang melakukan amal
sebanyak-banyaknya dengan sebenap macamnya untuk diluapkan di bulan Ramadhan.
Tiba-tiba banyak dijumpai orang yang rajin shalat jama`ah, sedekah, shalat
malam, mengaji al-Qur`an dan lain sebagainya. Karena tidak memilih amal yang
paling ringan dan mudah dilakukan sesuai kemampuan diri, akhirnya di luar bulan
Ramadhan amalan-amalan menjadi terhenti dan putus. Putus karena disamping
persepsi dan niat yang salah, amalan-amalan dilakukan tanpa melihat kadar kemampuan
diri. Sehingga kita tidak heran jika banyak orang gagal ketika keluar dari
bulan Ramadhan, karena tidak memilih amalan yang paling ringan dilakukan. Maka
dari itu, yang perlu diperhatikan agar amalan kita berkualitas baik dan tetap
istiqomah, kita perlu memilih amalan yang paling mudah kita lakukan, agar tidak
membuat bosan dan putus di tengah jalan.
4
Menjalankan Secara Bertahap
Di antara hal yang membuat orang
mudah lelah, bosan dan putus asa ialah ketika melakukan sesuatu dengan
sebanyak-banyaknya tanpa mengindahkan tahapan-tahapan. Ibarat orang lari
maraton, ia langsung berlari sekencang-kencangnya sehingga sebelum sampai
finish tenaga sudah habis lebih dahulu karena salah dalam menggunakan tenaga.
Nabi sendiri sudah mengingatkan kita. Ada ungkapan menarik yang diriwayatkan
Imam Baihaqi dalam kitab syu`abu al-Imân: “Sesungguhnya agama ini
sangat kokoh, maka masuklah ke dalamnya dengan lembut”. Kelambutan
mencerminkan kebertahapan. Itulah mengapa kita dapati beberapa larangan
syari`at dilakukan secara bertahap seperti keharaman minum khamr dan perintah
untuk berjilbab dan lain sebagainya. Melakukan amalan secara bertahap sangat
penting lantaran untuk membuat kita konsisten dalam menjalankannya. Dalam bulan
Ramadhan, kalau kita langsung melakukan amalan di luar kebiasaan kita langsung
dengan jumlah banyak tanpa bertahap, bisa dipastikan di luar bulan Ramadhan
pasti kita akan meninggalkan amalan-amalan itu. Padahal tujuan disyariatkan
puasa di bulan Ramadha ialah untuk membuat orang bertakwa. Sedangkan ketakwaan
itu harus tetap diupayakan baik di bulan atau di luar bulan Ramadhan.
5
Menunaikan Amal Secara
Berkesinambungan
Imam Bukhori dan Muslim dalam kitab shohih-nya
meriwayatkan, Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam bersabda: “Amal
yang paling dicintai oleh Allah ialah yang paling dawam(istiqomah, langgeng)
meskipun sedikit”. Kelanggengan dan keistiqamahan amal ini erat kaitannya
denga melakukan amalan sesuai dengan kemampuan serta dilakukan secara bertahap.
Kebersinambungan amal ini juga menjadi sebagai tanda bagi sukses tidaknya
muslim dalam beribadah di bulan Ramadhan. Suatu saat Rasulullah shallalahu
`alaihi wasallam naik mimbar sembari berkata amin tiga kali. Para sahabat
heran dan bertanya mengenai pengaminan beliau sebanyak tiga kali. Beliau
mengatakan sedang mengamini doa Jibril. Salah satu yang beliau amini ialah:
celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi tidak diampuni
dosa-dosanya(Hr. Turmudzi). Supaya Ramadhan kita diterima dengan baik maka kita
mengusahakan amalan yang rutin di bulan Ramdhan untuk kemudian dilanjutkan di
luar bulan Ramdhan.
6
Mendawami Jama`ah dan
Orang-orang Sholih
Membiasakan diri dan menjaga jama`ah
adalah faktor penting yang membuat kita sukses di bulan Ramadhan. Dengan
berjama`ah kita akan menjadi kuat. Pekerjaan juga akan menjadi ringan.
Meninggalkan jama`ah bagaikan seekor biri-biri yang sendirian, amat mudah
diterkam oleh serigala. Tak hanya itu, kita harus slektif dalam memilih teman
baik. Teman yang baik diibaratkan oleh Nabi dengan penjual minyak wangi, yang
berarti kita bisa membeli manfaat darinya, atau kalau tidak bisa membeli kita
tetap terkena bau wanginya. Sedangkan teman yang buruk ialah diibaratkan
seperti pande besi, yang memercikan apai sehingga bisa membakar bahkan baunya
tak enak(Hr. Bukhori Muslim). Singkatnya, kita harus menjaga jama`ah dan
bergaul dengan orang-orang sholih. Ini persis seperti lagu yang sudah mayshur
yaitu: Tombo Ati.
7
Memanjatkan Doa
Kita tidak pernah tahu apakah amalan
kita akan diterima oleh Allah atau tidak selama bulan Ramadhan. Sudah menjadi
keniscayaan bahwa sebagai muslim kita harus berdo`a kepada Allah ta`ala.
Kalau kebanyakan dari antara kita merasa bahagia ketika bulan Ramadhan, maka
lain halnya dengan para sahabat dan salafus sholih, mereka sedih bukan main
memanjatkan do`a agar diterima segala amal kebaikannya dan diberi keistiqamahan
dalam menjalankannya. Kita tidak tahu secara pasti apakah kita masi menjumpai
Ramadhan pada tahun berikutnya, maka kita harus berdoa agar amalan kita
dikabulkan dan konsisten beramal sepanjang waktu hingga diperjumpakan dengan
bulan Ramadhan tahun depan. Semoga ini bermanfaat dan menjadikan kita semangat
dan konsisten dalam beramal baik dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Wallahu
a`lam bi al-showab.
Sumengko,
Ahad 27 Juli 2014/14:55
III
‘7 M’ Setelah Ramadhan
Bulan penuh ampunan sebentar
lagi meninggalkan kita; bulan penuh rahmat sebentar lagi pergi; bulan penuh
barakah sebentar lagi habis. Apakah kita termasuk orang yang sukses atau
merugi. Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan emas ini. Tidak semua
yang mendapat kesempatan mampu memanfaatkan dengan baik. Tidak semua yang mampu
memanfaatkan dengan baik tetap bisa istiqamah baik di dalam maupun di luar
bulan Ramadhan. Berikut ini ada beberapa poin yang perlu diperhatikan agar kita
di bulan Ramadhan bisa tetap istiqamah dan konsisten dalam beribadah:
1
Mengevaluasi Amal
Amalan yang baik adalah amalan yang
bisa dievaluasi dan terukur. Tiadak akan bisa terukur kalau sebelumnya tidak
direncanakan dengan baik. Bagi kita yang sebentar lagi akan ditinggal Ramadhan
perlu kiranya mengevaluasi diri. Evaluasi ini sangat penting mengingat manusia
tidak lepas dari kesalahan. Kesalahan dievaluasi agar kita bisa menjadi yang
terbaik sebagaimana yang difirmankan Allah: Yang telah menciptakan kematian
dan kehidupan untuk menguji siapakah diantara kalian yang paling baik amalnya
(Qs. Al-Mulk: 2). Supaya amalan kita kedepan bisa lebih baik, evaluasi terhadap
amalan-amalan yang telah dilakukan merupakan sebuah keniscayaan.
2
Memperbarui Niat
Tajdîdun al-niyyah(memperbarui
niat) juga tidak kalah pentingnya. Dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan
rintangan dan halangan, terkadang ada saat dimana manusia dihadapkan pada titik
nadir kejemuan dan kemalasan yang membuatnya rawan tergelincir pada
kesalahan-kesalahan. Supaya manusia bisa kembali pada tujuan semula, maka niat
perlu diperbarui. Kalau kita mengalami futur di luar bulan Ramadhan,
memperbarui niat adalah solusinya. Memperbarui dalam artian mengembalikan niat
pada niat posisi awalnya. Ini persis seperti kerja ‘refresh’ dalam
komputer: memberi penyegaran bagi kerja komputer.
3
Mengatur Waktu
Waktu adalah kehidupan. Orang yang
tidak pandai mengatur waktu sama saja sedang membunuh dirinya. Sebesar apapun
harta yang kita miliki tak akan bisa membeli waktu yang telah hilang. Kalau di
bulan Ramadhan kita sudah terbiasa untuk mengatur waktu dalam beribadah, kita
juga harus mengatur waku di luar bulan Ramadhan. Supaya tidak cepat bosan dan
futur, memang dalam mengatur waktu kita tidak harus langsung secara ketat. Kita
encoba mengaturnya sesuai dengan kemampuan kita, tapi berusaha istiqamah.
Misalkan kalau dalam sehari kita tak bisa membaca al-Qur`an sebanyak satu juz,
maka cukup dengan setengah juz saja. Demikian juga pada hal-hal yang lainnya
yang perlu pengaturan waktu, supaya waktu kita bisa teratur dengan baik.
4
Memohon Pertolongan Allah
Sehebat-hebat manusia, yang bisa
dilakukannya hanyalah usaha. Orang tidak bisa menentukan hasil dari usahanya.
Sebagai muslim dalam menjalankan usaha, al-Qur`an memberikan pelajaran penting
agar kita meminta tolong kepada Allah ta`ala. Dala surat al-Fatihah
secara tegas biasa kita ucapkan: wa iyyâka nasta`în(dan hanya
kepada-Mulah, kami memohon pertolongan). Di luar bulan Ramadhan kita harus
memohon pertolongan Alla ta`ala agar dimudahkan dalam menjalankan amal
seperti di bulan Ramadhan.
5
Melakukan Amalan Sedikit Tapi
Rutin
Mulailah dari sedikit. Jika yang sedikit sudah bisa rutin, baru kemudian
menambahnya dengan amalan yang lain. Ini adalah prinsip dari sebuah
keistiqamahan. Sedikit tapi rutin inilah, yang membuat amalan yang di mata
kebanyakan orang remeh dan kecil, tapi bernilai besar menurut pandangan Allah ta`ala.
Kita tentu tahu sahabat yang bernama Bilal bin Rabbah. Sewaktu masih hidup di
dunia, terompahnya sudah terdengar di surga. Apa anda mengira Bilal beramal
sebagaimana Abu Bakar dan Umar? Tidak. Sewaktu ditanya, Bilal menjawab: “Setiap
aku selesai bersuci. Aku melaksanakan shalat dua rakaat”. Hanya itu saja, tapi
bernilai luar biasa karena istiqamah. Bilal tahu betul bahwa sebaik-baik amalan
di mata Allah ialah yang paling rutin meski sedikit, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.
6
Menjalankan Amal Secara Bertahap
Bertahaplah dalam beramal. Kehendak
dan keinginan manusia tidak ada pangkalnya, sedangkan kemampuan manusia amat
terbatas. Hanya orang yang melakukan sesuatu secara bertahap yang akan mampu
sampai finish. Banyak sebenarnya orang yang diberi kemampuan oleh Allah
ta`ala melebihi orang-orang pada umumnya. Tetapi karena tidak mampu
mengontrol keinginginannya yang ingin cepat-cepat sukses, tanpa mengindahkan
prinsip kebertahapan, akhirnya jatuh di tegah jalan. Prinsip kebertahapan ini
bukan saja berlaku dalam, syari`at, dan dakwah, ia juga berlaku pada teknis
pelaksanaan sesuatu. Dari kehidupan manusia saja kita di ajarkan untuk
bertahap. Tidak ada manusia yang dilahirkan langsung berdiri dan tertawa, yang
ada ialah manusia yang tumbuh berkembang sesuai dengan sunnatullah. Di
dalam kebertahapan, tersimpan kesuksesan.
7
Mendekatkan Diri dengan
Orang-orang Shalih
Yang tidak kalah pentingnya ialah
kebaikan itu akan tumbuh berkembang dengan baik ketika didukung dengan
lingkungan yang baik. Mendekatkan diri dengan orang-orang yang sholih merupakan
keniscayaan jika kita menginginkan amal kita tetap terpelihara. Ini bukan
berarti kita tidak boleh bergaul dengan orang yang buruk, karena sebagai muslim
kita tetap mempunyai kewajiban untuk berdakwah. Kuncinya ke dalam kita mencari
penguatan dengan bergaul bersama orang-orang sholih, ke luar kita tetap
berdakwah tanpa harus terwarnai dengan sikap buruk orang yang kita dakwahi.
Rasulullah sudah mencontohkannya. Beliau ketika pertama kali dakwah hanya
sendirian. Yang beliau lakukan ialah mencetak orang-orang shalih. Menciptakan
suatu kondisi yang bisa disebut sebagai ‘kesolehan kolektif’ sehingga
meungkinkan pertumbuhan orang-orang sholih di sekitarnya. Jadi, mendekatkan
diri dengan orang shalih tidak bertentangan dengan bergaul dengan orang yang
tidak shalih dalam kerangka dakwah. Semoga dengan tujuh poin tadi kita bisa mawas
diri dan mampu menjaga amalan-amalan di bulan Ramadhan untuk kemudian
ditransfer pada bulan-bulan yang lain di luar bulan Ramadhan. Wallahu a`lam
bi al-Showab.
Sumengko,
Ahad 27 Juli 2014/16:25
sangat bagus tipsnya, dengan menerapkan 7M kita akan tetap rajin menjalankan ibadah terutama tidak akan lupa jam sholat meski ramadhan telah berlalau.
BalasHapus