Home » » Mengarifi ‘Bencana Alam’

Mengarifi ‘Bencana Alam’

Written By Amoe Hirata on Minggu, 28 Desember 2014 | 23.47

          
   Di penghujung tahun 2014, bencana demi bencana silih berganti menimpa negeri pertiwi. Dari mulai banjir di Bandung, tanah longsor Banjar Negara, kebakaran pasar Klewer sampai jatuhnya pesawat Air Asia di selat Karimata. Semua terjadi dalam waktu yang tidak terlalu jauh. Namun yang menjadi masalah, apakah semua itu mampu membangunkan kesadaran internal khalayak umum, bahwa semua itu terjadi bukan karena semata bencana alam? Akankah alam murka, jika manusia bisa membina interaksi yang baik dengannya serta melakukan kewajiban secara  baik terhadap Tuhannya. Tulisan ini mencoba mengarifi bencana dalam perspektif Islam.
            Dalam Islam, alam diposisikan sebagai makhluk yang selalu bertasbih, bersujud, dan taat kepada titah-Nya: “Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Qs. Al-Jumu`ah: 1). Di ayat lain Allah berfirman: “hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik taat (dengan kemauan sendiri) ataupun terpaksa”(Qs. Al-Ra`du: 15)Ini berarti, segala pergerakan alam, sejatinya seirama dengan kehendak Allah subhānahu wata`āla, karena pada dasarnya, apa yang mereka lakukan adalah bentuk ketaatan kepada-Nya.
            Di samping itu –sebagaimana manusia- alam juga dibekali Allah dengan bahasa yang dimengerti di antara mereka, serta diberikan perasaan. Ia mampu bertasbih, memiliki bahasa tersendiri(Qs. An-Naml: 16), serta memiliki perasaan geram ketika melihat kondisi manusia yang tidak taat. Saat Fir`aun dan bala tentaranya ditenggelamkan di laut merah, al-Qur`an menggambarkan respon langit dan bumi: “Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh”(Qs. Ad-Dukhān: 10).  Lihat bagaimana alam menahan kegeramannya terhadap orang yang durhaka.
            Jika kita mengetahui bahwa alam selalu taat pada titah-Nya, memiliki perasaan sebagaimana kita, maka seyogyanya bencana alam yang terjadi menumbuhkan kearifan dalam benak manusia. Ia tidak terjadi begitu saja tanpa ada perilaku yang salah dari manusia. Mungkin selama ini manusia di bumi pertiwi terlalu bangga dengan dirinya sendiri, terlalu asyik dengan kemaksiatan sehingga tidak memperhatikan alam dan Tuhan. Maka jangan heran jika alam pun memberang. Semua terjadi tak lepas dari buah tangan manusia sendiri(baca: Qs. Ar-Rūm: 41).
            Adanya bencana memberikan ruang pada manusia untuk mengevaluasi diri. Agar tidak mengeksploitasi alam untuk kepentingan pribadi; supaya tidak menceraikan Tuhan dari kehidupan; agar senantiasa taat dan berbuat baik supaya seirama dengan alam dan tidak menimbulkan murka Tuhan. Jika bencana tidak membuat insaf, dan maksiat tersebar luas tanpa ada yang mengingatkan, maka ada baiknya kita baca pesan Nabi Muhammad kepada Ummu Salamah: “Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih?” Rasulullah menjawab: “Ya”(Hr. Ahmad).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan