Home » » Memasuki Gerbong Akhir Zaman

Memasuki Gerbong Akhir Zaman

Written By Amoe Hirata on Jumat, 01 Januari 2016 | 00.00

            SELAMAT datang di gerbong akhir zaman. Akan tersaji di hadapan anda berbagai sajian fitnah yang mencekam.
Pagi beriman, sore kehilangan. Amanah disia-siakan, khianat menjadi rebutan. Tanda-tanda kiamat satu per satu mengalir deras bagai air bah dipenuhi sampah.
Dalam gerbong anda akan melihat, umat Islam mayoritas, tapi tak berkualitas. Banyak, tapi tak kuasa bertindak. Mereka terpecah belah, diperebutkan musuh dalam meja hidangan dunia yang penuh fitnah. Mereka terjangkit virus mematikan: cinta dunia dan takut mati.
            Ketika masuk, pilihan anda hanya ada dua: mengikuti arus, atau melawannya.
Dengan mengikuti arus, berarti akan menikmati segala macam keindahan dunia semu, menunggu kedatangan dajjal sang penipu. Air kebenaran disulap menjadi api berkobar, sedang api kebatilan disulap menjadi air segar. Kebenaran bukan lagi berasal dari nilai sejati, tapia nafsu yang berapi-api.
Dengan melawan arus, maka anda akan dianggap ghuraba(asing, sinting, nyeleneh, jadul, ga gaul dan seterusnya). Anda akan terseok-seok oleh debur ombak besar kebatilan. Kebenaran serasa bara api. Tapi ingat, anda akan mendapat jaminan keberuntungan dari Tuhan. Fa thuba lil ghuraba`.
            Siapa pun pasti akan memasuki gerbong. Siapkan betul-betul diri anda, sebelum memasukinya. Bila salah langka, maka anda akan sengsara. Bila benar langkah, maka anda akan bahagia.
Miliki kaca mata iman, untuk mendeteksi kemaksiatan. Siapkan cermin takwa, untuk melihat amal-amal yang membuat celaka. Taburi hati anda dengan keikhlasan amal, maka setiap ranjau-ranjau setan yang ditanam di dalamnya, pasti kan terpental. Jadikan al-Qur`an dan Sunnah sebagai kompas menuju kebahagiaan sejati,  menggapai ridha Allah Yang Maha Suci.      
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan