Home » , » Pena Persumeya

Pena Persumeya

Written By Amoe Hirata on Selasa, 12 Agustus 2014 | 22.20


            Untuk judul tulisan kali ini memang agak terasa asing dan sulit dipahami sebelum ada prolog terlebih dahulu sebagai penjelasan. Kalau kata ‘pena’ mungkin masih bisa dipahami. Lha kalau ‘persumeya’? anda mencarinya bertahun-tahun di kamus bahasa Indonesia, Jawa bahkan bahasa lain pun tak akan menemukannya. Apalagi kalau kedua kata itu digabung menjadi ‘Pena Persumeya’ tambah njlimet(rumit) dan buat mumet(bingung). Sebenarnya kedua kata itu tidak dimaksudkan sebagaimana makna aslinya. Gabungan dua kata pada judul di atas adalah akronim dari motto penulis blog(Amoe Hirata). Akronim ‘Pena Persumeya’ dibuat supaya dapat lebih meringkas judul, karena kalau ditulis semuanya, judul akan menjadi semakin panjang. Dengan judul yang singkat, membuat orang yang pertama kali membaca akan tertarik dan semangat. Apalagi –kebanyakan/pada umumnya- orang akan selalu mencari tahu terhadap sesuatu yang asing, aneh atau yang belum diketahuinya. ‘Pena Persumeya’ adalah singkatan dari motto: “Pemburu Makna dalam Perjalanan Sunyi Menuju Cahaya”. Pada paragraf selanjutnya, motto ini akan dijelaskan satu persatu agar semakin terang dan bisa dimengerti, syukur-syukur bisa diambil hikmahnya.
            “Pemburu Makna”. Ya, manusia hidup kalau tidak mencari makna lalu untuk apa. Allah menciptakan manusia hidup di dunia `kan ada maknanya yaitu: ibadah(sebagaimana penjelasan Qs. Ad-Dzâriyât: 56). Bedanya manusia dengan hewan, bebatuan, malaikat serta makhluk lainnya ialah dalam hal mencari makna. Dari kata ‘makna’ ada derivasi lain yang bertalian erat seperti: memaknai, dan bermakna. Untuk mengetahui makna hidup, manusia harus berusaha. Usaha untuk mengetahui makna ialah dengan cara ‘memaknai’. Allah sebagai Rabb Sekalian Alam, sejak awal sudah membekali manusia dengan keistimewaan akal dan kalbu. Dengan keduanya manusia mampu memaknai dan memutuskan untuk menjadi ‘bermakna’. Saya sendiri -sejauh pengalaman selama ini-, merasa selalu penasaran, selalu merasa haus akan ‘makna’. Saya sangat suka mencari makna atau memaknai terhadap apa saja yang saya alami, tidak mungkin itu berlalu begitu saja tanpa makna. Banyak idiom al-Qur`an yang menyinggung tentang proses memaknai. Sebut saja misalnya: tadabbur, tafakkur, nadhor, ibshôr dan lain sebagainya. Karena dasar kepribadian saya sangat suka mencari makna, maka saya lebih memilih kata ‘pemburu’ daripada kata ‘pencari’. Makna harus dicari dengan serius dan keras melalui perjuangan, tidak sekadar dicari dengan cara biasa.
            “Dalam Perjalanan Sunyi”. Manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kalau falsafah Jawa mengistilahkannya dengan: orep kwi mong mampir ngombe(hidup itu seperti orang mampir minum saja). Dalam proses pemburuan makna, memang ada masa atau jeda untuk istirahat, namun jangan sampai melupakan tujuan awal yaitu: menjadi bermakna dengan senantiasa memaknai(berburu makna). Perjalanan yang dilalui manusia adalah perjalanan sunyi. Dalam khazanah hadits Nabi, ada beberapa idiom yang digunakan: ghôrib(asing), `âbiru al-sabîl(musafir), qhôbidh `alâ al-jamar(pemegang bara api). Setiap manusia diberi anugerah akal, kalbu dan kitab suci untuk proses memaknai hingga menjadi bermakna. Namun, tidak semua yang mampu memaknai perjalanan hidupnya. Yang mampu pun terkadang malas, dan kepincut(terpesona) dengan rayuan dunia. Orang yang konsisten memaknai hingga menjadi manusia bermakna, itu memang berada dalam perjalanan sunyi. Ia menjadi ‘manusia asing’, di kala manusia lainnya bersenang-senang dengan kehidupan yang fana; ia menjadi manusia laksana musafir, yang sesekali berhenti beristirahat untuk kemudian melanjautkan perjalanan memaknai; bahkan bagaikan memegang bara api, dilepaskan membuatnya menjadi manusia tak bermakna, namun bila dipegang maka akan membuatnya sakit menderita.
            “Menuju Cahaya”. Pemburuan makna dalam perjalanan sunyi pada akhirnya memang adalah sebagai proses yang memiliki tujuan yang jelas. Tujuan itu ialah: cahaya. Perjalanan menuju cahaya adalah perjalanan yang sangat sunyi dan jarang sekali orang bisa sukses sampai kepadanya. Cahaya adalah petunjuk, akhirat, keabadian, atau yang lebih bisa kita pahami ialah ridha Allah. Jadi, yang dimaksud dengan motto ‘Pena Persumeya(Pemburu Makana dalam Perjalanan Sunyi Menuju Cahaya)’  ialah: Selama nyawa masih setia bersemayam dalam raga, maka tak hentinya selalu memburu makna, dengan selalu memaknai kehidupan (tentunya dengan tetap mengindahkan rambu-rambu yang telah dibuat Allah dan Rasul-Nya), sampai menjadi manusia bermakna, baik bagi diri, keluarga, bangsa hingga mahluk lainnya. Tapi tetap dengan kesadaran dan kesabaran mendalam, bahwa perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan sunyi, asing, tak semua manusia mampu istiqamah di jalannya, karena begitu banyak aral merintang, yang membuat manusia berhenti di tengan jalan karena merasa puas dengan ‘penemuan makna relatif(dunia)’, yang membuatnya melupakan tujuan sejati, yaitu cahaya(ridha Allah ta`ala). Tujuan akhir adalah cahaya keridhaan Allah.

Sumengko, Selasa 12 Agustus 2014/21:56
Share this article :

3 komentar:

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan