Home » » Satu Jam Bersama Mr. Borparus

Satu Jam Bersama Mr. Borparus

Written By Amoe Hirata on Kamis, 14 Agustus 2014 | 20.54

            Desa Jumeneng tempat tinggal Sarikhuluk sedang diramaikan gosip yang lagi hangat. Sebentar lagi  di desa mereka ada kunjungan tamu istimewa. Mr. Borparus akan memberi penyuluhan sosial. Selama ini Mr. Borparus dikenal sebagai sosok yang memiliki perhatian yang besar terhadap bidang sosial. Jiwa sosialnya begitu tinggi sehingga bisa dikatakan diantara sekian banyak tokoh di kecamatan Adicolo, dia termasuk yang sangat menonjol namanya. Kepedulian sosialnya direalisasikan dengan mendirikan yayasan sosial untuk menampung anak yatim, fakir-miskin, serta siapa saja yang membutuhkan bantuan. Kabarnya kepeduliannya merambah ke dunia pendidikan, sehingga sekarang salah satu konsentrasinya ialah membangun lembaga pendidikan. Sebenarnya yang membuat warga Jumeneng heran dan asyik dalam nuansa gosip bukan karena kepedulian Mr. Borparus. Apa yang dilakukan oleh Mr. Borparus, sama sekali tidak membuat mereka heran. Lha kenapa kok heran? Wong kerjaan mereka sehari-hari seperti itu. Mengenai kepedulian sosial, desa Jumeneng tidak diragukan lagi. Di seluruh kecamatan Adicolo, yang paling menonjol kepedulian sosialnya ialah desa Jumeneng. Mereka heran karena kenapa wong asli Jawa seperti dia diberi nama yang agak kekulon-kulonan(kebarat-baratan) yaitu: Mr. Borparus. Kalaupun nanti jadi datang pastinya mereka akan menanyakan perihal namanya.
            Hari yang direncanakan pun tiba. Seluruh perangkat desa beserta Kepala Desa Jumeneng sudah hadir di tempat yang telah disediakan. Mr. Borparus disambut dengan baik. Setelah dipersilahkan maju ke podium, Mr. Borparus dengan gaya orasinya yang menarik dan lucu mulai menjelaskan banyak hal tentang urgensi kepedulian sosial. Tapi yang membuat mereka heran bukan terutama mengenai penjelasan dan pengalaman yang selama ini dialami oleh Mr. Borparus. Yang membuat mereka heran ialah ketika memperkanalkan diri, ia memberitahukan bahwa namanya ialah: Wargiman. Seisi ruangan –terutama penduduk desa Jumeneng- mulai ribut berbisik. Wargiman dengan percaya diri merasa bahwa gemuruh suara penduduk desa Jumeneng mungkin adalah salah satu bentuk kekaguman. Dirinya mengira mereka kagum lantaran kepiawaiannya berorasi, serta pengalamannya yang lulas dalam bidang sosial. Apa yang dipikirkan Wargiman sama sekali tidak tepat. Warga desa ribut bukan karena kagum, mereka ribut sekali lagi karena ketidaksesuaian nama yang diperkenalkan oleh Wargiman, yang mereka anggap sebagai Mr. Borparus. Yang lebih mengherankan ialah apa yang disampaikan memang betul berkaitan dengan dunia sosial, namun penjelasan yang disampaikan menggambarkan bahwa ia sama sekali tak cakap dalam urusan manajemen.
            Bagaimanapun juga yang namanya kepedulian sosial tanpa didasari dengan ilmu yang bagus serta manajemen yang mantap, maka malah akan menjadikan niat baik menjadi buruk. Memang sih obsesinya sangat ideal dan sangat banyak, namun caranya mengatur sangat tidak profesional dan tumpang tindih. Gimana tidak tumpang tindih, segalanya diurusi sendiri. Yang dilibatkan untuk mengatur bukan tenaga orang yang profesional. Salah satu contoh mengenai manajemen keuangan. Semua uang sosial yang masuk dijadikan satu dengan rekening pribadi. Sebenarnya kalau benar-benar profesional dan amanah mestinya dibedakan antara rekening pribadi dengan rekening khusus untuk amal sosial yang berasal dari bantuan donatur. Tapi itu tidak terjadi. Semua diurus sendiri, yang tidak nurut silahkan pergi. Satu hal lagi yang membuat penduduk desa heran ialah kenapa Bapak Wargiman tidak mencari arsitektur yang ahli dalam membangun lembaga yang dibangun. Dari satu jam ceramah bercerita tentang kegiatan yang dia jalani, secara garis besar dia sering mengajukan proposal untuk renovasi pembangunan gedung. Renovasi sih bagus, tapi kalau bongkar-pasang, bongkar-pasang terus kan kesannya ia membangun bukan karena peduli sosial, tetapi karena ingin bisnis  sosial.
Kalau memang niat bangun ya dicari arsitektur yang berpenagalaman untuk mendisain bangunan yang kuat dan tahan lama, bukan bangunan yang ‘rawan bongkar-pasang’, karena ini lebih mengirit dana, dana yang ada juga bisa dialokasikan kepada kebutuhan yang lebih layak dan pas. Terakhir yang membuat warga heran ialah kenapa Sarikhuluk sebagai ketua panitia tidak terlahat batang hidungnya. Bukankah dia yang menginisiasi acara. Jarang-jarang Sarikhuluk tidak menghadiri undangan, apalagi dia adalah ketua panitia acara. Ahirnya setelah satu jam menyampaikan orasi sosialnya, Bapak Wargiman memberi kesempatan untuk membuka pertanyaan seluas-luasnya. Anehnya tidak ada satu pun warga yang bertanya padanya. Hati warga dipenuhia dengan kekecewaan dan tanda tanya besar karena kebsenan Sarikhuluk dalam acara. Acara pun akhirnya ditutup. Malam hari perwakilan dari penduduk desa Jumeneng akhirnya bertamu ke kediaman Sarikhuluk. Mereka ingin meminta pertanggung jawaban Sarikhuluk. Sarikhuluk pun akhirnya menjelaskan dengan santai dan mantap: “Mengenai ketidakhadiran saya karena saya ada urusan penting membantu penduduk desa Pangurakan yang lagi butuh dana membangun jembatan. Kemudian yang datang ceramah satu jam yang telah kalian dengarkan tadi sore, memang benar dialah Mr. Borparus”. “Lho tadi dia mengenalkan diri dengan nama Wargiman kok” celetuk Paino salah satu perwakilan warga.
“Memang benar nama aslinya Wargiman. Tapi kalian dari tadi selama satu jam mendengarkan orasinya, ada gak yang membuat kalian kecewa?” tanya Sarikhuluk. “Ada si Cak, tapi hubungannya apa antara kekecewaan kami dengan nama Mr. Borparus?” tanya Sugeng keheranan. “Rupanya kalian masih belum nyambung. Coba sebutkan dulu kekecewaan kalian apa?” tanya Sarikhuluk. “Kami kecewa karena apa yang diceritakan mengenai orator tidak sesua dengan kecakapan dan keahliannya. Benar sih secara orasi sangat mengesankan dan membuat orang kagum, tapi dia sangat tidak ahli dalam urusan manajemen. Ilmunya juga tidak terlalu dalam. Yang lebih penting lagi dia mengurusi segelanya terkesan sendirian. Uang dicampur aduk. Bangunan sering bongkar-pasang.” jawab mereka serentak.  “Ya itu yang aku sebut sebagai Mr. Borparus. Borparus itu singkatan dari: Bongkar Pasang Terus. Sebagai gambaran orang yang menggunakan isu sosial untuk kepentingan pribadi, ditambah lagi dengan ketidakahlian dalam bidang manajemen. Makanya aku sebut sebagai Mr. Borparus. Sengaja aku mengundang dia supaya kalian bisa kritis dan tidak gampang heran dan kaget dengan pejuang sosial. Ternyata ada juga diantara pejuang sosial yang bergaya seperti dia. Kalian harus waspada dan jangan sampai meniru gayanya. Itu dulu penjelasanku.” Tutup Sarikhuluk. Perwakilan warga pun akhirnya pulang dengan sedikit menggerutu karena merasa tertipu. Ada pula yang merasa bersyukur karena mendapat pelajaran yang berharga dari Sarikhuluk, tentunya dengan cara yang tidak baku.


Sumengko, Kamis 14 Agustus 2014/20:40
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan