Ushul
menurut bahasa berarti pokok atau asas bangunan. Sedangankan Fiqh menurut
istilah berarti ilmu yang berisi tentang
hukum-hukum syar`i amali(praktis) yang diambil dari dalil-dalilnya secara
terperinci. Ilmu Ushul Fiqh berarti ilmu yang berisi tentang kaidah-kaidah
kulli untuk menentukan hukum praktis syar`i yang diambil dari dalil-dalil
secara terperinci. Orang yang pertama kali dikenal sebagai pionir dalam
pengkodifikasian ilmu Ushul Fiqh adalah Imam Syafi`i melalu magnum opusnya yang
berjudul, ‘al-Risālah’.
Setelah Imam Syafi`i, perkembangan ilmu Ushul Fiqh dari tahun ke tahun semakin
pesat, hingga pada akhirnya nanti lahir dua aliran Ushul Fiqh yang terkenal
yaitu aliran ushul fiqh hanafiyah dan syafi`iyah.
Ilmu ini
sangat mulia dan agung dalam kacamata Islam. Kemuliaan ilmu ini dapat dilihat
dari alasan berikut: Pertama, materi yang dikandungnya sangat penting.
Letak pentingnya ialah kerena dengan ilmu ini mujtahid bisa menentukan hukum
dari permasalahan-permasalahan yang belum dialami sebelumnya. Kedua,
ilmu ini penting karena erat kaitannya dengan Ilmu Fiqh. Dalam al-Qur`an
sendiri ada anjuran untuk mempelajari Fiqh: “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama”(Qs. At-Taubah: 122).
Sebagaimana
ilmu-ilmu syar`i yang lain, Ushul Fiqh memang lahir dari tangan ulama, namun
ini bukan berarti setiap yang dibuat ulama adalah bid`ah atau bahkan ditolak
kebenarannya. Terlalu banyak hal-hal yang tidak dikerjakan Nabi, tapi dilakukan
oleh orang-orang sesudahnya karena mengandung kebaikan dan tidak menyalahi
syariat. Contoh saja misalkan pengkodifikasian al-Qur`an, penyetandaran
al-Qur`an mushaf utsmani, pengadopsian khalifah Umar terhadap sistem
administrasi persia, termasuk ilmu-ilmu lain yang lahir semuanya tidak ada pada
masa Nabi. Biasanya yang mencoba menggugat Ushul Fiqh adalah orang-orang
liberal yang terpengaruh dengan paham relativisme.
Ada
yang berkata bahwa ilmu Ushul Fiqh adalah filsafatnya orang Islam. Pernyataan
ini sekilas benar namun lebih banyak ketidaktepatannya. Memang dalam ilmu Ushul
kekuatan logika digunakan dengan baik disertai dengan sarana lain berupa
pemhaman tentang bahasa dengan berbagai variabelnya, namun yang membedakannya
dengan filsafat, Ushul Fiqh dari segi orisinalitasnya berasal dari sumber hukum
islam. Sedangkan filsafat lahir dari dinamika pemikiran yang intensif yang
diwarisi dari filosof Yunani. Lagipula, Ushul Fiqh orientasi dan cara-caranya
sangat jelas, sedangkankan filsafat kebanyakan malah tidak mempunyai orientasi
jelas, kadang meskipun punya orientasi, tidak didukung dengan sarana-sarana
yang mumpuni. Karena itu, amat tidak tepat jika membandingkan antara Ushul Fiqh
dan Filsafat.
Setiap
ilmu mempunya tujuan, demikian pula Ushul Fiqh. Salah satu tujuan terpenting
dari Ushul Fiqh ialah mengolah dalil hingga menjadi sebuah hukum Fiqh. Tapi ini
tidak sembarangan. Ada beberapa perangkat ilmu yang harus dikuasai agar mampu
menggunakan ilmu ini, di antaranya bahasa Arab, al-Qur`an dan Sunnah.
Ironisnya, di zaman modern bahkan pasca-modern seperti sekarang ini, ada
beberapa pihak yang mengaku dirinya beragama Islam, bahkan dikenal sebagai
intelektual Islam, yang mulai merusak dan meragukan kemampuan Ushul Fiqh yang
diproduksi ulama. Mereka menganganggap Ushul Fiqh klasik perlu didekonstruksi.
Ulama kenamaan seperti Syafi`i misalnya diragukan otoritasnya. Berbagai
pendekatan studi yang diadopsi dari Barat dijadikan sebagai penggantinya. Ini
merupakan tantangan besar bagi ulama Ushul Fiqh. Bisakah Ushul Fiqh
dipertahankan di tengah arus studi ilmu Barat yang mengilfitrasi ilmu-ilmu
Islam termasuk ushul Fiqh. Kajian Ushul Fiqh perlu digiatkan kembali. Tugas
para ulama untuk menelaah ulang dan menyajikannya dengan sajian yang mudah
serta selaras dengan nafas Islam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !