Home » » Kebesaran Jiwa

Kebesaran Jiwa

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 20 Desember 2014 | 07.06

            Dalam doktrin ajaran syi`ah nama Hasan bin Ali tak begitu terang benderang sebagaimana Husain bin Ali. Meskipun keduanya sama-sama diakui sebagai bagian dari ahlu al-bait, namun yang begitu ditonjolkan adalah Husain bin Ali yang wafat dalam tragedi karbala`. Ada beberapa alasan yang bisa menjelaskannya secara historis. pertama, salah satu istri Husain bin Ali berkebangsaan Persia, sehingga mereka sangat  menjunjung sekali dirinya. Kedua, berbeda dengan Hasan, Husain mau mengikuti tawaran syi`ah untuk membelot dari pemerintahan Umawiah serta pergi ke Kufah untuk memenuhi permintaan penduduknya yang mau mendukungnya. Yang terjadi, mereka –yang mau mendukung- pada akhirnya tidak jadi mendukung, dan akhirnya Husain pun terbunuh di wilayah Karbala akibat adanya provokator yang membuat suasana semakin berkecamuk. Padahal pada waktu itu sudah ada opsi-opsi perdamaian. Takdir Allah berkata lain, lalu terjadilah yang terjadi. Terbunuhnya Husain di Karbala, dijadikan hari besar di kalangan syi`ah. Masalahnya kemudian ialah apakah Hasan bin Ali tak mempunyai jasa besar sehingga tak mendapat pengagungan layaknya Husain radhiyallahu `anhuma?
            Berkaca dengan ‘cermin sejarah’ didapati fakta menarik bahwa jasa Hasan bin Ali jauh lebih besar dibanding Husan bin Ali. Pada tahun empat puluh satu hijriah Hasan bin Ali menetapkan keputusan fenomenal, ia rela melepas jabatan yang dimiliki secara sah demi terciptanya perdamaian antara kaum muslimin. Padahal pada waktu itu kedua kelompok besar ini sudah siap-siap berperang, namun karena kebesaran jiwa Hasan, konflik besar internal kaum muslimin tidak terjadi. Apa yang dilakukan oleh Hasan ini ternyata jauh-jauh hari sudah diprediksikan oleh Rasulullah: “Salah satu dari cucuku ini kelak akan mendamaikan dua kelompok yang berselisih”. Keputusan ini lebih bisa diambil oleh Hasan karena beliau memiliki sifat seperti Rasulullah, Abu Bakar As-Shiddiq dan Utsman. Ia memiliki sifat: lemah lembut, bijaksana, mengutamakan perdamaian, tidak frontal dan reaktif dalam menghadapi masalah, dan mengutamakan persatuan umat. Adapun Husain –tanpa mengurangi kemuliaannya sedikitpun- memiliki sifat: keras, reaksioner, tidak tahan dengan yang namanya kezaliman, memilih cara-cara frontal. Dari kasus Hasan dan Husain ini, setidaknya ada pelajaran berharga bagi para pemimpin skala peradaban. Bahwa pemimpin besar adalah pemimpin yang berjiwa besar. Ia reala melepaskan jabatan demi terciptanya suatu perdamaian. Sebab apalah fungsi jabatan jika hanya menimbulkan kesengsaraan?
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan