“Cak!
Jujur aku ga terima. Masak aku sudah menghitung-hitung dan memverifikasi suara
di setiap TPS yang memenangkan Prabowo, kok sekarang yang menang malah Jokowi.
Ga terima aku. Pasti ini ada kecurangan. Pasti ada konspirasi. Pasti ada
persengkokolan.” Suara Markoden melampiaskan curhatnya pada Sarikhuluk. “Den,
kendalikan amarahmu. Dari awal `kan aku sudah memberi nasehat ke kamu. Jangan
sampai masalah pemilu –meski menurutmu besar- memenuhi segenap ruang batin dan
pikiranmu. Kamu ini muslim. Mestinya tidak dijadikan kerdil dan hina hanya
untuk memikirkan masalah ‘teater lima tahunan’ ini. Aku mengerti Indonesia
membutuhkan pemimpin yang tegas, jujur dan berwibawa, tapi cara kamu memprotes
seperti tadi malah akan berbuah negatif, baik bagi kamu maupun rekanmu. Masalah
kecurangan `kan bisa ditempuh dengan jalur hukum. Kalaupun jalur hukum tak bisa
ditempuh ya jangan kecil hati. Tugasmu sudah cukup bekerja sejujur-jujurnya,
semaksimal kemampuan, dan sebagus mungkin. Kalau ternyata hasilnya tak sesuai,
ingat kita di dunia ini –sebagai orang beriman- tidak akan dibiarkan begitu
saja. Kalau benar memang pihak Jokowi curang, maka kecurangan tidak akan bertahan
lama. Kamu juga harus bisa proporsional dalam berfikir. Tidak mesti setiap yang
kita bela pasti steril dari kekeliruan dan kekhilafan. Kedua calon harus
ditakar dengan timbangan yang seobyektif mungkin.” Komentar Sarikhuluk
menasehati.
“Aku
bicara bukan sekadar bicara Cak. Aku punya data dan siap
mempertanggungjawabkannya. Sampai detik ini aku ga habis fikir kok bisa-bisanya
mereka melakukan keculasan itu.” Tambah Markoden membela diri. “Rupanya kamu
belum paham betul maksudku. Begini dengar baik-baik. Kehidupan ini sangat luas
Den. Jangan sampai mudah percaya atau mudah tidak percaya. Setiap fenomena yang
kamu lihat dan alami perlu difikirkan dan dianalisa. Jangan gampang kagetan!
Jangan mudah kaguman! Belajarlah pada sejarah politik dari masa kemerdekaan
hingga sekarang. Selama ini politik yang dipentaskan oleh politikus tidak
selamanya berbanding lurus dengan kandungan batin aslinya. Bukan berarti aku
tahu batin mereka lho ya. Lha gimana, kamu tahu sendiri betapa selama ini
demokrasi hanya dijadikan slogan indah untuk mendongkrak citra di mata orang
banyak. Rakyat dijadikan sebagai korban penipuan halus. Dalam politik -menurut
pengamatanku hingga detik ini- tidak ada kata-kata yang disampaikan berdiri apa
adanya sesua dengan makana yang terkandung di dalamnya. Mungkin kedepan tidak
kita jumpai korupsi-korupsi model transparan seperti di era-era sebelumnya,
tapi akan ada korupsi yang in-trasparan dimana caranya ialah dengan
mengamandemen undang-undang serta sistem yang bisa melegalkan mereka
berkorupsi. Indonesia ini negara kaya raya Den. Omong kosong kalau setiap
kejadian dalam negeri ini tak dimonitori oleh pihak asing.” Tambah Sarikhuluk
mengingatkan.
“Terus
aku sekarang harus gimana cak?” tanya Markoden. “Sekarang fokuslah kepada diri
sendiri dan keluarga. Bekerjalah sebaik-baiknya untuk masa depanmu dan masa
depan mereka baik di dunia maupun akhirat. Siapapun yang jadi sudah bisa
dipastikan tak akan mengenalmu. Kamu ‘LEGOWO’ saja. Jangan tergantung pada
negara! Kamu punya Tuhan. Gantungkanlah segala usahamu pada Tuhan. Kerusakan
yang terjadi di Indonesia ini sudah sangat susah –kalau tidak boleh dikatakan
mustahil- untuk diatasi. Kalaupun yang menang adalah Prabowo, juga tidak
sertamerta akan berubah seratus persen. Masalah negara ini begitu besar dan
kompleks Den. Karena begitu besar dan kompleksnya masalah di Indonesia ini,
maka sejatinya dibutuhkan orang-orang yang besar sekaligus sebanding dengan
beban yang diemban. Orang yang sejatinya ga mampu terus kemudian bilang mampu –
ingat betul-betul kata-kataku!- pasti akan jatuh sendiri meski tak dijatuhkan.
Sejak awal kamu `kan mengikuti keduanya berjanji dan merasa bisa mengatasi
masalah yang begitu ruet dalam negeri. Yang dibutuhkan oleh rakyat bukanlah
janji-janji, tapi kinerja; yang dibutuhkan rakyat itu bukan kata-kata indah,
tapi kontribusi nyata. Sama saja ga waras menurutku, kalau ada orang yang
dengan pedenya merasa mampu mengatasi masalah Indonesia, wong mengurusi masalah
pribadi dak keluarga saja belum sepenuhnya bisa. Apalagi yang suka ‘embo
jabatan’ (nambah jabatan padahal belum tuntas memimpin) jatuh sendiri.
Jangan mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya. Cerdaskan diri dan keluarga.
Jadilah orang bermanfaat, ajak orang berbuat sebaik-baiknya untuk selalu
menjadi baik. Jangan lagi mudah tertipu. LEGOWO saja karena: LEk GOro podo
karo mangan moWO.” Tutup Sarikhuluk.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !