Salah satu ide penting, yang mengharumkan
nama `Amru bin `Āsh, dalam belantika sejarah Islam ialah, ‘pembebasan
negeri Kinanah, Mesir’. Paling tidak ada beberapa alasan yang menggambarkan
urgensinya. Pertama, Mesir merupakan tempat strategis yang dijadikan
oleh Romawi timur dalam menancapkan kuasanya. Ketika wilayah ini bisa
dibebaskan, maka dakwah Islam sebagai rahmat bagi seantero alam pun tak
terhalang, dan kekuatan Romawi pada akan semakin menyempit. Kedua, Mesir
–sebagai peradaban besar kala itu- telah dijajah imperium Romawi selama
sembilan abad. Sudah saatnya ia dibangunkan kembali dari ‘tidur panjangnya’. Ketiga,
kolonialisasi yang dilakukan Romawi membuat penduduknya hidup dalam derita luar
biasa. Salah satu tugas Islam ialah membebaskan manusia dari berbagai tirani. Keempat,
usaha ini bisa dianalogikan sebagai upaya penyelamatan peradaban. Kebesaran
peradaban Mesir, harus diselamatkan peradaban baru yang dibawa Islam. Peninggalan
yang baik tetap dipertahankan, sedangkan yang jelek akan diisi dengan ruh
Islam. Kelima, sebagai keterpanggilan hati terhadap pesan ilahi: “Hai
orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu
itu,” tentu saja bukan kafir dzimmi, tapi kafir yang tirani,
penindas kemanusiaan, dan penghalang penyebaran dakwah damai.
Betapa pun penting ide `Amru bin `Āsh`Amru bin `Āsh, dalam lapangan ia menemukan beberapa
kendala. Pertama, yang dihadapi adalah imperium digdaya Romawi yang
berkuasa berabad-abad di Mesir. Konon, jumlah tentara romawi yang berada di
Mesir lebih dari lima puluh ribu pasukan. Kedua, ia sama sekali tidak
memiliki peta yang jelas terkait dengan potensi kekuatan dan peta wilayah tersebut. Ketiga, ia hanya memiliki
empat ribu pasukan. Keempat, untuk sampai ke Mesir, ia harus melewati
gurun sinai yang begitu luas dan sangat panas. Kelima, ide yang brilian
ini, awalnya mendapat penolakan keras dari Khalifah Umar bin Khattab. Dengan
kebijaksanaan dan kecerdikan yang dimiliki, kelima dari kendala tersebut bisa
diatasi dengan baik. Malah Umar bin Khattab-ketika pasukan sudah sampai daerah
Farma, Bus Sa`id- menambahkan empat ribu
pasukan, yang dikomandoi oleh empat panglima besar –yang satu orang senilai
dengan seribu orang- Zubair bin Awwām,
Ubadah bin Shāmit, Miqdād bin
`Amru, dan Muslamah bin Mukhallad. Kemenangan demi kemenangan pun dapat diraih
dengan gemilang. Pada akhirnya wilayah ini bisa dibebaskan dari cengkraman
kolonial peradaban, Romawi.
Penduduk Mesir sontak merasa gembira.
Kebebasan pun diberikan, meliputi agama, sosial, hak politik dan lain
sebagainya. Kekuasaan tirani sudah tumbang, telah tiba saatnya mereka bangkit dari
‘tidur panjang’. Wajah peradaban Mesir yang begitu kelam, sedikit demi sedikit
mulai terang berseri-seri. Tanpa paksaan, banyak orang berbondong-bondong
memeluk agama Islam. Kedatangan Islam benar-benar menjadi penyelamat bagi
peradaban besar yang ‘mati suri’. Uniknya dalam jangka waktu yang tidak sampai
satu Abad, penduduknya dengan senang hati telah berkomunikasi dengan bahasa
Arab. Lain halnya dengan Romawi, meskipun berabad-abad mereka menjajah Mesir,
mereka tidak mampu mengubah bahasa penduduk Mesir. Apa yang dilakukan `Amru bin `Āsh ini sungguh upaya yang patut diacungi jempol.
Pada abad-abad selanjutnya, dengan wilayah negara Islam lainnya, Mesir mampu
menjadi ‘negara berperadaban tinggi’. Mampu menjadi mercusuar peradaban dunia. Layaknya
Baghdad, Samara, Damaskus, ia juga menjadi pusat pengembangan ilmu-pengetahuan.
Banyak sekali ilmuan dan ulama yang lahir di sana. Demikianlah yang dilakukan
oleh `Amru bin `Āsh. Ide
besarnya, mengantarkannya sebagai tokoh penting dalam upaya, ‘penyelamatan
peradaban’. Namanya diabadikan dalam peninggalan masjid yang diberi nama `Amru
bin `Āsh. Wallahu a`lam bi al-Shawāb.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !