Setelah Khalid bin Walid memperoleh kemenangan
gemilang dalam pembebasan Persia, ia mendapatkan mandat lagi dari Khalifah Abu
Bakar untuk membantu sahabat Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyan, Surahbil bin
Hasanah, dan Amru bin Al-Ash yang sedang ditugasi membebaskan negeri Syam.
Sebagai catatan: empat tim yang dikirim ke Syam ternyata hanya memenangkan dua
peperangan kecil. Karena itulah Abu Bakar meminta Khalid untuk membantu mereka
di sana. Yang menjadi masalah kemudian ialah ia harus datang secepat mungkin ke
Syam, padahal jalur tercepat ialah melalui padang pasir Samawa. Kesulitan yang
dihadapi di antaranya: Pertama, tempatnya sangat berbahaya dan
membinasakan. Kedua, harus sampai tujuan kurang dari lima malam, karena
kalau lebih bisa membinasakan pasukan. Ketiga, pasukan yang dibawa
Khalid berjumlah sembilan ribu orang. Hal ini menuntut kesiapan logistik yang
matang. Tapi, kalau Khalid sukses, maka ia akan menjadi orang pertama kali yang
mampu menaklukkan gurun pasir Samawa, sekaligus menyerang Syam dari arah yang
tidak diperhitungkan sebelumnya.
Ia bermusyawarah dengan Rufai` bin
Umair Atha`i yang mempunyai pengalaman
melewatinya sewaktu masih kecil bersama ayahnya. Mulailah ia membuat
langkah-langkah strategis. Pertama, menghauskan dua puluh ekor onta,
kemudian diberi minum sebanyak-banyaknya, sebagai perbekalan selama perjalanan.
Kedua, menbawa kesiapan logistik semaksimal mungkin. Ketiga,
berdoa dan tawakkal kepada Allah ta`ala. Berangkatlah mereka atas nama
Allah. Menjelang hari kelima, ternyata perbekalan akan habis. Bila tidak
ditemukan sumber air, maka mereka akan binasa di tempat itu. Ketika itulah Rufai`
bin Umair Atha`i ingat bahwa di daerah
itu ada sumber air. Katanya, sumber itu ditandai dengan adanya pohon. Karena
matanya agak kabur, maka disuruhlah para pasukan untuk mencarinya. Pada
akhirnya, setelah mereka bermunajat pada Allah, ditemukanlah pohon tersebut,
lantas dipotong kemudian digali. Apa yang dikatakan Rufai` benar-benar
terbukti. Pada akhirnya mereka mendapatkan air dan tidak jadi tunduk pada
keganasan sahara. Khalid pun sampai tepat pada waktunya dari sebelah utara
Syam. Dengan bekal hanya sembilan ribu orang, ia bisa memenangkan lima
pertempuran berturut-turut.
Apa yang dilakukan Khalid sungguh
mencengangkan. Prestasi ini harus ditiru oleh para pemimpin yang menjadi
arsitektur peradaban. Paling tidak keistimewaan Khalid –yang patut diteladani
bagi setiap pemimpin- pada peristiwa tersebut ialah sebagai berikut:
Pertama, langkahnya yang cepat dalam mengambil keputusan. Kedua,
membuat keputusan yang tidak pernah dipikirkan oleh musuh(artinya kemampuan
imaginernya begitu luar biasa). Ketiga, perencanaan matang dan
kedisiplinan tinggi. Keempat, belajar dari pengalaman historis. Kelima,
yang terpenting dari semua itu ialah membangun hubungan intensif dengan
Allah ta`ala. Peradaban yang dibangun dengan keputusan yang cepat, unik(mengimajinasikan sesuatu dengan cara tak
biasa), perencanaan matang, berbasis pengalaman historis serta menjadikan Tuhan
sebagai tumpuan utama pada setiap gerak dan langkahnya, maka tak ayal lagi akan
melahirkan peradaban tinggi. Pencapaian Khalid di atas adalah salah satu bukti bagaimana
seharusnya pemimpin menjadi arsitektur peradaban. Dengan sangat cantik ia
membuktikan bahwa paduan antara spirit keimanan, ilmu mapan, pengalaman,
persiapan yang matang akan membawa umat Islam menuju kejayaan. Kalau ini
benar-benar dipegang, maka bukan hanya kemenangan yang akan didapatkan, tapi
juga akan sangat mampu mengarsiteki peradaban dan menjadi soko guru bagi
peradaban dunia.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !