Apa yang dihadapi oleh Ali bin Abi
Thalib Ra. pasca kepemimpinan Utsman bin Affan Ra. begitu rumit dan pelik. Di
satu sisi ia harus meredam potensi konflik yang setiap saat bisa meledak akibat
derasnya fitnah, ia juga dituntut menstabilkan kondisi negara yang lagi
mencekam, dan di sisi lain ia harus memberangus para musuh dan pemberontak yang
semakin hari semakin gencar dan membesar. Dalam kondisi dilematis seperti itu
ia mengalami pergolakan besar yang terangkum dalam peristiwa perang Jamal(antara
Aisyah dan Ali), perang Shifin(antara Muawiyah dan Ali yang kemudian melahirkan
peristiwa tahkīm[arbritase] yang kemudian memunculkan kelompok
Syi`ah dan Khawarij). Selama lima tahun masa kepemimpinannya, tidak sepi dari
yang namanya konflik. Uniknya dengan kondisi serumit itu, ia mampu membuktikan kapasitasnya
sebagai pemimpin.
Selama lima tahun ia berusaha dengan
sekuat tenaga untuk mencegah pemberontakan dan mengamankan negara. Salah satu
usahanya yang terhitung gemilang ialah memerangi kelompok Khawarij. Keberadaan
Khawarij sangat meresahkan umat. Sebenarnya Ali sudah berusaha dengan cara
persuasif(karena bagaimanapun juga Khawarij masih mengaku beragama Islam),
namun mereka semakin menjadi-jadi. Mereka melakukan perampokan dan membikin
kekacauan, gampang mengkafirkan orang, bahkan membunuh sahabat yang bernama Abdullah
bin Khabbab bin Art beserta isterinya yang sedang hamil bahkan mengeluarkan
janin dari perutnya. Dengan cekatan dan tegas akhirnya Ali memutuskan untuk
memerangi mereka. Langkah beliau sangat tepat dan brilian karena sebelum
mengatasi masalah eksternal, ia harus menyelesaikan masalah internal. Ibarat
virus yang menggerogoti tubuh bangunan peradaban Islam, maka khawarij harus ‘diamputasi’
agar tak menjalar ke seluruh ‘tubuh peradaban’.
Khawarij pun akhirnya bisa
diberangus. Peristiwa itu membuktikan kebenaran sabda Nabi Muhammad shallallahu
`alaihi wasallam jauh-jauh hari sebelum terjadi bahwa akan ada suatu
kelompok khawarij yang diibaratkan melesat dari agama sebagaimana melesatnya
panah dari busurnya. Mereka rajin shalat, puasa, dan membaca al-Qur`an namun
tidak dikaruniai pemahaman yang benar. Kejadian ini juga menimbulkan keluarnya
hukum terkait memerangi Khawarij, dan semakin jelas karakter mereka sehingga
bisa diantisipasi di kemudian hari. Ali begitu peka dengan masalah ‘virus
peradaban’ ini sehingga tidak sampai menggerogori tubuh umat Islam. Meskipun
pada akhirnya Ali terbunuh di tangan Abdurrahman bin Muljam, tapi setidaknya skala
prioritas Ali dalam mengatasi masalah sangat strategis, taktis, dan
mencengangkan di tengah dilematika permasalahan yang dihadapi. Demikianlah
seharusnya pemimpin, ia harus peka terhadap berbagai virus yang dapat
menghancurkan eksistensi bangsa. Dalam skala peradaban, virus-virus negatif,
betapaun kecilnya harus dibersihkan agar peradaban bisa berdiri kokoh.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !