Pada tulisan ini akan dibahas: Yahudi Perspektif Sirah Nabawiah. Tujuannya jelas, yaitu: menampilkan karakter Yahudi dalam sirah nabawiyah secara adil, agar Muslim mampu mendapat pelajaran yang diambil.
Sebelumnya perlu ditegaskan, yang dimaksud Yahudi di sini adalah secara kolektif, bukan individu. Sebab secara individual, ada juga dari kalangan mereka yang adil, obyektif, dan masuk Islam seperti: Abdullah bin Salam(nama aslinya Hushain, dari bani Qainuqa`), Tsa`labah bin As`ad, Usaid bin Sa`iyyah, Asad bin `Ubaid, Shafiyah binti Huyay bin Ahthub, Yamin bin `Amru, Abu Sa`ad bin Wahab dan lainnya.
Sejak di Makkah, ada banyak ayat-ayat yang turun mengenai moyang Yahudi, yang disebut Bani Israil. Di samping sisi positif seperti: pengikut Nabi Musa `alaihis salam, ahli kitab, kaum terpilih, dan sabar. Ada juga sisi negatif yang diungkap seperti: beradab jelek kepada nabinya, membangkang terhadap perintah Allah, mengakali syari`at, berselisih setelah tahu ilmu, kufur ni`mat, materialistis, penyembah lembu.
Ayat-ayat Makkiah yang membicarakan tentang bani Israil, setidaknya bisa dijadikan bekal oleh nabi dan sahabatnya untuk berinteraksi dengan Yahudi.
Sebelum Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, Yahudi sudah menancapkan kaki(ada setidaknya tiga kabilah Yahudi: Qainuqa`, Nadhir dan Quraidhah). Perang Bu`ats yang melibatkan dua kabilah Aus dan Khazraj didukuni olehnya.
Meskipun ketiga klan Qainuqa`, Nadhir dan Quraidha sama-sama Yahudi, namun mereka tak bersatu. Al-Qur`an membahasakannya: “Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”(Qs. Al-Hasyr: 14).
Sejarah membuktikan, ketika terjadi peperangan antara kabilah Aus dan Khazraj, ketiga kelompok Yahudi tak menyatu. Bani Quraidha mendukung suku Aus. Sedangkan Bani Qainuqa` dan Nadhir mendukung suku Khazraj. Ini membuktikan salah satu karakter mereka: “Terlihat bersama, tapi tak satu jiwa.”
Berita tentang kedatangan nabi akhir zaman juga dijadikan tameng untuk menakut-nakuti suku Aus dan Khazraj. Padahal, saat nabi benar-benar datang(dan tanda-tandanya sudah tercatat jelas di kitab Taurat), mereka malah berpaling muka dan berlepas diri. Al-Qur`an mengabadikan peristiwa ini dalam, Al-Baqarah: 89. Karena itu mereka dengki. Kedengkian ini pada gilirannya menjadikan mereka sangat memusuhi Islam(baca, Al-Maidah: 82).
Ibunda Mu`minin, Shafiyah bin Huyay bin Akhthub pernah menceritakan percakapan antara ayahnya(Huyay) dan pamannya(Abu Yasih bin Akhthub). Sekembali keduanya dari rasulullah, paman bertanya, “Apakah dia orangnya(yang menjadi Rasul sebagaimana penjelasan Taurat)?”. “Ya.” Jawabnya. “Apakah kau sudah memeriksanya dengan saksama?” tanya Yasir kembali. “Ya.” “Lalu bagaimana sikap dirimu padanya?” “Memusuhinya, selama aku hidup.” Ini adalah salah satu contoh kecil bagaimana orang Yahudi memusuhi Islam.
Orang-orang Yahudi menguasai pasar Madinah. Semua dijalankan dengan sistem ribawai(baca: An-Nisa, 161). Hal ini tentu saja membuat mereka semakin mencengkramkan kekuasaannya secara finansial-ekonomi. Di sisi lain, mencekik kebutuhan rakyat kecil.
Barang dagangan mereka di antaranya kain(pencelup kain), persenjataan, perkakas dan bijana. Maka tak mengherankan jika mereka sebagai penguasa mode, penyulut peperangan dan produsen alat-alat penting yang mau tidak mau penduduk Madinah membutuhkan mereka.
Dengan demikian, sebelum hijrah ke Madinah, ada beberapa karakter penting yang bisa diketahui dari Yahudi(secara kolektif): mengadu domba, licik, dengki, menguasai melalui bidang ekonomi melalui sistem ribawi, dan memanfaatkan kebenaran untuk kepentingan pribadi.
Setelah nabi hijrah, ternyata mereka tidak mengimaninya. Orang yang dulu rajin mereka beritakan kepada penduduk Madinah, tidak dipercaya. Ketika nabi membuat piagam Madinah, mereka sepakat secara lahir, tapi hati mungkir.
Kedengkian timbul di hati mereka karena nabi yang digadang bukan berasal dari kalangan Yahudi. Di sisi lain, kedatangannya mengancam kepentingan mereka secara politis(di mana nabi menjadi penguasa), sosia-kultural(mereka tak lagi disegani), dan finansial(dibuatnya pasar tandingan untuk mengatasi sistem pasar ribawi).
Dengan demikian, satu-satunya jalan yang bisa meraka lakukan adalah menjalankan karakter: munafik. Di luar terlihat mendukung, sedang di dalam sangat ingin menelikung. Maka tidak heran jika di kemudian hari terjadi konspirasi-konspirasi.
Usaha untuk memecah belah umat juga terus bergulir. Syas bin Qais seorang Yahudi senior –melalui pesuruh-, berusaha memprovokasi kabilah Aus dan Khazraj untuk berperang. Mereka diingatkan kembali tragedi perang Bu`ats. Untung saja nabi segera menanganinya.
Piagam Madinah pertama kali diciderai oleh orang Yahudi saat mereka(dari kalangan Yahudi Qainuqa`) menistakan Muslimah di pasar. Tindakan konyol yang didukung oleh kelompok mereka ini pada akhirnya membuat mereka terusir dari Madinah(Syawal, 2 H). Dengan demikian, mereka adalah kaum yang suka menyalahi janji.
Pada tahun 4 hijriah, rekan mereka dari Bani Nadhir berulah. Secara lahir mereka mau membantu nabi membayar tebusan orang Muslim yang salah bunuh. Tapi, diam-diam ada rencana pembunuhan nabi. Mereka pun dikepung dan berakhir dengan penyerahan diri dan pengusiran.
Yang penting dicatat pada peristiwa ini, ciri khas orang Yahudi adalah: bersekongkol dengan orang munafik(mereka berani melawan ketika mendapat sokongan dari Abdullah bin Ubay), konspirator ulung(upaya pembunuhan nabi secara tersembunyi), pengecut(baca: Al-Hasyr, 13 dan Al-Baqarah, 96. Mereka hanya berani berlindung di balik benteng yang kokoh, padahal mereka kaya dan memiliki senjata lengkap di banding orang Muslim), kikir dan materialistik(ketika pergi ada yang menghancurkan rumahnya sendiri supaya tak dimiliki Muslim, bahkan pintu, jendela, pilar-pilar kayu dan atap rumah ikut dibawa pergi saking kikirnya).
Pasca perang Ahzab(5 H) pun –rekan mereka Yahudi dari klan Quraidhah- mengikuti jejaknya. Mereka berskongngkol dengan orang kafir dan munafik menelikung rasulullah dari belakang(Piagam Madinah yang dilanggar ialah: “Tidak boleh memberi suaka politik pada Qurays dan orang yang mendukungnya.”) Pada akhirnya, mereka menyerah dan menjadi manusia hina. Sa`ad bin Mu`adz yang ditunjuk nabi sebagai hakim memutuskan: laki-laki dibunuh, perempuan dan anak-anak di tawan, dan harta dibagikan.
Dengan demikian kekuatan Yahudi di Madinah sudah berakhir seiring dengan dieksekusinya lelaki bani Quraidhah yang telah berkhianat. Namun, ada satu lagi kekuatan Yahudi yang masih bercokol di Khaibar. Mereka –seperti rekan-rakan Yahudi lain memiliki karakter yang sama- sehingga harus ditindak tegas.
Mengingat Khaibar(60/80 Mil utara Madinah) sebagai markas paling kuat Yahudi untuk makar, propaganda militer, pemicu peperangan, dan biang perselisihan, maka pada tahun ketujuh hijriah rasul memutuskan perang dengan mereka.
Yahudi Khaibar yang terlindungi dengan delapan benteng(Na`im, Sha`b, Zubair, Ubay, Nizar, Qamush, Wathih, Salalim), akhirnya bisa dikalahkan. Orang Yahudi pun terusir, kecuali yang masuk Islam, atau yang bekerja sama dengan Islam melalui bidang pertanian.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Yahudi secara kolektif dalam sirah nabawiah memiliki karakter: pemecah belah, dengki, sangat memusuhi Islam, penguasa pasar dengan sistem ribawi, secara eksternal terlihat menyatu padahal secara internal bagai musuh, menggunakan kebenaran untuk kepentingan pribadi, penghianat, konspirator ulung, ketika lemah menjadi munafik, ketika kuat berbuat sewenang-wenang, semuanya sangat mirip dengan karakter orang munafik. Wallahu a`lam bi al-Shawab.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !