Home » » “7M” Sebelum, Ketika & Setelah Ramadhan

“7M” Sebelum, Ketika & Setelah Ramadhan

Written By Amoe Hirata on Minggu, 27 Juli 2014 | 16.47


I
‘7 M’ Sebelum Ramadhan

            Bulan istimewa sebentar lagi hadir di tengah-tengah kita; bulan agung tak lama lagi datang menghampiri; bulan besar sebentar lagi tiba menyapa kita. Sudahkah kita siap menyambut tamu agung yang setiap tahun menghampiri kita? Tidakkah kita rindu dengan bulan yang penuh dengan rahmat, ampunan, dan berkah? Tidakkah kita kangen dengan bulan yang di dalamnya Al-Qur`an diturunkan? Apakah pintu jiwa kita tak terketuk untuk menyambut bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan? Apakah hati kita tidak tertarik untuk mempersiapkan diri menyongsong kedatangan bulan yang amalan ibadah akan dilipatgandakan melebihi bulan-bulan biasa? Apakah diri kita siap menghadapi bulan perjuangan? Ya, bulan itu adalah bulan Ramadhan yang senantiasa kita tunggu-tunggu kedatangannya. Bulan yang merupakan waktu yang tepat untuk bekerja, beramal, berkontribusi sebagai ujian untuk amalan-amalan setelahnya; bulan yang merupan momen yang tepat bagi orang muslim untuk kembali merapatkan barisan dalam bingkai keislaman yang indah dan penuh rahmat; bulan yang mengilhami setiap muslim agar selalu semangat dan antusias dalam beribadah dimana pun dan kapan pun berada.

Karena begitu agung dan besarnya bulan Ramadhan, maka sebelum kedatangannya kita harus mempersiapkan diri agar ketika sudah masuk waktu Ramadhan, kita sudah siap menyambutnya. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum kita memasuki bulan Ramadhan. Dalam judul tulisan di atas saya sebut sebagai: ‘7 M’ Sebelum Ramadhan. Maksudnya ialah tujuh hal yang perlu diperhatikan benar-benar sebelum kita memasuki bulan Ramadhan. Ketujuh hal tersebut ialah sebagai berikut:

PERTAMA: Memaknai Kembali Ramadhan.

Yang dimaksud dengan memaknai kembali Ramadhan ialah kita berusaha menyegarkan kembali makna yang berkaitan dengan Ramadhan(tentunya dengan merujuk kembali kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah). Selama ini kita menjumpai pada kebanyakan masyarakat muslim –pada sikap dan perilaku yang ditunjukkan- dalam memaknai Ramadhan ialah sebagai momen untuk melampiaskan segala amal yang dimampu. Di bulan Ramadhan banyak kita jumpai masjid-masjid menjadi penuh, orang berinfak kian menjamur, banyak sekali orang-orang yang tiba-tiba menjadi dermawan, banyak sekali orang yang jarang mengaji tiba-tiba mengaji. Kesan yang paling cepat ditangkap melihat fenomena tersebut memberikan gambaran seolah-olah Ramadhan adalah ‘pabrik pahala’ yang memacu seseorang untuk lembur sebulan penuh untuk meraup ‘keuntungan pahala’ sebesar-besarnya; seakan-akan Ramadhan menjadi semacam ‘perusahaan ampunan’ yang dikapitalisasikan sedemikian rupa untuk mendapatkan ampunan sebesar-besarnya, sehingga ketika keluar dari Ramadhan akan menjadi seperti bayi yang baru dilahirkan. Meskipun keinginan untuk mendapat pahala dan ampunan sama sekali tidak salah, tapi kalau hal itu dijadikan fokus, maka akan berdampak negatif pada amalan-amalan sesudah Ramadhan. Akibatnya banyak sekali orang yang kembali seperti sedia kala, karena merasa sekeluarnya dari Ramadhan sudah terbebas dari dosa.
            Ramadhan bukanlah ‘pasar kaget’ yang kelihatan ramai dan semarak tetapi hanya bersifat sementara. Ramadhan adalah bulan istimewa yang dipilih oleh Allah sebagai semacam madrasah(sekolah) untuk menguji amal orang-orang beriman di bulan-bulan selanjutnya. Kalau kita merujuk pada ayat 183 dari surat Al-Baqarah, tujuan puasa ialah: la`allakum tattaqûn(agar kalian bertakwa). Artinya supaya amal-amal yang ada di dalamnya menjadikan kita orang bertakwa secara kontinu baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Kalau kita jeli membaca ayat-ayat yang senada dengan kata: la`allakum tattaqûn yang ada dalam Al-Qur`an, maka puasa Ramadhan hanya menjadi salah satu media untuk menjadikan manusia muslim bertakwa, media yang lebih luas untuk meraih takwa ialah dengan beribadah kepada Allah(Qs. Al-Baqarah: 21). Jadi merupakan pemahaman yang keliru jika kebanyakan orang menyangka hanya pada bulan Ramadhanlah waktu yang tepat mengaktualisasikan segenap amalan kebaikan, karena yang namanya ibadah –sebagai media untuk meraih ketakwaan- dilaksanakan bukan hanya di bulan Ramadhan, tetapi juga bulan-bulan sesudahnya. Jadi yang dimaksud dengan memaknai kembali ialah meluruskan kesalahpahaman kebanyakan orang yang menjadikan Ramadhan sebagai ajang ‘aji mumpung’ yang terbatas pada satu bulan.

KEDUA: MEMBIASAKAN DIRI DENGAN AMAL

            Persepsi yang salah dengan Ramadhan berakibat negatif pada cara menyambut bulan Ramadhan. Banyak orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan persiapan-persiapan –yang sejatinya- lebih banyak bersifat materil daripada spirituil. Tak sedikit yang menyambutnya dengan mempersiapkan makanan sebanyak-banyaknya; membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan; bahkan ada yang sengaja membeli petasan atau yang semacamnya supaya Ramadhan terlihat meriah.  Tentu saja ini sangat bertentangan dengan kandungan nilai Ramadhan, yang prinsip utamanya ialah menahan diri dan mengontrol jiwa. Artinya puasa bukan disambut dengan melampiaskan sesuatu secara materil. Puasa justru disambut dengan kesunyian, bukan keramaian. Puasa disambut dengan amalan-amalan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Karena itulah jika kita melihat bagaimana para sahabat menyambutnya, ternyata bukan sambutan-sambutan yang menonjolkan perkara materil. Mereka menyambutnya dengan mepersiapkan diri pada enam bulan sebelum Ramadhan untuk membiasakan beramal. Sehingga ketika bulan Ramadhan datang –di samping sudah terbiasa beramal-, mereka semakin mudah untuk meningkatkan  intensitas amal, sehingga ada peningkatan dari Ramadhan ke Ramadhan. Dengan membiasakan diri untuk beramal sebelum datangnya Ramadhan maka kita akan memasuki Ramadhon dengan penuh kesadaran, harapan dan siap menyambut ampunan Allah ta`âla sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shollallôhu `alaihi wasallam:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Barangsiapa berpuasa Ramadhan (dengan penuh) iman dan harapan(meraih ridho Allah), (maka) dosa-dosanya yang telah berlalu (pasti) diampuni”(Hr. Bukhori Muslim). Masalahnya kemudian ialah: ungkinkah kita memiliki keimanan dan harapan maksimal, jika kita tidak membiasakan diri sebelum Ramadhan untuk beramal dan beramal?

KETIGA: MENANAMKAN TEKAD YANG KUAT

            Yang tidak kalah pentingnya untuk dipersiapkan sebelum Ramadhan ialah: tekad yang kuat. Al-Qur`an membahasakannya dengan kata ‘`azam’. Para Nabi dan Rasul punya yang memiliki tekad yang kuat dibanding dengan yang lainnya diistilahkan Al-Qur`an dengan istilah ‘ulul `azmi’ (yang mempunya tekad yang kuat). Tekad yang kuat akan lahir jika sebelum Ramadhan kita bisa mengetahui ilmu tentang puasa berikut keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya. Tekad yang kuat inilah yang nantinya akan menjadi energi dahsyat  dalam berkarya dan berkontribusi dalam Ramadhan. Dengan tekad yang kuat, kita akan menghadapi Ramadhan dengan penuh kesadaran dan optimisme yang tinggi. Allah berfirman dalam Al-Qur`an:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Lalu apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(Qs. Ali Imron: 159). Kalau tekad sudah kuat dan bulat, maka upaya selanjutnya ialah segera merealisasikannya dengan amal-amalan nyata, sembari tetap menyerahkan atau mewakilkan hasilnya pada Allah ta`âla . Dengan tekad yang kuat dan disertai usaha dan menyerahkan hasil pada Allah ta`âla, bukan saja kita akan dimudahkan oleh Allah ta`âla, kita juga akan dicintai oleh Nya. Betapa bahagianya jika muslim mendapatkan cinta dari Allah subhanahu wata`ala. Kalau kita jumpai melalui litelatur sejarah bahwa para sahabat begitu semangatnya dalam menghidupkan amal dalam bulan Ramadhan, maka salah satu jawabannya ialah karena mereka mempunyai tekad yang kuat.

KEEMPAT: TAZKIYATUN NAFS(MENSUCIKAN JIWA)

            Mensucikan jiwa (tazkiyatu al-nafsi) adalah hal yang mutlak untuk dipersiapkan sebelum Ramadhan, mengingat hanya dengan jiwa yang bersih seorang muslim bisa optimal dan maksimal dalam beribadah. Bahkan dalam Al-Qur`an dinyatakan salah satu perkara yang membuat beruntung ialah ketika manusia bisa mensucikan jiwanya. Allah ta`ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
 “Sungguh beruntung orang yang mensucikannya”(Qs. As-Syams: 9). Kenapa beruntung? Pada dasarnya, jika manusia mempunyai jiwa yang bersih, maka dia akan dengan ringan dan mudah untuk melakukan amalan kebaikan. Ibarat komputer, kalau bersih dari virus-virus dan didukung dengan ram yang bagus, maka kerja komputer akan lancar tanpa hambatan. Jiwa yang bersi inilah pada hakikatnya yang membantu orang mukmin bekerja dengan giat dan semangat.
            Bagaimana agar jiwa kita berinteraksi dengan jiwa, agar senantiasa dalam kondisi yang prima? Imam Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam magnum opusnyaMinhâju al-Muslim’ mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan jiwa, diantaranya sebagai berikut:
  1. Taubat. Untuk mengembalikan jiwa pada kondisi primanya tentu saja kita harus mensucikannya dari noda kemaksiyatan dan dosa. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam meminta ampun dalam sehari sebanyak seratus kali. Orang yang sudah dijamin masuk surga saja seperti itu, lalu bagaimana dengan kita?
Allah berfirman dalam al-Qur`an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(Qs. At-Tahrim: 8).
  1. Muhâsabah(evaluasi diri). Muhâsabah berarti berusaha menghitung-hitung kesalahan dan kelebihan diri untuk masa depan yang lebih baik. Allah berfirman dalam al-Qur`an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Qs. Al-Hasyr: 18). Imam Abu Hamid Al-Ghozali dalam kitabnya yang berjudul: Ihyâ Ulumi al-Dîn menyitir perkataan Umar bin Khottob rodiyallohu `anhu:
حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا وزنوها قبل أن توزنوا وتهيئوا للعرض الأكبر
“Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab (di akhirat), timbanglah sebelum kalian ditimbang, serta persiapkanlah diri kalian untuk ‘pameran besar’(kehidupan akhirat). Bahkan Umar menulis surat pada Abu Musa Al-Asy`ari: “Evaluasilah dirimu keti dalam kondisi lapang, sebelum datangnya masa perhitungan di waktu susah(akhirat)”. Jadi evaluasi diri merupakan hal yang sangat penting untuk jiwa agar berada pada kondisi terbaiknya.


  1. Mujâhadah(bersungguh-sungguh)
  1. Mujâhadah(bersungguh-sungguh). Untuk mendapatkan hasil terbaik, mau tidak mau seorang muslim harus bersungguh-sungguh. Apalagi dengan urusan yang berkaitan dengan pensucian jiwa untuk diorientasikan pada kehidupan akhirat. Allah berfirman dalam al-Qur`an:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh pada(jalan) kami, maka sungguh akan kami tunjukkan pada jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang yang muhsinin(berbuat baik)” (Qs. Al-`Ankabut: 69).
  1. Murôqobah(Merasa diawasi oleh Allah ta`ala)
Yang terakhir yang tidak kalah pentingnya ialah murôqobah yaitu sebuah kesadaran internal dari seorang mukmin bahwa Allah mengawasi segenap gerakgeriknya. Hatinya selalu on dengan Allah subhanahu wata`ala. Ia sadar betul dengan firman Allah ta`ala:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tidaklah perkataan diucapkan melainkan padanya ada (malaikat) Roqib dan `Atid”(Qs. Qof: 18). Sehingga ia berusaha menjaga diri untuk tidak melakukan maksiyat dan dosa. Keimanan membuatnya sadar bahwa segala yang dilakukannya akan dipantau oleh malaikat yang bertugas mencatat amal. Ia juga ingat betul firman Allah ta`ala: “Sesungguhnya adalah Allah Maha Mengawasi kalian”(Qs. An-Nisa: 1). Itulah empat hal yang bisa membantu jiwa agar senantiasa bersih dan bisa berada dalam kondisi terbaiknya. Wallohu a`lam.

KELIMA: MEMANJATKAN DO`A
            Manusia hanya bisa berusaha dan berikhtiar. Apapun hasilnya pasti Allah ta`ala yang menentukan. Hanya saja yang perlu diperhatikan dan cicamkan baik-baik ialah jangan sampai kita terlena dengan usaha yang akan kita kerahkan, khususnya jika kita mempersiapkan amal amal untuk menghadapi Ramadhan. Amal saja tidak cukup untuk mendapatkan hasil yang bagus, kita perlu ‘melibatkan Allah’ dengan cara berdo`a kepadanya. Berdo`a merupakan hal sangat penting bagi mu`min. Imam tirmidzi meriwayatkan: “Berdo`a adalah otak ibadah”. Artinya doa itu merupakan hal sangat penting dan inti  dalam ibadah mukmin. Tetapi yang perlu ditekankan di sini ialah dalam berdo`a kita harus optimis untuk dikabulkan. Nabi Muhammad shollallahu `alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim berdoa kecuali dikabulkannya. Bisa dengan dipercepat pemberiannya di dunia, bisa dijadikan tabungan baginya di akherat dan bisa juga dihapuskan dosa-dosanya setara dengan doanya selama ia tidak berdoa sambil berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi atau meminta cepat-cepat dikabulkan.” (HR. At Tirmidzi dari Abu Hurairah). Hadits ini mengajarkan kita tetap optimis. Para sahabat dan ulama salaf tak henti-hentinya memanjatkan do`a agar dipertemukan dengan Ramadhan. Sekali lagi, doa adalah hal sangat penting untuk dilakukan sebelum datangnya Ramadhan.

KEENAM: MERENCANAKAN KEGIATAN
            Ada ungkapan menarik berupa: Kebenaran yang tak terorganisir dengan baik, (pasti) akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik. Sangat benar ungkapan itu. Sebaik apapun i`tikada dan usaha kita dalam menyambut Ramadhan, tetapi tidak pernah kita rencanakan sebelumnya, maka akan kacau. Dengan manajemen waktu dan perencanaan yang baik, kegiatan di bulan Ramadhan akan berjalan dengan baik, terarah dan teratur. Dari sejarah para Nabi kita bisa mengambil pelajaran berharga betapa segenap urusannya sangat terencana dan teraratur dengan baik. Kegiatan rutin dan intens beliau setiap Ramadhan sudah terencana dengan baik. Diantara kegiatan beliau ialah: Membaca dan mendaras al-Qur`an(langsung disimak Jibril), bersedekah dan berinfaq melebihi hari-hari biasanya, beri`tikaf di sepuluh hari terakhir serta amalan-amalan lain yang terencana dengan baik oelh beliau. Bahkan dalam bulan Ramadhan beliau pernah mendapatkan kemenangan luar biasa dalam pertempuran Badar dan Fathu Makkah(Pembebasan Mekah). Ini tidak akan diraih –setelah izin Allah- tanpa ada perencanaan can strategi yang matang. Para sahabat pun demikian, mereka sudah punya rencana menyambut Ramadhan dengan amal jauh-jauh hari sebelum Ramadhan.

KETUJUH: MEMILIH AMAL UNGGULAN
            Yang terakhir dan perlu diperhatikan ialah kita harus memilih amalan unggulan apa yang kiranya nanti bisa kita laksanakan dengan baik sesuai dengan kemampuan kita. Tidak semua orang bisa melakukan segala amal; dan tidak semua orang bisa mendawami atau istiqomah dengan amalnya, maka memilih amalan yang paling bisa untuk dikerjakan dan didawami adalah perkara yang sangat penting. Dalam al-Qur`an sendiri yang dijadikan acuan ialah bukan banyaknya amal tapi sebaik-baik amalan. Kita tidak akan mungkin mendapatkan amalan terbaik jika kita tidak mampu istiqomah dalam menjalankannya. Amalan sedikit tapi dawam lebih dicintai oleh Allah daripada banyak tapi tak dawam. Nabi bersabda:
أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Amal yang paling dicintai oleh Allah ialah yang paling dawam(langgeng, istiqomah) meskipun sedikit”(Hr. Bukhori dan Muslim). Dengan memilih amalan unggulan, akan membantuh mengarahkan kita pada amal yang terbaik dan dicintai Allah ta`ala. Para sahabat pun tidak semua yang mampu mengerjakan segala amal. Ada yang spesialis beramal dalam sedekah, ada yang dalam belajar, ada juga yang beramal dalam bidang jihad perang dan lain sebagainya. Jadi menentukan sejak awal amal unggulan yang pas dengan kita akan membantuh kita dalam meraih amalan terbaik dan berkesinambungan dalam bulan Ramadhan.
Wallahu a`lam bi al-Showab.

Sumengko, Ahad 27 Juli 2014/13:26
II
‘7 M’ Ketika Ramadhan


            Bulan penuh ampunan, rahmat dan berkah sudah hadir di tengah-tengah kita. Sudah cukupkah bekal yang kita persiapkan untuk menjalankannya. Janngan-jangan kita masih berfikir bahwa menyambut Ramadhan cukup hanya dengan sambutan-sambutan yang sifatnya materil, sehingga yang menonjol hanya menyiapkan makanan dan perkakas lainnya yang dianggap penting dalam Ramadhan. Apa tidak boleh menyiapkan kebutuhan materil dalam untuk menyambut bulan Ramadhan? Tentu saja boleh. Tapi jangan sampai itu dijadikan prioritas utama. Karena sejatinya bulan Ramadhan adalah bulan untuk menahan dan mengontrol diri. Untuk sesuatu yang halal saja kita harus mengontrol diri, apalagi yang haram. Dengan memfokuskan diri pada bidang materil untuk menghadapi Ramadhan, maka tak jarang dijumpai fenomena yang samasekali bertolak belakang dengan nilai puasa di bulan Ramadhan, diantaranya yang kerap terjadi di  kalangan masyarakat muslim ialah: membengkaknya pengeluaran. Karena itulah supaya ibadah kita di bulan Ramadhan bisa maksimal, serta terhindar dari hal-hal yang tidak begitu penting, maka berikut ini ada beberapa poin yang perlu diperhatikan agar ketika Ramadhan kita bisa memanfaatkannya dengan baik:
1
Menata Niat
            Menata niat sangat penting bagi setiap muslim. Syarat diterimanya ibadah ialah jika diniati dengan ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya. Sejak awal kita harus menata niat dengan baik. Kita niatkan bahwa segala amal yang dilakukan di bulan Raadhan hanya untuk merah keridhaan Allah subhanahu wata`ala. Kita juga berniat sejak awal bahwa amalan yang akan dilakukan akan diupayakan sedemikian rupa agar tetap berkesinambungan baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Mengingat sangat pentingnya niat, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya (setiap) amalan tergantung pada niatnya”(Hr. Bukhori dan Muslim). Kalau niat kita sejak awal adalah benar-benar tulus hanya untuk Allah, insyaallah akan dimudahkan dan dianugerahi keistiqamahan setelah bulan Ramadhan. Dengan niat yang tulus ini kita akan masuk dalam kategori hadits Rasulullah shollallahu `alaihi wasallam: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan (karena) iman dan (tulus untuk) mengharap (ridha Allah, maka dosa-dosa yang telah lampau (pasti) diampuni Allah ta`ala”(Hr. Bukhori dan Muslim).

2
Memulai Dengan ‘BASMALAH’

            Memulai Ramadhan dengan basmalah(dengan nama Allah) berarti kita secara sadar menanamkan kesadaran mendasar pada hati kita bahwa Allah menjadi tumpuan awal dan akhir dari amal kita. Tidak ada segala sesuatu yang terjadi tanpa kehendak dan pengetahuan Allah. Dengan basmalah kita akan menjalani ibadah di bulan Ramadhan dengan aman dan tentram. Ketika sebelumnya banyak dosa, kita merasa aman karena Allah adalah Ar-Rahman(Maha Pengasih), sebesar apapun dosa manusia pasti diampuni asal mau bertaubat. Ketika kita merasa kebaikan yang dilakukan lebih banyak daripada keburukan, maka kita merasa tentram karena Allah adalah Ar-Rahim(Maha Penyayang), orang-orang yang beriman mendapat kasih sayang khusus dari Allah subhanahu wata`ala. Kesadaran basmalah bila dipraktikkan secara benar, akan membantu setiap muslim senantiasa semangat dalam beramal dan bekerja, apalagi di bulan Ramadhan. Kesadaran ini pula akan membuat setiap muslim tidak sembrono dalam beramal, dan selalu mementingkan kepentingan yang mengarah pada keridhaan Allah daripada kepentingan-kepentingan pribadi. Allah menjadi tumpuan utama dan menjadi tempat bergantung.
3
Memulai Amal Yang Paling Ringan

            Kebanyakan orang menjadikan bulan Ramadhan menjadi semacam ‘bulan pelampiasan’ sehingga ada yang melakukan amal sebanyak-banyaknya dengan sebenap macamnya untuk diluapkan di bulan Ramadhan. Tiba-tiba banyak dijumpai orang yang rajin shalat jama`ah, sedekah, shalat malam, mengaji al-Qur`an dan lain sebagainya. Karena tidak memilih amal yang paling ringan dan mudah dilakukan sesuai kemampuan diri, akhirnya di luar bulan Ramadhan amalan-amalan menjadi terhenti dan putus. Putus karena disamping persepsi dan niat yang salah, amalan-amalan dilakukan tanpa melihat kadar kemampuan diri. Sehingga kita tidak heran jika banyak orang gagal ketika keluar dari bulan Ramadhan, karena tidak memilih amalan yang paling ringan dilakukan. Maka dari itu, yang perlu diperhatikan agar amalan kita berkualitas baik dan tetap istiqomah, kita perlu memilih amalan yang paling mudah kita lakukan, agar tidak membuat bosan dan putus di tengah jalan.
4
Menjalankan Secara Bertahap

            Di antara hal yang membuat orang mudah lelah, bosan dan putus asa ialah ketika melakukan sesuatu dengan sebanyak-banyaknya tanpa mengindahkan tahapan-tahapan. Ibarat orang lari maraton, ia langsung berlari sekencang-kencangnya sehingga sebelum sampai finish tenaga sudah habis lebih dahulu karena salah dalam menggunakan tenaga. Nabi sendiri sudah mengingatkan kita. Ada ungkapan menarik yang diriwayatkan Imam Baihaqi dalam kitab syu`abu al-Imân: “Sesungguhnya agama ini sangat kokoh, maka masuklah ke dalamnya dengan lembut”. Kelambutan mencerminkan kebertahapan. Itulah mengapa kita dapati beberapa larangan syari`at dilakukan secara bertahap seperti keharaman minum khamr dan perintah untuk berjilbab dan lain sebagainya. Melakukan amalan secara bertahap sangat penting lantaran untuk membuat kita konsisten dalam menjalankannya. Dalam bulan Ramadhan, kalau kita langsung melakukan amalan di luar kebiasaan kita langsung dengan jumlah banyak tanpa bertahap, bisa dipastikan di luar bulan Ramadhan pasti kita akan meninggalkan amalan-amalan itu. Padahal tujuan disyariatkan puasa di bulan Ramadha ialah untuk membuat orang bertakwa. Sedangkan ketakwaan itu harus tetap diupayakan baik di bulan atau di luar bulan Ramadhan.
5
Menunaikan Amal Secara Berkesinambungan

            Imam Bukhori dan Muslim dalam kitab shohih-nya meriwayatkan, Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam bersabda: “Amal yang paling dicintai oleh Allah ialah yang paling dawam(istiqomah, langgeng) meskipun sedikit”. Kelanggengan dan keistiqamahan amal ini erat kaitannya denga melakukan amalan sesuai dengan kemampuan serta dilakukan secara bertahap. Kebersinambungan amal ini juga menjadi sebagai tanda bagi sukses tidaknya muslim dalam beribadah di bulan Ramadhan. Suatu saat Rasulullah shallalahu `alaihi wasallam naik mimbar sembari berkata amin tiga kali. Para sahabat heran dan bertanya mengenai pengaminan beliau sebanyak tiga kali. Beliau mengatakan sedang mengamini doa Jibril. Salah satu yang beliau amini ialah: celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi tidak diampuni dosa-dosanya(Hr. Turmudzi). Supaya Ramadhan kita diterima dengan baik maka kita mengusahakan amalan yang rutin di bulan Ramdhan untuk kemudian dilanjutkan di luar bulan Ramdhan.

6
Mendawami Jama`ah dan Orang-orang Sholih

            Membiasakan diri dan menjaga jama`ah adalah faktor penting yang membuat kita sukses di bulan Ramadhan. Dengan berjama`ah kita akan menjadi kuat. Pekerjaan juga akan menjadi ringan. Meninggalkan jama`ah bagaikan seekor biri-biri yang sendirian, amat mudah diterkam oleh serigala. Tak hanya itu, kita harus slektif dalam memilih teman baik. Teman yang baik diibaratkan oleh Nabi dengan penjual minyak wangi, yang berarti kita bisa membeli manfaat darinya, atau kalau tidak bisa membeli kita tetap terkena bau wanginya. Sedangkan teman yang buruk ialah diibaratkan seperti pande besi, yang memercikan apai sehingga bisa membakar bahkan baunya tak enak(Hr. Bukhori Muslim). Singkatnya, kita harus menjaga jama`ah dan bergaul dengan orang-orang sholih. Ini persis seperti lagu yang sudah mayshur yaitu: Tombo Ati.

7
Memanjatkan Doa

            Kita tidak pernah tahu apakah amalan kita akan diterima oleh Allah atau tidak selama bulan Ramadhan. Sudah menjadi keniscayaan bahwa sebagai muslim kita harus berdo`a kepada Allah ta`ala. Kalau kebanyakan dari antara kita merasa bahagia ketika bulan Ramadhan, maka lain halnya dengan para sahabat dan salafus sholih, mereka sedih bukan main memanjatkan do`a agar diterima segala amal kebaikannya dan diberi keistiqamahan dalam menjalankannya. Kita tidak tahu secara pasti apakah kita masi menjumpai Ramadhan pada tahun berikutnya, maka kita harus berdoa agar amalan kita dikabulkan dan konsisten beramal sepanjang waktu hingga diperjumpakan dengan bulan Ramadhan tahun depan. Semoga ini bermanfaat dan menjadikan kita semangat dan konsisten dalam beramal baik dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Wallahu a`lam bi al-showab.

Sumengko, Ahad 27 Juli 2014/14:55

III
‘7 M’ Setelah Ramadhan

            Bulan penuh ampunan sebentar lagi meninggalkan kita; bulan penuh rahmat sebentar lagi pergi; bulan penuh barakah sebentar lagi habis. Apakah kita termasuk orang yang sukses atau merugi. Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan emas ini. Tidak semua yang mendapat kesempatan mampu memanfaatkan dengan baik. Tidak semua yang mampu memanfaatkan dengan baik tetap bisa istiqamah baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Berikut ini ada beberapa poin yang perlu diperhatikan agar kita di bulan Ramadhan bisa tetap istiqamah dan konsisten dalam beribadah:

1
Mengevaluasi Amal

            Amalan yang baik adalah amalan yang bisa dievaluasi dan terukur. Tiadak akan bisa terukur kalau sebelumnya tidak direncanakan dengan baik. Bagi kita yang sebentar lagi akan ditinggal Ramadhan perlu kiranya mengevaluasi diri. Evaluasi ini sangat penting mengingat manusia tidak lepas dari kesalahan. Kesalahan dievaluasi agar kita bisa menjadi yang terbaik sebagaimana yang difirmankan Allah: Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapakah diantara kalian yang paling baik amalnya (Qs. Al-Mulk: 2). Supaya amalan kita kedepan bisa lebih baik, evaluasi terhadap amalan-amalan yang telah dilakukan merupakan sebuah keniscayaan.
2
Memperbarui Niat

            Tajdîdun al-niyyah(memperbarui niat) juga tidak kalah pentingnya. Dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan rintangan dan halangan, terkadang ada saat dimana manusia dihadapkan pada titik nadir kejemuan dan kemalasan yang membuatnya rawan tergelincir pada kesalahan-kesalahan. Supaya manusia bisa kembali pada tujuan semula, maka niat perlu diperbarui. Kalau kita mengalami futur di luar bulan Ramadhan, memperbarui niat adalah solusinya. Memperbarui dalam artian mengembalikan niat pada niat posisi awalnya. Ini persis seperti kerja ‘refresh’ dalam komputer: memberi penyegaran bagi kerja komputer.

3
Mengatur Waktu

            Waktu adalah kehidupan. Orang yang tidak pandai mengatur waktu sama saja sedang membunuh dirinya. Sebesar apapun harta yang kita miliki tak akan bisa membeli waktu yang telah hilang. Kalau di bulan Ramadhan kita sudah terbiasa untuk mengatur waktu dalam beribadah, kita juga harus mengatur waku di luar bulan Ramadhan. Supaya tidak cepat bosan dan futur, memang dalam mengatur waktu kita tidak harus langsung secara ketat. Kita encoba mengaturnya sesuai dengan kemampuan kita, tapi berusaha istiqamah. Misalkan kalau dalam sehari kita tak bisa membaca al-Qur`an sebanyak satu juz, maka cukup dengan setengah juz saja. Demikian juga pada hal-hal yang lainnya yang perlu pengaturan waktu, supaya waktu kita bisa teratur dengan baik.
4
Memohon Pertolongan Allah

            Sehebat-hebat manusia, yang bisa dilakukannya hanyalah usaha. Orang tidak bisa menentukan hasil dari usahanya. Sebagai muslim dalam menjalankan usaha, al-Qur`an memberikan pelajaran penting agar kita meminta tolong kepada Allah ta`ala. Dala surat al-Fatihah secara tegas biasa kita ucapkan: wa iyyâka nasta`în(dan hanya kepada-Mulah, kami memohon pertolongan). Di luar bulan Ramadhan kita harus memohon pertolongan Alla ta`ala agar dimudahkan dalam menjalankan amal seperti di bulan Ramadhan.

5
Melakukan Amalan Sedikit Tapi Rutin
Mulailah dari sedikit. Jika yang sedikit sudah bisa rutin, baru kemudian menambahnya dengan amalan yang lain. Ini adalah prinsip dari sebuah keistiqamahan. Sedikit tapi rutin inilah, yang membuat amalan yang di mata kebanyakan orang remeh dan kecil, tapi bernilai besar menurut pandangan Allah ta`ala. Kita tentu tahu sahabat yang bernama Bilal bin Rabbah. Sewaktu masih hidup di dunia, terompahnya sudah terdengar di surga. Apa anda mengira Bilal beramal sebagaimana Abu Bakar dan Umar? Tidak. Sewaktu ditanya, Bilal menjawab: “Setiap aku selesai bersuci. Aku melaksanakan shalat dua rakaat”. Hanya itu saja, tapi bernilai luar biasa karena istiqamah. Bilal tahu betul bahwa sebaik-baik amalan di mata Allah ialah yang paling rutin meski sedikit, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

6
Menjalankan Amal Secara Bertahap

            Bertahaplah dalam beramal. Kehendak dan keinginan manusia tidak ada pangkalnya, sedangkan kemampuan manusia amat terbatas. Hanya orang yang melakukan sesuatu secara bertahap yang akan mampu sampai finish. Banyak sebenarnya orang yang diberi kemampuan oleh Allah ta`ala melebihi orang-orang pada umumnya. Tetapi karena tidak mampu mengontrol keinginginannya yang ingin cepat-cepat sukses, tanpa mengindahkan prinsip kebertahapan, akhirnya jatuh di tegah jalan. Prinsip kebertahapan ini bukan saja berlaku dalam, syari`at, dan dakwah, ia juga berlaku pada teknis pelaksanaan sesuatu. Dari kehidupan manusia saja kita di ajarkan untuk bertahap. Tidak ada manusia yang dilahirkan langsung berdiri dan tertawa, yang ada ialah manusia yang tumbuh berkembang sesuai dengan sunnatullah. Di dalam kebertahapan, tersimpan kesuksesan.

7
Mendekatkan Diri dengan Orang-orang Shalih

            Yang tidak kalah pentingnya ialah kebaikan itu akan tumbuh berkembang dengan baik ketika didukung dengan lingkungan yang baik. Mendekatkan diri dengan orang-orang yang sholih merupakan keniscayaan jika kita menginginkan amal kita tetap terpelihara. Ini bukan berarti kita tidak boleh bergaul dengan orang yang buruk, karena sebagai muslim kita tetap mempunyai kewajiban untuk berdakwah. Kuncinya ke dalam kita mencari penguatan dengan bergaul bersama orang-orang sholih, ke luar kita tetap berdakwah tanpa harus terwarnai dengan sikap buruk orang yang kita dakwahi. Rasulullah sudah mencontohkannya. Beliau ketika pertama kali dakwah hanya sendirian. Yang beliau lakukan ialah mencetak orang-orang shalih. Menciptakan suatu kondisi yang bisa disebut sebagai ‘kesolehan kolektif’ sehingga meungkinkan pertumbuhan orang-orang sholih di sekitarnya. Jadi, mendekatkan diri dengan orang shalih tidak bertentangan dengan bergaul dengan orang yang tidak shalih dalam kerangka dakwah. Semoga dengan tujuh poin tadi kita bisa mawas diri dan mampu menjaga amalan-amalan di bulan Ramadhan untuk kemudian ditransfer pada bulan-bulan yang lain di luar bulan Ramadhan. Wallahu a`lam bi al-Showab.

Sumengko, Ahad 27 Juli 2014/16:25
Share this article :

1 komentar:

  1. sangat bagus tipsnya, dengan menerapkan 7M kita akan tetap rajin menjalankan ibadah terutama tidak akan lupa jam sholat meski ramadhan telah berlalau.

    BalasHapus

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan