Home » » "PENGORBANAN" Sebagai Sumbu Peradaban

"PENGORBANAN" Sebagai Sumbu Peradaban

Written By Amoe Hirata on Jumat, 19 Desember 2014 | 22.59

            Salah satu keputusan fenomenal yang –baik sengaja atau tidak- disalahpahami oleh sebagian orientalis dan musuh Islam terkait dengan khalifah Utsman bin Affan ialah tentang istisyhād(red: berkorban hingga syahid) di penghujung kepemimpinannya(tahun tiga puluh lima hijriah). Pengorbanan yang dilakukan Utsman hingga nyawanya terenggut pemberontak, dianggap sebagai bentuk kelembekan, kelemahan bahkan itu terjadi disebabkan karena nepotisme yang dijalankannya. Padahal apa yang dilakukan Utsman bin Affan sama sekali tidak seperti yang dituduhkan mereka. Paling tidak ada beberapa hal yang menjelaskan masalah tersebut. Pertama, karakter Utsman yang lemah lembut, tidak menghendaki terjadinya pertumpahan darah di antara kaum muslimin(apa lagi pada waktu itu usianya sudah menginjak delapan puluhan lebih). Kedua, berbeda dengan Umar(yang terkenal tegas), dalam menyelesaikan masalah, Utsman begitu toleran dan cendrung menggunakan pendekatan persuasif(pendekatan ini acap kali dimanfaatkan oleh musuh-musuhnya). Ketiga, tuduhan bahwa Utsman melakukan nepotisme memang terjadi, namun perlu digarisbawahi di sini apa yang dilakukannya bukanlah nepotisme negatif, karena yang dia pilih berdasarkan spesifikasi keahlian yang dimiliki. Contoh saja misalkan Mu`wiyah bin Abi Sufyan, ia tetap dijadikan sebagai gubernur Damaskus karena pengalaman menjabat sejak masa Abu Bakar dan Umar. Keempat, sebelum kejadian, ia bermimpi bertemu Rasulullah, dalam mimpi itu ia diajak berbuka bersamanya. Secara tersirat ia menyadari bahwa hal itu akan terjadi. Kelima, sejak jauh-jauh hari di waktu Rasulullah masih hidup ia telah mendengar bahwa ia akan mati syahid.
            Bila dianalisis lebih mendalam apa yang dilakukan Utsman memiliki porsi kebenarannya. Pasalnya, pada masanya Islam begitu tersebar luas di berbagai penjuru negeri. Sudah menjadi maklum jika wilayah semakin luas, maka tingkat kompleksitas masalahnya juga akan bertambah besar. Para sahabat kenamaan pun pada masanya diizinkan untuk menyebar di seluruh pelosok negeri(berbeda dengan zaman Umar yang mempertahankan para sahabat besar untuk dijadikan mitra musyawarah). Belum lagi luasnya negara yang demikian besar berpusat di Madinah yang waktu itu –bila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain- terbilang kecil dan tidak memiliki pertahanan dan militer yang kuat. Sebenarnya sempat juga Muawiyah menawarkan padanya agar memindahkan ibu kota negara ke Damaskus, karena dirasa di sana lebih aman daripada Madinah. Ia tetap menolak dan tak kuasa meninggalkan daerah yang pernah ditinggali Rasulullah shallahu `alaihi wassalam. Terjadilah apa yang terjadi di tahun 45 Hijriah. Utsman terbunuh dalam kondisi puasa dan membaca ayat fasayakfīkahumullāh wa huwa al-samī`u al-`alīmu(Qs. Al-Baqarah: 137). Bahkan jemari tangan dari istrinya yang bernama Na`ilah pun terputus lantaran menangkis pedang pemberontak.
Apa yang dilakukan oleh Utsman adalah pengorbanan yang luar biasa. Dengan keikhlasan hati, kasih sayang tinggi, kelapangan dada, kebesaran jiwa, ia rela mengorbankan jiwanya demi persatuan umat. Walaupun pada akhirnya penggorbanan yang dilakukan tidak serta merta meredam fitnah yang sedang terjadi, tapi paling tidak spirit nilai yang diajarkan oleh khalifah Utsman bin Affan begitu agung dan abadi, di antaranya: “pemimpin besar adalah pemimpin yang berani mati untuk kepentingan rakyatnya; mampu melampaui kepentingan pribadi; mengusahakan perdamaian secara intensif; cekatan dalam memberi solusi dan sedapat mungkin mengatasi perpecahan internal”. Semuanya masuk pada satu kata yaitu, ‘pengorbanan’. Karena pada dasarnya beberapa hal seperti kuat, berani mati, tidak egois, pejuang perdamaian, pemecah solusi, tidak akan bisa dijelmakan ketika semakan berkorban mengikis dalam jiwa seseorang. Dengan semangat itulah sejarah mengabadikan namanya. Memang banyak sekali yang berusaha memperburuk citranya, namun bagi siapa saja yang munshifi(adil) dalam membaca sejarah –tentunya dengan sumber yang otoritatif- pasti akan mengakui bahwa yang dilakukan oleh Utsman bin Affan Ra. , adalah pengorbanan yang luar biasa yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Hanya pemimpin yang mempunyai pengorbanan tinggi yang akan mampu memimpin sebuah peradaban dan senantiasa berkesan di hati umat ke depan. Wallahu a`lam bi al-Shawāb.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan