Home » » Beribadah Memburu Pahala

Beribadah Memburu Pahala

Written By Amoe Hirata on Minggu, 10 Agustus 2014 | 09.10


            Tujuan penciptaan manusia –sebagaimana yang termaktub pada surat Adz-Dzâriyât: 56- adalah untuk mengabdi(beribadah) kepada Allah ta`ala. Ibadah yang dijalankan manusia –baik yang bersifat umum maupun khusus- selalu beriring setimulus pahala atau ganjaran. Dalam al-Qur`an dan al-Hadits begitu banyak amalan-amalan ibadah yang diberitahu langsung ganjarannya seperti apa. Masalahnya kemudian ialah dalam perjalanan menjalankan ibadah yang dipenuhi dengan aneka macam pahala, kadang-kadang –kalau tidak boleh dikatakan kebanyakan- orang salah dalam memposisikan pahala. Kalau dari segi diterima tidaknya ibadah (yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan syari`at), maka posisi pahala sangat jelas. Pahala hanyalah semacam sarana yang bisa membuat orang terdorong untuk beramal, tapi sekali lagi ia bukanlah tujuan dari ibadah. Tujuan ibadah ialah hanya mengharap ridha Allah ta`ala. Meski demikian, masih banyak didapati orang yang fokusnya pada pahala melebihi fokusnya pada Allah ta`ala. Konsekuensi logisnya seolah-olah pahala dikapitalisasikan; pahala sebagai keuntungan transaksi ibadah. Ibadah tak lagi dilatari keikhlasan. Ibadah dilihat dari sisi banyak tidaknya keuntungan yang diraih. Orientasi yang seharusnya hanya pada Allah ta`ala –secara tak sadar- tergantikan dengan pahala-pahala yang menggiurkan.
            Supaya kita tak salah kaprah dalam memahami pahala, ada baiknya kita membaca hadits berikut:

 عَن أبي أُمَامَة قَالَ : جَاءَ رجل إِلَى رَسُول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَ : أَرَأَيْت رَجُلاً غَزَا يلْتَمس الْأجر وَالذكر ، مَا لَهُ ؟ فَقَالَ رَسُول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : " لَا شَيْء لَهُ " فَأَعَادَهَا عَلَيْهِ ثَلَاث مَرَّات ، يَقُول لَهُ رَسُول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : " لَا شَيْء لَهُ " .ثمَّ قَالَ : " إِن الله عز وَجل لَا يقبل من الْعَمَل إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصا ، وابتغى بِهِ وَجهه.(رواه النسائي).
Bersumber dari Abu Umâmah al-Bâhili, ia berkata: (ada) seorang laki-laki datang pada Nabi shallallahu `alaihi wasallam lalu ia bertanya: “Apa pendapat anda terhadap orang yang berperang untuk mencari pahala dan (supaya) dikenal. Apa ia akan mendapat (pahala)?”. Lalu Nabi pun menjawab: “Ia tak mendapat apa-apa”. Pertanyaan itu diulang tiga kali, Nabi pun menjawab dengan jawaban yang sama: “Ia tak mendapat apa-apa”. Kemudian Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah ta`ala tidak (akan) menerima amal, melainkan yang ikhlas untuk-Nya, serta mengharap wajah(kridhaan)-Nya”(Hr. Nasâ`i).
            Hadits itu dengan sangat gamblang bagaimana posisi pahala dalam ibadah. Yang ditanyakan oleh orang itu ialah orang yang hendak beribadah, yang secara khusus ialah berjihad di medan perang, tapi karena tujuannya hanya untuk mencari pahala dan supaya dikenal orang, maka ia tidak mendapat apa-apa dari jerih payahnya. Pahala seharusnya sebagai efek dari ibadah yang tulus hanya untuk-Nya. Siapa saja yang beribadah hanya bertujuan memburu pahala sebanyak-banyaknya, tanpa menyadari bahwa fokus sebenarnya adalah Allah ta`ala, maka amalan tidak akan diterima.  Jadi orang-orang yang berbadah hanya karena mencari pahala, bahkan supaya terkenal, sama saja ia telah merancang kebangkrutan bagi dirinya sendiri.  Coba bayangkan: Anda beribadah dengan sekeras-kerasnya, seikhlas-ikhlashnya dan berdasarkan prosedur syari`at yang benar tanpa mempedulikan diganjar atau tidak oleh Allah ta`ala, dengan beribadah yang berfokus hanya pada pahala, kira-kira mana yang akan mendapat kesuksesan? Memang Allah lebih tahu masalah pahala, tapi sebagai manusia bisa membandingkan, mana yang lebih anda sayangi antara orang yang membantu anda karena upah, dengan orang yang membantu anda karena murni membantu sebagai manusia?


Sumengko, Ahad 10 Agustus 2014/08:55
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan