Untuk
judul tulisan kali ini memang agak terasa asing dan sulit dipahami sebelum ada
prolog terlebih dahulu sebagai penjelasan. Kalau kata ‘pena’ mungkin masih bisa
dipahami. Lha kalau ‘persumeya’? anda mencarinya bertahun-tahun di kamus
bahasa Indonesia, Jawa bahkan bahasa lain pun tak akan menemukannya. Apalagi
kalau kedua kata itu digabung menjadi ‘Pena Persumeya’ tambah njlimet(rumit)
dan buat mumet(bingung). Sebenarnya kedua kata itu tidak dimaksudkan
sebagaimana makna aslinya. Gabungan dua kata pada judul di atas adalah akronim
dari motto penulis blog(Amoe Hirata). Akronim ‘Pena Persumeya’ dibuat supaya
dapat lebih meringkas judul, karena kalau ditulis semuanya, judul akan menjadi
semakin panjang. Dengan judul yang singkat, membuat orang yang pertama kali
membaca akan tertarik dan semangat. Apalagi –kebanyakan/pada umumnya- orang
akan selalu mencari tahu terhadap sesuatu yang asing, aneh atau yang belum
diketahuinya. ‘Pena Persumeya’ adalah singkatan dari motto: “Pemburu Makna
dalam Perjalanan Sunyi Menuju Cahaya”. Pada paragraf selanjutnya, motto ini
akan dijelaskan satu persatu agar semakin terang dan bisa dimengerti,
syukur-syukur bisa diambil hikmahnya.
“Pemburu
Makna”. Ya, manusia hidup kalau tidak mencari makna lalu untuk apa. Allah
menciptakan manusia hidup di dunia `kan ada maknanya yaitu: ibadah(sebagaimana
penjelasan Qs. Ad-Dzâriyât: 56). Bedanya manusia dengan hewan, bebatuan, malaikat
serta makhluk lainnya ialah dalam hal mencari makna. Dari kata ‘makna’ ada
derivasi lain yang bertalian erat seperti: memaknai, dan bermakna. Untuk
mengetahui makna hidup, manusia harus berusaha. Usaha untuk mengetahui makna
ialah dengan cara ‘memaknai’. Allah sebagai Rabb Sekalian Alam, sejak awal
sudah membekali manusia dengan keistimewaan akal dan kalbu. Dengan keduanya
manusia mampu memaknai dan memutuskan untuk menjadi ‘bermakna’. Saya sendiri -sejauh
pengalaman selama ini-, merasa selalu penasaran, selalu merasa haus akan ‘makna’.
Saya sangat suka mencari makna atau memaknai terhadap apa saja yang saya alami,
tidak mungkin itu berlalu begitu saja tanpa makna. Banyak idiom al-Qur`an yang
menyinggung tentang proses memaknai. Sebut saja misalnya: tadabbur,
tafakkur, nadhor, ibshôr dan lain sebagainya. Karena dasar kepribadian saya
sangat suka mencari makna, maka saya lebih memilih kata ‘pemburu’ daripada kata
‘pencari’. Makna harus dicari dengan serius dan keras melalui perjuangan, tidak
sekadar dicari dengan cara biasa.
“Dalam
Perjalanan Sunyi”. Manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kalau
falsafah Jawa mengistilahkannya dengan: orep kwi mong mampir ngombe(hidup
itu seperti orang mampir minum saja). Dalam proses pemburuan makna, memang ada
masa atau jeda untuk istirahat, namun jangan sampai melupakan tujuan awal
yaitu: menjadi bermakna dengan senantiasa memaknai(berburu makna). Perjalanan
yang dilalui manusia adalah perjalanan sunyi. Dalam khazanah hadits Nabi, ada
beberapa idiom yang digunakan: ghôrib(asing), `âbiru al-sabîl(musafir),
qhôbidh `alâ al-jamar(pemegang bara api). Setiap manusia diberi anugerah
akal, kalbu dan kitab suci untuk proses memaknai hingga menjadi bermakna.
Namun, tidak semua yang mampu memaknai perjalanan hidupnya. Yang mampu pun
terkadang malas, dan kepincut(terpesona) dengan rayuan dunia. Orang yang
konsisten memaknai hingga menjadi manusia bermakna, itu memang berada dalam
perjalanan sunyi. Ia menjadi ‘manusia asing’, di kala manusia lainnya
bersenang-senang dengan kehidupan yang fana; ia menjadi manusia laksana
musafir, yang sesekali berhenti beristirahat untuk kemudian melanjautkan
perjalanan memaknai; bahkan bagaikan memegang bara api, dilepaskan membuatnya
menjadi manusia tak bermakna, namun bila dipegang maka akan membuatnya sakit
menderita.
“Menuju
Cahaya”. Pemburuan makna dalam perjalanan sunyi pada akhirnya memang adalah
sebagai proses yang memiliki tujuan yang jelas. Tujuan itu ialah: cahaya. Perjalanan
menuju cahaya adalah perjalanan yang sangat sunyi dan jarang sekali orang bisa
sukses sampai kepadanya. Cahaya adalah petunjuk, akhirat, keabadian, atau yang
lebih bisa kita pahami ialah ridha Allah. Jadi, yang dimaksud dengan motto ‘Pena
Persumeya(Pemburu Makana dalam Perjalanan Sunyi Menuju Cahaya)’ ialah: Selama nyawa masih setia bersemayam
dalam raga, maka tak hentinya selalu memburu makna, dengan selalu memaknai
kehidupan (tentunya dengan tetap mengindahkan rambu-rambu yang telah dibuat
Allah dan Rasul-Nya), sampai menjadi manusia bermakna, baik bagi diri,
keluarga, bangsa hingga mahluk lainnya. Tapi tetap dengan kesadaran dan
kesabaran mendalam, bahwa perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan sunyi,
asing, tak semua manusia mampu istiqamah di jalannya, karena begitu banyak aral
merintang, yang membuat manusia berhenti di tengan jalan karena merasa puas
dengan ‘penemuan makna relatif(dunia)’, yang membuatnya melupakan tujuan
sejati, yaitu cahaya(ridha Allah ta`ala). Tujuan akhir adalah cahaya
keridhaan Allah.
Sumengko, Selasa 12 Agustus 2014/21:56
Luar Biasa...!penggugah jiwa
BalasHapusterima kasih atas atensinya
BalasHapuslanjutkan...!!!
BalasHapus