“Al-hamdulillah Sarikhuluk
datang juga akhirnya.” Teriak Paijo saat pertama kali melihatnya datang ke
Pendopo al-Ikhlas. Belum sempat duduk nyruput kopi, Sarikhuluk sudah
dicurhati Paijo mengenai masalah pribadinya. “Cak, gimana nih, aku gagal total.
Aku sudah merencanakan bisnisku. Sudah kutaksir sedemikian rupa keuntungannya.
Modalku juga sudah habis. Taunya apa Cak, aku bangkrut. Impian tak menjadi
kenyataan, malah bertumpuk beban”
“Lha piye toh, masa
depan kok dipastikan gitu. Itu namanya ndisiki pengeran(mendahului Allah).” Komentar
Sarikhuluk. “Maksudnya apa Cak?”
tanyanya mantap. “Yang terjadi di masa depan, baik untung maupun rugi, semua
berada di tanganNya. Manusia hanya mampu berusaha, kepastian masa dapan, berada
pada Tuhan. Makanya, jangan sekali-kali memastikan sesuatu yang belum pasti,
kalau ga mau gigit jari.”
“Dalam Surah al-Hujurat:
1, ada larangan untuk la tuqaddimu baina yadayillahi wa rasulih(janganlah
mendahului Allah dan RasulNya). Konon, ayat ini turun berkaitan dengan Abu
Bakar dan Umar yang memperdabatkan masalah agama –yang sebenarnya hak
prerogatif Allah dan RasulNya-, namun keduanya tetap ngotot dengan pendapatnya
masing-masing. Melihat kejadian itu, nabi berkata, ‘Hampir saja kedua sahabat
ini binasa.’ Ya, jika keduanya tetap ngotot mendahului Allah dan RasulNya,
pasti kebinasaan yang akan dialami.”
“Jo! Peristiwa asbabun
nuzul ayat itu sebanarnya juga relevan digunakan bagi siapa saja yang
mendahului Allah dan RasulNya.” “Tunggu Cak, emang mendahului di sini apa? Aku
masih kurang ngerti.” “`Kan sudah tak jelaskan. Urusan masa depan adalah
rahasia Allah. Yang diperintahkan pada orang beriman adalah evaluasi yang
terjadi di masa lalu untuk mempersiapkan diri di masa datang, sebagaimana Al-Hasyr:
18, kapasitas manusia sama sekali bukan memastikan.” “Ooo, nngunu tah Cak.”
“Aku jadi ingat pesen
guruku dulu. Dia pernah menasihatiku, ‘berharap boleh-boleh saja, tapi jangan
memastikan dan terlalu berobsesi tinggi. Karena, masa depan adalah misteri,
manusia hanya menduga-duga. Jangan pernah mendahului Allah.’ Aku diberi nasihat
seperti itu karena ada sebuah kejadian yang ku alami sendiri. Aku pernah jualan
daun pisang di pasar. Sebelum berangkat, menurut perkiraanku, dilihat dari
musim pembuatan jajan tradisional, orang-orang pasti membutuhkan daun pisang.
Kebetulan aku punya banyak pohon pisang di belakang rumahku. Kalau aku
hitung-hitung, aku akan mendapat keuntungan besar. Akhirnya aku potong daunnya. Sesampainya di
pasar, aku kaget. Kondisi hujan deras, seharian penuh, sehingga orang yang ke
pasar sedikit. Bukan keuntungan yang ku dapat, malah kerugian. Waktu itu aku nesu(jengkel),
makanya aku mengadu ke guru, dan mendapat nasihat seperti itu.”
“Ooo ngunu tah Cak.
Suwon lho pituture(nasehatnya). Aku agak tenang sekarang.”
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !