Home » » Membangun Generasi Rabbani

Membangun Generasi Rabbani

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 16 Agustus 2014 | 10.44


 (Taushiah Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi Masjid Al-Irsyaâd Surabaya: 15/08/2014: Ba`da Maghrib/Radio Shams FM)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ لله.... اَلْحَمْدُ لله الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ. الحَمْد لله على نعمة الإيمان والإسلام. الحمد لله الذي هدانا لهذا وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله. أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

Marilah majlis yang berbahagia ini kita awali dengan membaca al-basmalah!(bismillâhirrahmânirrahîm). Bismillâhirrahmânirrahîm jama`ah masjid Al-Irsyâd dan Mitra Muslim yang dirahmati Allah. Akhir-akhir ini kita menyaksikan betapa perubahan zaman yang begitu dahsyat; betapa perubahan sistem sosial yang begitu cepat; dan betapa cepatnya pula perubahan moral manusia ini. Kita dengan adanya informasi, teknologi-informasi mendengar ibu-ibu membunuh anaknya, suami membunuh istrinya, istri membunuh suaminya, pembunuhan berencana dan lain sebagainya. Itu terjadi di negara yang mayoritas berpenduduk beragama Islam. Selain daripada itu, kemiskinan, kebodohan dan segala macam tindakan maksiat begitu canggihnya terjadi di lingkungan kita. Ini semuanya adalah sebuah masalah besar, dan kita adalah manusia-manusia yang berada di dalam masyarakat yang seperti ini.

Para pakar mengatakan bahwa masyarakat kita ini sedang sakit. Masyarakat kita ini sedang mengalami gangguan jiwa. Orang-orang sudah tidak perduli lagi dengan masalah agama. Ulama dilecehkan. (Ya) Di sekolah sudah terjadi dekadensi moral yang luar biasa. Narkoba sudah masuk ke sekolah-sekolah. Ini seperti apa tawaran Islam? Seperti apa sebenarnya Islam yang seharusnya? Kalau orang mengatakan bahwa ini adalah hasil dari orang-orang yang beragama Islam, itu satu kesalahan besar. Bangsa ini rusak bukan karena Islam tetapi karena jauh dari Islam. Bangsa ini sakit bukan karena mereka menjalankan agama Islam, karena mereka justru jauh dari menjalankan syari`at Islam. Saya ingin (eee..) kembali kepada cerita zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Kita pada petang dan sore hari ini, akan berbicara mengenai (eee..): Generasi Rabbani.

Ini sebuah cerita yang terjadi kemudian menyebabkan sebuah ayat turun kepada Rasulullah. Suatu ketika orang-orang Nashrani mendatangi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Kemudian bertanya kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam:
يا محمد إنما تريد أن نعبدك ونعبدك(نأخذك) إلها؟
“Ya Muhammad! Kayaknya kamu ini ingin bahwa kami ini menjadikan kamu Tuhan(ya..)? Sebagaimana orang Nasharani menjadikan Isa sebagai sembahannya, atau menjadikan Isa sebagai Tuhan. Kepala daripada orang Nashrani Najran itu  kemudian menambahkan: “Benarkah ya Muhamma apa yang engkau inginkan seperti begitu?”. Na`ûdzu billâh min dzâlik kata Rasulullah. “Tidak mungkin saya disuruh untuk melakukan itu. Dan saya tidak diutus untuk itu. Kemudian turunlah ayat yang berbunyi:

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي[مِنْ دُونِ اللَّهِ ]
Tidak wajar seorang manusia yang oleh Allah diberi kitab dengan hikmah dan nubuuwah,  kemudian menyuruh orang-orang itu menyembahnya. Jadilah kamu hamba-hambaku ”. Walâkin(eee) lanjutan daripada ayat ini:

وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ(آل عمران: 79).
“[dan akan tetapi]Jadilah kamu rabbaniyyîn!” Nah saya akan jelaskan arti rabbaniyyîn. “Jadilah kamu orang-orang rabbaniyyin yang membaca kitab dan mempelajarinya”. ‘Kamu’ ini siapa? ‘Kamu’ ini adalah umat Islam. Tetapi, mungkinkah seluruh umat Islam mempelajari kita dan menjadi orang rabbaniyyin? Tidak mungkin. Ada orang-orang yang oleh Allah ditakdirkan menjadi orang yang alim, shalih, dan ada orang-orang yang ditakdirkan oleh Allah menjadi orang yang thôlibil `ilmi, dan orang-orang `awwâm. Ada orang-orang khowwâs ada orang-orang `awwâm.

Kisah ini menunjukkan bahwa, apa yang sebenarnya menjadi design dari masyarakat Islam, ataupun konsep masyarakat Islam itu adalah masyarakat yang dipimpin oleh orang-orang yang disebut ‘rabbaniyyin’ tadi . Orang-orang yang seperti apa rabbaniyyin itu?

Pertama: Adalah orang-orang yang mengenal Tuhannya. Orang-orang yang mengenal Tuhannya dan menaati Tuhannya. Mengena Tuhan, bukan sederhana. Orang yang mengenal, itu pasti mencintai. Dan orang yang menegenal Tuhan pasti mencintai Tuhan. Pernah suatu ketika orang-orang badui mendatangi Rasulullah. Orang-orang ini berkata dengan jujur dan membuka jati dirinya: “Ya Rasulallah! Saya tidak bisa berpuasa Senin & Kamis. Apalagi puasa Daud”. “Terus?”. “Saya tidak bisa tahajjud karena lemah”. “Terus?”. “Saya tidak bisa sedekah karena saya miskin”. “Terus, apa yang bisa anda lakukan?”. Badui ini kemudian menjawab: “ana uhibbulloh wa rosulahu(saya mencintai Allah dan Rasulnya)”. Jawab Rasulullah apa? : “Anta ma`a man ahbabta( kamu sudah bersama yang engkau cintai)”. Tidak tahajud, tidak(eee..) puasa Senin & Kamis, tidak kaya zakatnya banyak, tetapi sudah bersama Allah dan Rasulnya. Tetapi cinta kepada Allah di sini bukan sembarang cinta.

Kenal kepada Allah bukan sembarang kenal. Mengenal Allah adalah mencintai. Orang yang mencintai itu tahu apa yang dibenci oleh yang dicintainya dan tahu yang disukai oleh yang dicintainya. Tahu apa yang tidak disukai Allah. Tahu apa yang dicintai oleh Allah. Berarti orang ini maqomnya tinggi sekali(ya). Bahkan dalam sebuah hadits dikatakan bahwa: “Orang-orang yang berkhlak mulia itu, lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang shalatnya banyak”. Sebab orang yang shalatnya banyak belum tentu akhlaknya baik. Karena ada wawailul[fawailul] lil mushollin, alladzinahum `an shalatihim saahun. Yang penting bukan shalatnya-tetapi shalat penting!- tetapi apa yang dia lakukan setelah dia berkali-kali menjalankan shalat di dalam kehidupan seharinya. Itulah yang namanya mengenal dan mencintai Allah. Itulah ciri pertama orang yang disebut dengan rabbani.

Yang Kedua: Adalah orang yang memelihara dan menguasai ilmu, dan menjaga keshalihan. Islam adalah ilmu, dan ia harus dijalankan dengan ilmu. Sampai-sampai orang yang masuk Islam tanpa dengan ilmu pun tidak sah. Karena Islam adalah ilmu, dan ilmu itu harus dipahami dengan akal. Maka tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Orang yang belum aqil balik tidak perlu agama, karena dia masih belum berakal. Agama yang satu-satunya yang menggunakan akal untuk percaya kepada Tuhan, hanya Islam. Hanya Islam. Orang Islam kalau dia lahir, kemudian dia meninggal sebelum dia baligh, masuk surga. Di dalam agama lain, begitu dia lahir dia harus dibaptis, dimasukkan agama itu, padahal dia belum berakal. Ini kelebihan agama Islam. Oleh sebab itu Islam adalah agama ilmu pengetahuan, dan harus dijalankan dengan ilmu. Menjalankan rukun Islam yang lima dengan ilmu. Kita tidak bisa membayar zakat dengan sembarangan. Tidak bisa puasa dengan semau kita. Tidak bisa shalat dengan semau-mau kita. Semuanya dengan ilmu pengetahuan. Mencari rizki pun dengan ilmu pengetahuan, karena rizki itu bukan harta. Rizki dalam Islam adalah kekayaan lahir dan batin.

Yang Ketiga: Rabbaninnyin adalah ulama. Orang yang memahami Islam dan orang yang berilmu pengetahuan Islam. Jadilah ulama! Kuunu rabbaniyyin! Jadilah ulama! Oleh sebab itu seorang muslim, siapapun dan dari kelas ekonomi manapun, wajib menuntut ilmu. Tidak seperti misalnya dalam agama lain tingkat masyarakat yang paling rendah tidak perlu kaya, tidak boleh kaya kaya tidak boleh pintar. Di dalam Islam semua orang berhak menjadi pintar. Semua orang berhak menjadi kaya. Ini kelebihan dari Islam dibandingkan dengan agama-agama yang lain. Selain berilmu, ciri daripada Islam adalah agama yang mengkombinasikan antara keimanan, keilmuan, dan amal. Tidak ada gunanya orang yang berilmu tanpa mengamalkannya. Tidak ada gunanya orang beramal tanpa ilmu pengetahuan. Dan tidak ada gunanya ilmu dan amal seseorang tanpa iman. Ini Islam. Makanya, betapapun tingginya ilmu orang-orang kafir, a`mâluhum ka sarôb.

“Jasanya besar, Insyaallah masuk surga”. Omong kosong. Karena mereka tidak beriman pada Allah. Siapa yang menciptakan listrik ini? Memang orang kafir, tapi dia tidak ada pahala sedikitpun di sisi Allah subhanahu wata`ala. Kita menggunakannya listrik boleh apa tidak? boleh. Rasulullah pernah berperang meminjam pedangnya orang Yahudi. Kita di masjid menggunakan listriknya yang ditemukan oleh Edison, tidak ada masalah (ya..). Itu adalah karya umat manusia, yang kita bisa menghargainya. Tetap yang melakukan itu jangan dikira merupakan amal shalih yang diterima oleh Allah dengan surganya yang tinggi, karena tidak ada iman. Oleh sebab itu dalam Islam tidak ada pemisahan iman, ilmu, amal. Rabbani adalah orang yang beriman, berilmu dan beramal. Tidak ada gunanya ilmu kalau tidak diamalkan. Dan orang yang beramal tanpa ilmu, itu merusak. Umar bin Khattab pernah mengatakan:
العمل بلا علمٍ يفسد أكثر من أن يصْلِحَ
Amal yang tidak didasarkan oleh ilmu pengetahuan itu, lebih banyak merusak daripada memperbaikinya. Oleh sebab itu dalam Islam kombinasi ilmu dengan amal ini sangat diperlukan.

Selanjutnya, ilmu itu juga ada dua: ilmu kauniyah dan ilmu ilahiyah. Ilmu kauniayah adalah ilmu yang mempelajari alam semesta yang menjadi ciptaan Allah, dan itu adalah sunnatullah. Seorang muslim tidak boleh hanya mengetahui ilmu ilahi. Dia juga harus mengetahui juga ilmu-ilmu kauniyah, yang juga terdapat di dalam wahyu Allah. Ada di dalam al-Qur`an. Kita harus memahami itu dan menyesuaikannya dengan ilmu-ilmu ilahiyah. Seorang muslim tidak akan bisa melakukan puasa, kecuali dia mempunyai ilmu falaq.

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ(Yasin: 38)
Maknanya apa? Perputaran matahari dan bulan itu harus diketahui seorang muslim. Karena dengan itu dia tahu kapan shalat dimulai, kapan puasa dimulai, kapan hari raya dimulai. Oleh sebab itu rabbani harus tahu ilmu-ilmu yang seperti ini. Lebih luas lagi, ilmu-ilmu yang sekarang dipelajari di universitas-universitas non-Islam, ada ilmu politik, ilmu akutansi, ilmu ekonomi, ilmu manajemen, ilmu kedokteran, ilmu kesehatan dan lein sebagainya. Itu sakan-akan sekarang bukan menjadi milik orang Islam. (ya) Orang menyebut itu sebagai ilmu sekuler. Padahal di zaman keemasan Islam, para ulama kita yang mengetahui ilmu akidah, syari`ah, juga mengetahui ilmu kedokteran, mengetahui ilmu gizi, ilmu pertanian, ilmu menganai kejiwaan. Bahkan di dalam kedokteran Islam, yang namanya penyakit itu ada dua: penyakit jiwa dan penyakit raga. Dan orang yang sakit raga itu pasti ada hubungannya dengan orang yang sakit jiwa. Makanya di dalam al-Qur`an disebutkan:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ(Ar-Ra`du: 28)
Qulub itu apa? Liver. Di dalam bahasa kedokteran, liver. Orang yang tenang hidupnya dengan berdzikir kepada Allah, -seperti bapak-bapak sekalian ini- rutin ke masjid, itu akan tenang harinya dan sehat raganya. Ini Islam. Tetapi dalam ilmu kedokteran modern, jiwa sendiri, raga sendiri. Lha yang masalah sekarang, umat Islam lebih percaya kepada dokter raga daripada dokter jiwa. Mestinya orang yang hatinya sakit itu datang ke ustadz-ustadz, tapi mereka tidak mau datang. Baru kalau dia sakit badannya, baru ia ke dokter. Dan percaya apa yang dikatakan oleh dokter itu. Tapi begitu ia sakit jiwanya, apa yand dikatakan ustadz tidak penting. Ini penyakit umat di situ. Padahal dua-duanya memiliki  ilmu yang sama. Dengan ulama anda bisa membersihkan jiwa, menjadi sehat jiwa. Sama denga kita yang pergi kedokter sehat jasmani kita.

Selanjutnya[yang keempat], Orang rabbani adalah orang yang menyantuni orang lain. Orang yang perduli terhadap umat. Bukan hanya beribadah untuk dirinya sendiri. Ini ciri daripada agama Islam. Islam bukan agama yang dikuasai oleh rahib-rahib. Islam bukan agama yang dikuasai oleh (eee..) ulama saja. Ilmunya ulama harus ditularkan kepada masyarakat. Dan masyarakat itu jadi tanggung jawabnya para ulama. Bahkan Islam itu bukan agama yang kegiatannya hanya di masjid. Maaf saja, agama lain ada yang agama itu hanya di tempat ibadahnya, di luar itu bukan lagi ibadah. Jadi kalau dia satu minggu tidak pergi ke tempat ibadah itu, dia sampai seminggu duua minggu, setahun dua tahun, berarti sudah tidak beragama. Seorang muslim, meskipun dia tidak pergi ke masjid, dia tetap muslim, karena mungkin dia shalat di mushalla. Karena dia shalat di rumah. Kalau sebagai musafir, dia shalat di jalan. Tetapi perbuatannya, amal-amalnya semuanya lillahi ta`ala. Ketika dia memberi adalah sedekah. Ketika dia hidup bersama perempuan namanya menikah. Ketia mengeluarkan kekayaannya, dia berzakat. Ketika menolong orang lain, dia beribadah. Seluruh aktivitas muslim adalah lillhai rabbil `alamin. Ini ciri daripada seorang rabbani.

Seorang rabbani juga perduli dengan pendidikan umat. Perduli dengan apa-apa yang terjadi di masyarakat sekitarnya. Jadi kalau kita pahami dari pengertian ini, rabbani itu adalah ulama`nya. Maka generasi rabbani adalah generasi yang mengikuti apa kata ulama`nya. Dan ulama di dalam Islam adalah orang-orang yang juga bisa menjadi umara`. Bisa menjadi umara`. Tetapi tidak semua ulama –ternyata- boleh menjadi umara`. (ya) Rasulullah membedakan antara Abu Hurairah dengan Khalid bin Walid, ataupun sahabat-sahabat lain yang ilmunya tinggi. Kenapa? Khalid bin Walid itu ilmunya tidak setinggi Abu Hurairah. Rahasianya dimana? Rahasianya karena Khalid bin Walid bisa jadi pemimpin, dan ia kuat menjaga amanah sebagai pemimpin. Sementara Abu Hurairah ilmunya tinggi tetapi tidak kuat menjaga amanah menjadi pemimpin. Oleh sebab itu tidak semua ulama itu berhak menjadi pemimpin, dan layak menjadi pemimpin. Di sini kita paham, masyarakat muslim mempunyai dua pemimpin, yang satu ulama, yang satu umara`. Ini di dalam akidah ahlus sunnah wal jama`ah. Di dalam syari`ah yang diyakini oleh ahlu sunnah wal jama`ah. Sekarang berarti, masayarakat yang dikuasai, yang dipimpin oleh rabbani adalah masyarakat yang dipimpin oleh ilmu pengetahuan. Pemimpinnya mempunyai ilmu. Oleh karena itu, apa yang harus kita kerjakan sekarang ini adalah sedikit demi sedikit –semampu kita- menjadikan rabbani adalah pemimpin-pemimpin masayarakat. Supaya masayarakat ini kembali lagi. Ketika ada masalha-masalah yang terjadi dalam masyarakat, dia akan kembali kepada ulama`nya.

Tetapi masalahnya, ulama-ulama yang kita miliki sekarang ini tidak semuanya yang memiliki kapasaitas yang seperti ini. Oleh sebab itu mari kita bersama-sama. Kita tingkatkan pendidikan kita, kita tingkatkan sekolah-sekolah kita, universitas-universitas kita, termasuk pengajian-pengajian seperti begini ini. Kalau dulu di zaman Abbasiyah, orang-orang yang pengajian seperti ini, terbagi dari tempat pojok-pojok. Setiap pojok ada imamnya masing-masing. Dan yang mendengarkan itu menulis apa yang dikatakan imam itu, dan belajar sendiri, dia inginnya menjadi ulama`. Ini Allah karuniakan kepada meraka yang betul-betul mempunyai ghirah diniah, mempunyai akidah yang kuat, diberi hafalan yang kuat. Jadi masjid dulu benar-benar enjadi universitas. Ulamanya tidak ada pekerjaan lain kecuali mengajar. Bahkan murid-muridnya pun, mendengar ulama`-ulama` itu untuk supaya menjadi ulama`. Oleh sebab itu dengan situasi apapun sekarang ini, tidak ada salahnya kalau bapak-bapak dan saudara-saudara sekalian menjadikan pengajian ini sebagai penambah ilmu. Sebagai alat untuk berdakwah di tempat lain. Ini perlu sebuah apa yang disebut mekanisme keilmuan. Ketika Rasulullah berkhutbatul Wada`, pesan beliau satu diantaranya: “yang hadir supaya menyampaikan kepada yang tidak hadir”. Nah dengan begitu ilmu akan tersebar. Oleh sebab itu acara-acara yang seperti begini ini, adalah acara-acara yang sangat mulia dan perlu disebarkan kepada seluruh masyarakat dimanapun bapak-bapak berada. Dengan begitu ilmu pengetahuan kita, ilmu pengetahuan masyarakat akan bertambah.

Jama`ah masjif Al-Irsyad dan Mitra Muslim Rahimakumullah.
Bagaimana kita mencetak generasi kita supaya mereka betul-betul terikat dengan ulama rabbaniyin? Pertama: Kita harus memperkuat akidah. Jadi penting sekali akidah. Utama shidqil aqidah was syari`ah. Godaan untuk berakidah Islam ini luar biasa. Dari aliran-aliran yang sesat, dari pemikiran-pemikiran yang terlalu rasional liberal, dari agama lain, dari ideologi lain, semua masuk kedalam pikiran umat Islam. Sehingga akidah kita ini digoncang. Sekarang ada pikiran pluralisme yang mengatakan: “Tuhan semua agama sama”. Wah..Tuhan semua agama sama, berarti ada berapa Tuhan tuh? Tuhan semua agama sama berarti ada satu dua tiga Tuhan. Tuhan mempunyai kesamaan masing-masing berarti Tuhannya lebih dari satu. Kalau Tuhan semua agama satu, juga salah. Karena Tuhan agama lain, kitab-kitabnya juga lain dengan Tuhan yang ada dalam Islam. Kemudian ada orang-orang Islam yang kemudian percaya dan memperjuangkan paham ini. Tantangan besar bagi kita. Akhirnya agama-agama lain pun dianggap berhak masuk surga. Padahal umat Islam sendiri belum tentu masuk surga. Jadi seakan-akan surga ini milik bersama. Ini kesalahan yang dialami orang Islam. Itu. Maka dari itu akidah harus kuat.

Kita tidak hanya mengetahui Allah adalah Tuhan kita, tapi kita harus mengenal Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kemudian akidah harus dikaitkan dengan syari`ah. Jangan kemudian setelah percaya bahwa kita ini adalah (eee..) hamba Allah yang paling dekat kepada Allah, saking dekatnya kita sampai pada derajat yang disebut fana. Kalau sudah fana kita sudah tidak lagi ada jarak dengan Tuhan. Berarti kita di tangan Tuhan, Tuhan di tangan kita. Waaa ini kesalahan fatal (ya..). Kita di tangan Tuhan, tapi Tuhan tidak di tangan kita. Sebab kita terlalu kecil untuk menindak Tuhan. Ini kesalahan yang fatal. Oleh sebab itu, akidah kita harus dikaitkan dengan syari`at. Orang-orang yang percaya dengan kepercayaan fana ini kemudian mengatakan: “yang sudah dekat dengan Tuhan tidak perlu shalat. Karena sudah dekat sekali dengan Tuhan. Orang-orang begini kalau berdosa langsung diampuni oleh Tuhan, meskipun kabair(dosa besar). Orang-orang ini tidak pernah berdosa”. Ini satu kesalahan dalam memahami akidah was syari`ah. Orang yang beribadah kepada Allah itu ialah orang yang akan menuju kepada proses menuju mukmin. Belum kita mengamalkan syari`at dengan banyaknya, kita akan mencapai derajat mukmin. Bahkan di dalam berpuasa pun ada warning, ada peringatan:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر [له] ما تقدم من ذنبه
Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, tapi dengan iman, [maka dosanya yang telah lalu akan diampuni]”. Berarti ada orang yang berpuasa tidak karena iman. Berarti derajat orang yang berislam menjalankan rukun Islam tetapi tidak ada iman di dalam hatinya. Maka iman harus menjadi dasar daripada Islam atau syari`ah.

Yang kedua: kita harus mengamalkan (eee..) ta`lim. Seperti saya sebut di dalam tamhid tadi:
اَلْحَمْدُ لله الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
(ya) kita ini adalah pewaris para Nabi dan kita mewarisi tugas untuk ta`lim. Harus mengajar. Harus mengajar kepada siapapun karena dengan mengajar itu kita akan bertambah ilmunya. (ya) meskipun dalam konteks masyarakat yang sekecil apapun, mengajark diri sendiri, keluarga, mengajar masyarakat kita, mengajar masyarakat kecil, dengan ilmu yang kita punya: (بلغوا عني ولو آية). Itu kita tetap akan sampai pada derajat al-mu`allim.

Hadirin jama`ah majlis Al-Irsyad, Mitra Muslim yang dirahmati Allah.

(Nampaknya masa tidak memungkinkan lagi untuk dilanjutkan. Setelah adzan akan dilanjutkan oleh sebab itu silahkan kita break sebentar dan akan kita dengarkan adzan shalat Isya`. Tafaddhal!)

*******
(Terimakasih). Berkaitan dengan akidah was syari`ah, kenapa kita mesti menghubungkan akidah dengan syari`ah? Karena di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam ada diantara umat Islam itu yang ingin merayakan hari raya Yahudi. Dan ada juga shabat yang kemudian membawa kitab Taurat kepada Nabi: “Ya Rasulullah bagus sekali itu ayatnya”. Ini oleh Rasulullah kemudian dijawab dengan turunnya wahyu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ(2: 208)
Jadi. Udah lah Islam saja. Itu kitab yang terdahulu. Itu disempurnakan oleh al-Qur`an. Semua yang ada dalam sejarah di dalam kitab-kitab Taurat ataupun Injil, itu sudah tercantum di dalam al-Qur`an. Bahkan al-Qur`an ini adalah wahyu asli diturunkan Allah pada Rasul-Nya. Karena itu juga berarti bahwa ketika kita mengamalkan syari`ah, -sebagai seorang muslim dan mukmin- jangan dicampur dengan hal-hal yang berbau atau bertentangan dengan syari`at. (ya) Akidahnya sudah bagus, begitu PILEG ke dukun. Buyar itu namanya akidah. Begitu ia menginginkan sebuah jabatan, dia pergi dukun. Musyrik. Makanya kita dilarang mencapur adukkan yang syari`ah, yang haq dengan yang bathil. Itulah yang disebut dengan kedzaliman:

وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ(Al-An`am: 82)
Jangan mencampurkan keimanan anda dengan kedzaliman yang hanya sekedarkebutuhan duniawi. Apa itu dhulm? Innas syirka ladhulmun `adhim(sesungguhnya syirik adalah kedzaliman yang paling besar). Oleh sebab itu, jangan meletakkan kemusyrikan di dalam dadamu. Ketika dadamu itu adalah sebagai dada seorang muslim, mukmin. Sama dengan maksiat:
لَا يَزْنِي الزَّانِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ(Hr. Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad)
Tidak mungkin di sini hati berzina, pada saat yang sama hati seorang mukmin.

وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ ]وَهُوَ حِينَ يَسْرِقُ[ مُؤْمِنٌ(Hr. Baihaqi).
Tapi di masyarakat kita ini aneh-aneh. Seorang koruptor dengan uang yang banyak pergi umroh dengan uang korupsi itu. Itu yang yalbisuuna imanahum bi korupsi. Mencampurkan, jadi harta yang haram diletakkan di dalam hatinya dalam jiwanya. Bukan masalah  hartanya, mencurinya sudah merusak diri sendiri. Seorang yang berzina, tidak tahu siapapun hanya Allah yang tahu itu disebut sebagai orang yang dholimun linafsihi(merusak dirinya). Ketika beriman kemudian pada saat yang sama berzina, tidak ada iman di dalam dadanya. Sekali, dua kali, tiga kali, kalau berulang-ulang kali hilang iman itu. Karena hati seorang hamba itu sekali dia berbuat dosa  kecil sekalipun akan memberi titik hitam dalam hatinya. Kalau ribuan kali jutaan kali dia berdosa -apalagi dosa besar-, hitam hatinya itu. Tidak ada jalan menuju petunjuk Allah apalagi berkah dari Allah. Orang-orang yang seperti begini ini, kita harus hilangkan sekaran ini. Dia mengaku muslim, mengaku mukmin tetapi perbuatanya tidak kaaffah sebagai seorang muslim.

Yang Kedua: Masyarakat ini juga harus mengerti, faqih bagaimana berislam dengan rukun Islam yang lima saja. Dia tahu kewajibannya bersedekah, berzakat, berpuasa, haji, shalat dengan segala macam bentuknya. Harusnya ia tidak perlu lagi kuliah bagaimana harusnya shalat yang betul. Ini adalah cara kita menjadikan masyarakat rabbani seperti begitu. Masyarakat sudah tidak perlu lagi disuruh-suruh pergi ke masjid, karena: al-barokatu ma`al jama`ah, sudah memahami itu. Masyarakat tidak perlu didorong-dorong untuk bersedekah, karena bersedakah itu lebih tinggi daripada berzakat. Jadi berzakat sudah, bersedekah belum. Masih belum apa-apa. Yang tinggi derajatnya ialah orang-orang yang ketika ia memberikan sesuatu itu bukan karena kewajiban. Tetapi dia itu merasa bahwa ia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.


Yang ketiga ialah: `alimun bi ilmi ilahi wal ilmil kauni. Seperti yang saya sampaikan tadi. Masyarakat ini harus kita ajar, bukan hanya ilmu pengetahuan kauniah, tetapi juga ilmu pengetahuan diniah. Kuliah di UNAIR tidak ada masalah. Kuliah di ITS tidak ada masalah. Tetapi ketika nanti anda jadi mahasiswa lulus S-1, S-2, S-3, keislaman anda juga harus S-1, S-2, S-3.
مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدىً لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللَّه إِلا بُعْدًا
Kalau dia S-2 di ITS, di UNAIR atau di UGM, kemudian S-2 dan S-3, tapi tidak menambah keimanannya, dia akan tambah jauh dengan Tuhannya. Ilmu-ilmu kauniah itu sudah bisa memberi pelajaran seseorang untuk beriman pada Allah. Biasanya mahasiswa-mahasiswa belajar fisika, belajar ilmuuu..(apa namanya) filsafat itu akan lebih dekat kepada Tuhan. Kalau dia memang dia betul-betul menginginkan petunjuk dari Allah. Oleh karena itu di dalam Islam tidak ada pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Maka sekarang ini masalah bagi kita. Kalau kita yang belajar agama, itu juga mengetahui ilmu pengetahuan umum, meskipun pada tingkat yang secukupnya, dan orang-orang yang belajar ilmu pengaetahuan umum, itu memahami agama dengan kadar secukupnya. Itulah yang kata imam Ghazali disebut fardhu `ain dan fardhu kifayah. Bagi yang belajar syari`ah fardhu `ain bagi dia mempelajari syari`ah, dan fardhu kifayah dia mempelajari politik. Bagi yang belajar politik fardhu `ain dia belajar politik dengan sebaiknya, hingga menghasilkan siyasa syar`iyah politik yang betul-betul Islam, dan bagi dia farhu kifayah mengetahui ahkam syar`iyah sampai ahli dalam bidang Fiqih. Kalau terjadi seperti begini, dunia ini aman. Dunia ini aman. Yang belajar ilmu Ekonomi, dia tahu apa arti korupsi bahwa itu adalah bukan rizki dan tidak berberkah. Tapi malangnya orang yang belajarnya ekonomi dia tahu ekonomi dan tidak tahu zakat. Itu nestapa manusia muslim modern. Masalah yang dihadapi oleh umat Islam sekarang ini.

Yang selanjutnya[keempat] adalah: Akhlaqul karimah. Sudah mutamassik bil aqidah syar`iyah, `alim bisyari`ah, yang ketiga ialah mutakholliq bi akhlaaqil kariimah.Berakhlak. Akhlak itu apa? Akhlak itu adalah: kecendrungan hati. Ini akhir-akhir ini kita mendengar kata-kata karakter. Pendidikan Karakter. Seakan-akan itu menjadi pendidikan yang lebih penting daripada pendidikan akhlak. Pendidikan karakter bukan pendidikan akhlak. Dia sepertiganya dari pendidikan akhlak. Sebab seorang pejabat yang berkarakter, itu adalah pejabat yang tegas, berpendirian kuat, disiplin, meskipun selingkuh. Meskipun dia korupsi secara struktural, tapi tagas, disiplin, bagus, hidupnya sederhana, di baliknya dia korupsi. Itu namanya pemimpin yang berkarakter. Lain dengan pemimpin yang berakhlakul karimah. Karakter itu adalah tempelan di dalam diri orang. Ya dia tegas, di dalam menegakkan disiplin di kantornya, tapi begitu istrinya terlibat, dia tidak tegas. Begitu orang yang dekat dengan dia melakukan korupsi, dia tidak tegas. Nah, itu berkarakter, tapi orang yang tidak berakhlak.

Akhlakul karimah itu berasal dari kata ‘khuluq’. “Khuluq” itu berasal dari kata ‘kholaqo’(ciptaan). Allah itu menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan. Oleh sebab itu akhlak manusia berasal dari diri yang dilahirkan dalam keadaan fithrah. Fithrah itu apa? Fithrah itu adalah cendrung kepada Tuhan. Mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, taat pada Tuhan. Kalau dia belok ke kanan atau ke kiri, (ya) kemudian melakukan maksiat, maka dia sudah melanggar nuraninya, melanggar fithrahnya. Maka orang yang beriman dan berilmu dan menjalankan ilmunya mengamalkan ilmunya,  dia akan memperoleh akhlakul karimah. Kalau dalam istilah Islam, ada derajat islam, iman, ihsan. Orang itu berislam, dengan keislamannya itu dia akan mencapai iman, dengan keimanannya itu dia akan hidup secara ihsan. ‘Oh apa begitu?’. ‘Betul’. Perna suatu ketika badui datang kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, kemudian mengatakan: “kami sudah beriman ya Rasulallah (Aamannaa)”. Kemudian Rasulullah menjawab: “Qûlu aslamnâ(katakab berislam! Jangan beriman)”. “Lho?” kira-kira kaget sahabat ini. Rasulullah kemudian dala al-Qur`an, diabadikan dalam al-Qur`an, diperintahkan Allah untuk mengatakan: “Katakan kami sudah Islam. Walam yadkhulil imaanu fi qulubikum(iman belum masuk kedalam dada kamu)”. Meskipun sudah shalat, zakat, puasa haji, iman belum masuk ke dalam dada kamu. Oleh sebab itu teruslah kita beribadah kepada Allah dengan rukun Islam yang ini, sampai anda mencapai sebuah keimanan.

Di dalam al-Qur`an juga diperintahkan: u`budullah hatta ya`tiyakal yaqin     [yang benar: وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ/ Qs. Al-Hijr: 99]. Sembahlah Allah dengan cara-cara yang diajarkan Rasulullah itu, sampai datang keyakinan di dalam hati kamu. Maka dari itu setiap shalat kita mengucapkan: ihdinas shirathal mustaqim(tunjukkanlah kami pada jalan yang benar). Ini bahasanya. Nih ada youtube  ini, saya ingin cerita ini, supaya umat Islam tidak salah paham. Youtube itu isinya pidato seorang pendeta. Kemudian di situ disebutkan al-Fatihah, kemudian di dalam penjelasannya itu dikatakan bahwa: “Umat Islam ini doanya itu-itu terus. Tidak berubah-rubah, sementara di gereja itu lagunya bermacam-macam, antara satu gereja dengan gereja lain lagunya berbeda-beda. Saya tidak ingin menyinggung itu. Ini orang yang tidak memahami arti dari al-Fatihah. Al-Fatihah itu adalah sebuah ucapan, sebuah tahmid, sebuah ibadah kepada Allah, yang diajarkan Allah kepada hambanya. Dan itu adalah rasa cinta kepada Allah. Takbir, tihmadi, tasbih dan lain sebagainya, itu memuji kepada Allah. Dan itu menunjukkan kecintaan kita kepada Allah. Ini sebenarnya agama cinta itu ini, bukan agama lain. Agama yang mencintai Allah. Barangsiapa mencintai Allah pasti mencintai Rasul-Nya dan mencintai umat manusia. Kemudian dikatakan dalam penjelasan tadi: ihdinash shirothol mustaqim. “Ooo...berarti umat Islam ini dalam keadaan sesat kemudian berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah berilah kami petunjuk!. Lho berarti sekarang ini sesat semua orang Islam?” katanya. Ini tidak paham bahasa Arab. Makna daripada shirotol mustaqim ialah: tetapkanlah kami pada jalan yang lurus, yang benar!. Bukan -(lha ini)- shiratholladzina an`amta `alaihim(Yang Engkau beri nikmat), ghoirul maghdhubi `alaihim walad dhoolin(bukan jalannya kaum yang engkau marahi ya Allah, Orang-orang Yahudi, dan bukan orang-orang yang sesat(walad dhoolin), orang Nashrani. Nah disini kita memuji kepada Allah, kita mencintai Allah, kita merendahkan diri di hadapan Allah supaya apa? Apa yang diciptakan Allah dalam diri kita ini tetap suci.

Saya pernah ditanya oleh orang muallaf di Inggris. Dia itu istrinya orang Islam tapi kemudian dia masuk Islam karena menikah. Tapi dia ini mengeluh kepada saya: “Kenapa sih Islam mengharuskan pemeluknya untuk melakukan shalat? Shalat itu bagi saya sulitnya setengah mati. Apalagi kalau di kantor. Orang-orang di kantor saya ini semuanya tidak sholat, bukan muslim dan saya kesulitan untuk melakukan shalat.  Nah saya ingin tahu apa faidahnya shalat?” katanya.  Ini saya jawab secara rileks aja: “Anda tahu Tuhan Islam itu adalah Maha Suci (The Most Sacred) Maha Suci dan tidak boleh dan tidak akan bisa orang yang mendekat kepada Yang Maha Suci itu, kecuali dalam keadaan yang suci. Dan kita sebagai manusia penuh dengan dosa. Dan shalat itu menghapuskan dosa-dosa yang kita lakukan dalam setiap hari dan semalam”. “This Oke ” katanya. “Penjelasan itu masuk akal katanya”. “Tapi ini saya bilang ini spiritual explanation ini penjelasan spiritual. You can belieave it, you can not believe it.Anda boleh percaya, anda boleh tidak percaya itu. Karena ini sesuatu yang tidak bisa dijelankan secar empiris”. “Oke i`m understand” katanya dia. Tapi saya akan coba usahakan. Hah di sini yang namanya syari`ah itu adalah sebuah perbuatan. Perbuatan itu bisa dihayati dengan hati bisa juga tidak. Kalau kita menghayati perbuatan kita dengan baik disertai dengan keimanan perbuatan itu akan memperkaya, mempertkuat jiwa kita. Maka akhlakul karimah itu harus disertai dengan amal-amal yang memperkuat akhlak itu sendiri. Baik sudah berilmu, sudah berakidah, berilmu, berakhlakul karimah.

Yang selanjutnya[yang kelima: red], generasi rabbani itu harus generasi yang juga bisa mampu, mau untuk melakukan tawashau bilhaq watawashau bis shabr. Harus bisa berdakwah, menyampaikan apa saja. Bayangkan sekarang kalau semua orang berbicara kebaikan dan  di sekitarnya katakanlah satu orang akan berbicara kebaikan kepada sepuluh orang, yang sepuluh orang berbicara kebaikan kepada sepuluh orang yang lain, itu akan luar biasa bentuk masyarakat kita ini. Dan ternyata orang-orang yang tadi saya sebutkan di awal melakukan maksiat, membunuh anaknya, membunuh suaminya, membunuh istrinya adalah orang-orang yang tidak dekat dengan masyarakat yang  rabbani ini. Orang-orang yang sudah jauh daripada ukhuwah  islamiyah. Bahkan tidak menjalankan syari`ah. Akidah pun tidak kuat. Maka dari itu, kewajiban kita, kita harus menyebarkan, kita harus berdakwah kepada siapapun baik kepada anak-anak kita, baik kepada keluarga kita, suami dan istri kita, ataupun pada masyarakat yang berada pada sekitar kita. Lebih besar lagi dari sekadar itu, kita juga harus tahu generasi rabbani ini memahami politik. Kita ini menjadi bulan-bulanan politik. Memahami saja itu penting. Tidak berpolitik tidak ada masalah, tetapi kita paham apa yang terjadi dan apa rekayasa sedang dilakukan oleh politisi-politisi yang memang anti pada Islam misalnya atau ingin menghilangkan aspirasi umat Islam. Kita harus memahami itu. Kemudian kita bisa melakukan langkah-langkah apa yang bisa kita lakukan di dalam tempat kita berada. Luar biasa tantangan kita itu.

Di Indonesia (yah) ini (eee) di era reformasi ini sudah terdapat sekitar dua ribu lima ratus undang-undang. Pertanyaannya: Siapa yang menyusun undang-undang itu? Tahun lalu akan disahkan undang-undang kesetaraan gender. Tidak ada orang Islam yang tahu apa apa bahayanya undan-undang ini. Oleh sebab itu kita perlu orang-orang Islam yang paham. Berpolitik itu mengatur undang-undang, bukan hanya berkuasa. Menjadi anggota legislatif itu juga perlu memahami ini. Ketika undang-undang pornografi mau disahkan, orang Islam sendiri menolak. Bahkan ada orang Islam yang mengatakan: “Yang porno itu bukan orangnya tapi matanya yang melihat” katanya (hehehe). Ini bagaimana ini. Ini kita harus berjuang memaknai politik berjuang di situ. Dengan cara-cara yang seperti ini. Apa yang undang-undang kesetaraan gender tadi yang akan dikatakan? : “Siapapun yang membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, di dalam kehidupan sosial masuk penjara”. Nah kalau kita memberi pakaian anak perempuan dengan rok kemudian laki-laki dengan celana, kenapa dibeda-bedakan? Kalau sekolah kita memisahkan laki-laki dan perempuan bertempat lain ini membeda-bedakan. Kalau guru sekolah perempuan kita adalah perempuan, tidak ada laki-lakinya, ini membeda-bedakan. Betapa rusaknya pendidikan Islam kalau ini disahkan. Dan banyak lagi dengan seketaraan gender nantai akan masuk di situ LGBT(Lesbianisme, Gender, Biseksual, dan trans gender).

Dengan undang-undang ini oleh orang  akhirnya dipikirkan haknya untuk menikah sesama jenis. Siapa yang peduli dengan undang-undang ini kalau bukan kita? Oleh sebab itu kita harus paham politik dan harus mengerti politik dan harus tahu untuk apa kita berpolitik. Ini masyarakat rabbani yang harus kita ciptakan. Perduli dengan yang kita ciptakan. Selain itu kita harus tau manajemen. (ya) Kebanaran yang tanpa nidham(tanpa manajemen), itu akan kalah dengan kemaksiatan, kebatilan yang dengan nidham dengan mamanjemen yang baik. Oleh sebab itu orang Islam harus kuat manajemennya. Persatuannya harus dimanaje. Sedekahnya harus dimanaje. Saya diberitahu oleh Ust. Yusuf Manshur, orang Islam di Jakarta saja itu sedekahnya sekali jum`at bisa 5 trilyun. Satu Jakarta atau Jakarta dan sekitarnya.  Sedekahnya saja. Kenapa tidak dimanfaatkan orang Islam?. Ukhuwah islamiah ini harus diaplikasikan di dalam manajemen yang baik. Menjadi kerjasama yang saling menguntungkan. Sekarang zakat umat Islam ini kalau dikumpulkan berapa milyar, berapa trilyun? Berapa pesantren yang bisa kita dirikan? Sekarang dana umat Islam yang menumpuk di Depertemen Agama, ini dana abadi umat, itu belum bisa dimanfaatkan oleh umat Islam. Ada tujuh trilyun kalau tidak salah. Belum bisa disentuh oleh undang-undang. Siapa yang mengatur undang-undang? Harus orang Islam yang berfikir, berjuang dalam bidang politik.

Kemudian, yang penting lagi. Berpolitik-berpolitik, tapi harus amanah. Berpolitik-berpolitik, tapi kita harus jujur. Di Jakarta saya katakan kepada kawan-kawan yang berjuang di bidang politik: Berpolitik itu ada fiqihnya. Berpolitik itu ada fiqihnya. Ada namanya siyasah syar`iyah(Politik yang berdasarkan pada syari`at). Kita bersatu pun ada fiqihnya, fiqhul i`tilaf. Kita berbeda-beda partai itu juga ada fiqihnya, namanya ‘fiqhul ikhtilaf’. Tetapi tetap berdasarkan kepada fiqih. Jangan kita berpolitik karena kepentingan pribadi, akhirnya fiqih kita lupakan. Itulah yang kata al-marhum Zainudin MZ: “Membaca ayat kursi setiap hari, begitu dapat kursi, lupa ayatnya tinggal kursinya” (hehe). Ini, jadi fiqih harus kita gunakan. Oleh sebab itu menjadi politisi, menjadi pemimpin harus jujur, amanah dan kuat memegang amanah. Bukan sekadar amanah. Banyak orang yang punya duit, bisa menjadi politisi tapi tidak kuat memegang aman akhirnya terjerumus kedalam kasus korupsi.  

Dan yang terakhir [keenam: red] adalah berjihad dijalan Allah dalam bentuk apapun. Belajar dengan baik itu juga berjihad. Ha... ini kata-kata jihad ini sekarang menakutkan karena ada ISIS (hehehe). Kemudian dengan semua orang mengutuk ISIS, itu pada saat yang sama mengutuk jihad. Ini kesalahan besar. Lha ISIS kemudian menggunakan bendera La Ilaha Illallah Muhammadurrasulullah benderanya dibakar. Sekaligus membakar La Ilaha Illallah. Ini kesalahan juga. Ini supaya kita dudukkan dengan benar. Islam bukan agama yang mendukung kekerasan. Islam adalah agama damai. Kalau ada orang Islam melakukan kekerasan, ya bertentangan dengan syari`ah. Tetapi kata-kata ‘jihad’ di dalam Islam macam-macam.  jihad fi thalabil `ilmi dinamakan jihad juga.  Jihad di dalam menyantuni anak yatim, jihad. Seorang ibu yang melahirkan anak, hamil melahirkan anak, jihad karena matinya juga mati syahid. (ya) Berarti jihad ini ternyata tidak hanya kekerasan. Tapi ada orang-oran yang tidak memahami Islam itu ingin menghapuskan kata jihad di dalam seluruh kitab di dalam Islam. Tidak mudah menghilangkan jihad itu. Karena jihad tidak berarti selalu peperangan.

Ada sebuah dialog kecil ya, ini kiriman youtube sekadar untuk menggambarkan saja. Orangorang non-muslim itu selalu menuduh Islam, sebagai agama teroris. Agama yang menganjurkan peperangan. (ya) Terjadinya peristiwa WTC, itu meberi kesimpulan pada orang-orang di Barat bahwa Islam adalah agama kekerasan, karena membenuh tiga ribu orang di menara kembar, di Amerika. Apa sebenarnya loginya itu? Kita perlu bertanya: ‘berapa orang yang mati di WTC?’. 3000 orang. Berapa orang yang mati di Afganistan? 15.000 orang. Berapa orang yang mati di Afganistan, Irak dan Syiria dan Israel? Lebih dari 100.000 orang. Jadi kalau kita dituduh sebagai  agama teroris, agama yang menganjurkan kekerasan. Ternyata ada lagi orang-orang yang atas nama kemanusiaan, justru membunuh manusia yang tidak berdosa. Dan itu pun juga belum tentu yang melakukan pengeboman menara kembar itu adalah orang Islam. Orang Amerika sendiri membuktikan bahwa itu bukan pekerjaan orang Islam. Ini kita harus waspada. Kita harus berjuang menagakkan kalimatullah, memperjuangkan akiadah islamiyah, berjihad di jalan Allah melalui pendidikan, kegiatan sosial dan lain sebagainya, mengembangkan sumber daya manusia melalui berbagai macam sarana, dengan harta dan jiwa kita:

وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ  (Qs, At-Taubah: 41)
Kita berjihad dengan harta kita. Tidak bisa berkontribusi dalam pendidikan, kita memberi harta kita. Tidak bisa mewakafkan diri perjuangan untuk perjuangan umat Islam, ya harta kita. Kami ini di pesantren-pesantren itu adalah wakaf diri, bukan wakaf harta. (ya). Kami ini adalah pegawai-pegawai Tuhan yang tidak pernah pensiun. Mati hidup adalah berjuang untuk Islam di pondok pesantren.  Kami adalah wakaf. Waqaful basyar namanya. Ini adalah: jahidu biamwalikum wa anfusikum. Nah dengan begitu (ya), Allah kemudian memberikan tafsir (ya). Tafsirnya adalah:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
Orang-oran yang berjihad di jalan Allah, dalam bentuk apapun akan diberi petunjuk, jalan-jalan. Jalan itu apa? Bisa jadi metode, bisa jadi teman, teori, bisa jadi sistem. Tetapi, kelanjutan dari ayat ini menarik. Dengan syarat kalau anda berjihad dengan di jalan Allah, anda harus berjuang dengan ikhlas, dengan amanah, dengan ihsan. Akhir daripada ayat itu berbunyi:
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ(Qs. Al-Anfal: 69)
Allah itu bersama orang-orang yang berjihad di jalan Allah fi maqoomil ihsan. Tingkatnya bukan kewajiban dalam islam. Tingkatnya ialah berislam pada tingkat ihsan, yaitu beribadah di jalan Allah seakan-akan melihat kita setiap saat. Kalau kita tidak bisa melihat Allah, percayalah, Allah melihat kita. Keyakinan itulah keyakanan orang yang disebut muhsinin. Orang yang berjihad di jalan Allah tetapi dengan (eee) iman di dada, dan dengan kecintaan kepada Allah, sehingga apa yang dilakukan itu adalah al-islam pada tingkat ihsan.

Itulah yang bisa saya sampaikan. Bagaimana kita membangun generasi rabbani yang syarat dengan iman, ilmu, amal, islam, iman, ihsan. Ini adalah trilogi yang tidak bisa dipisahkan.  Tidak akan berislam orang yang tidak beriman. Dan tidak akan beriman orang yang tidak berislam. Dan tidak berislam orang yang tidak beramal. Oleh sebab itu mari dalam susasana yang  (eee) serba sulit ini, kita terus menjaga diri kita: quu anfusakum wa ahlikum naara. Kita jaga keluarga kita dari yang sekecil-kecilnya. Kita jaga masyarakat kita dari sekecil-kecilnya. Kita jaga juga masyarakat yang lebih luas lagi yaitu bangsa Indonesia ini. Bangsa Indonesia itu adalah kita semuanya. Bangsa Indonesia adalah majlis ini. Oleh sebab itu kita perbaiki dari situasi, dari jumlah yang sekecil-kecilnya, menjadi jumlah yang sebesar-besarnya. Untuk itu mari kita akhiri taushiah dan (eee) ceramah ini, dengan berdo`a bersama-sama. Mudah-mudahan Allah memberkahi kita semuanya. Al-Fatihah.

اللهم صل عل محمد وسلم وارض الله عن كل صحابة رسول الله أجمعين. والحمد لله رب العالمين. حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده. يا ربنا لك الحمد كم سنبغي لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك. اللهم الغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربّيانا صغارا. اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكوننا من الخاسرين. اللهم نسألك بأنك الله الحق الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفواً أحد. الله إنا نسألكا سلامة في الدين، وعافية في الجسد وزيادة في العلم وبركة في الرزق وتوبة قبل الموت ورحمة عند الموت. اللهم هوِّنْ علينا في سكرات الموت والنجاة من النار والعفو عند الحساب. ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما. اللهم انفعنا بما علمتنا وعلمنا ما ينفعنا وارزقنا علوما تنفعنا. اللهم الرزقنا رزقا حلالا واسعا طيّبا مباركا وأنت خير الرازقين. اللهم إرنا الحق حقا والرزقنا اتباعا وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابا. اللهم لا تدع في مقامنا هذا ذنبا إلا غفرته ولا همّا إلا فرّجتَ ولا عيبا إلا سترته ولا جاهلا إلا علّمْتَه ولا مسكينا ولا فقيرا إلا أغنيته ولا حاجة من حوائج الدنيا والآخرة إلا جنيت رضاك يا أرحم الرحمين. ربنا آتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من أمرنا رشدا. اللهم نعوذبك من الهم والحزن ونعوذبك من العجز والكسل ونعوذبك من الجبن والبخل ونعوذ بك من غلبة الدين وقهر الرجال. اللهم أعِزَّ الإسلام والمسلمين وأهلك الكفرة المبتدعة أعدائك أعداء الدين. ربن آتنا ف الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العلمين.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Sumengko, Sabtu 16 Agustus 2014;10:25
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan