Sudah menjadi maklum diketahui bagi setiap Muslim bahwa profesi dakwah adalah profesi terbaik dibandingkan profesi-profesi yang lain. Berdakwah adalah profesi para Nabi. Bagi mereka yang berdakwah berarti telah menapaktilasi jejak Nabi, karena itu sangatlah tidak berlebihan jika al-Qur`an mengatakan orang yang seperti ini adalah orang yang memiliki perkataan dan amalah paling baik, dibanding manusia pada umumnya. Allah berfirman: siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?(33) dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia(34)[Qs. Fusshilat: 33-34). Ayat ini disamping menjelaskan tentang kemuliaan dai`i, ia juga membicarakan bagaimana seharusnya dakwah disampaikan. Ketika menjumpai susuatu yang tidak mengenakkan dalam dakwah, maka harus dengan cara yang baik. Dalam ayat ini digambarkan seakan-akan menghadapi teman yang setia. Sebuah gambaran jelas bahwa dakwah meskipun mulia, tipi harus disampaikan dengan penuh cinta.
Sebagai pijakan sejarah mengenai dakwah penuh cinta, pada tulisan kali ini akan ditulis sosok da`i yang tidak begitu masyhur di kalangan umat Islam Indonesia, namun peran dan kontribusinya begitu luar biasa. Ia berdakwah sama sekali tanpa menggunakan kekerasan. Ia menggunakan cara-cara persuasif dalam berdakwah. Dakwahnya dipenuhi dengan semangat cinta. Tak ayal lagi, dakwah yang dibawanya kemudian begitu berkah hinggi mengislamkan lebih dari dua puluh negara Afrika. Sosok karismatik dan berpengaruh itu dalam sejarah yang hidup pada abad keempat dikenal dengan nama Abdullah bin Yasin.
Kisah ini penulis ambil dari silsilah muhadharah Dr. Ragib al-Sirjani yang mempunyai judul besar: Qorōrun Jarī`un (keputusan fenomenal). Sebelum diajak berdakwah di klan Sonhaji yang masih masuk dalam kategori wilaya Barbar, ia sebanarnya sudah memiliki majlis ta`lim sendiri. Muridnya begitu banyak. Namun menariknya, ketika Yahya bin Ibrahim al-Judali memohon kepada Abu Imran al-Fasyi, untuk didatangkan da`i di kabilahnya yang banyak terjadi kemakshiyatan dan pelanggaran keagamaan, akhirnya dimintalah Abdullah bin Yasin untuk berdakwah di tempat Yahya bin Ibrahim al-Judali, kepala suku dari klan Judali. Keputusan Abdullah bin Yasin untuk berdakwah di kabilah Judalah sudah sedemikian bulat, sehingga ia rela menginggalkan keluarga dan murid-muridnya.
Berdakwalah Abdullah bin Yasin di kabilah Judalah. Kabilah Judalah meskipun beragama Islam, namun kemungkaran acap kali terjadi. Setelah dulu daulah Fathimiyah pernah menguasai wilayah Afrika Utara, banyak sekali pemahaman-pemahaman menyimpang yang menyebar luas di kalangan penduduk Afrika, akibatnya Islam yang benar lambat laun semakin memudar. Penduduk kabilah Judalah sudah terbiasa meminum khamr, nikah lebih dari empat, kemaksiatan dilakukan dengan secara terbuka tanpa ada satupun yang menegur mereka, Inilah yang membuat Yahya bin Ibrahim al-Judali meminta seorang da`i yang hanif untuk mengingatkan mereka.
Dakwah Abdullah bin Yasin tak berjalan mulus. Para pemuka kaum dan penduduk yang sudah terbiasa berbuat makshiat, merasa terancam dengan kehadiran Abdullah bin Yasin. Pada puncaknya, akhirnya Abdullah bin Yasin dan Yahya bin Ibrahim al-Judali diusir dari kampung itu. Keluarlah Abdullah bin Yasin dengan kesedihan yang luar biasa. Dalam perjalanan, Abdullah bin Yasin berhenti sejenak, ia berfikir tidak boleh menyerah dengan kondisi yang ia hadapi. Kalau kembali lagi ke daerah asalnya, maka kabilah Judalah dan Lamtunah akan semakin jauh dari pemahaman Islam yang benar. Ia tidak mau itu terjadi. Bagaimana iakan mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan Allah, ketika membiarkan mereka berada dalam kondisi kemaksiatan.
Akhirnya ia membuat keputusan penting, yeng kemudian menempatkanya dalam posisi agung sebagai da`i teladan. Menghadapi penentangan keras dari kabilah Judalah tidak membuat hatinya ciut, semangatnya tak pernah surut. Menariknya sikap kasar yang diperolehnya dari kabilah Judalah tidak membuatnya bersikap reaksioner dengan cara mendatangkan para murid dan rekan-rekannya dari daerah asalnya untuk menaklukkan kabilah Judalah dengan kekerasan. Ia sama sekali tidak menggunakan kesempatan itu, meskipun sebenarnya ia mempunyainya. Ia justru memilih dakwah penuh cinta. Keputusan terakhirnya ia pergi ke daerah pedalaman di selatan Muritania, dan di situ ia membuat tenda. Dari tenda itu ia mengirim surat kepada orang-orang yang menerima dakwahnya di kabilah Judalah. Akhirnya merekapun bergabung dengan Abdullah bin Yasin. Dalam tenda itulah dimulai sepak tejang monumental dakwahnya. Selama tiga belas tahun ia berdakwah akhirnya sampai mendapat seribu orang pengikut.
Tak puas hanya sampai di situ, akhirnya kepala suku Lamtunah, yang masih termasuk cabang dari klan Shonhaji, ia ajak untuk bergabung dengannya. Kepala Suku Lamtunah yang bernama Yahya bin Umar al-Lamtuni sangat tertarik dengan dakwah Abdullah bin Yasin yang begitu santun dan penuh cinta. Dalam waktu semalam akhirnya mengajak kabilahnya untuk mengikuti dakwah Abdullah bin Yasin. Dalam waktu semalam sekitar enam ribu penduduk Lamtunah, akhirnya mengikuti dakwab Abdullah bin Yasin. Sekarang jumlahnya menjadi tujuh ribu. Mereka pun menyebarluaskan dakwah Islam hingga Islam tersebar luas bukan hanya di daerah Judalah dan Lamtunah, tapi meliputi wilaya Tunis, Maroko dan alJazair dan dua puluh lebih daerah Afrika.
Ketika akhirnya Abdullah bin Yasin meninggal lantaran dibunuh oleh kaum pagan, dakwahnya kemudian diteruskan oleh Abu Bakar bin Umar al-Lamtuni(saudara dari Yahya bin Ibrahim al-Lamtuni). Bersama pamannya yang bernama Yusuf bin Tasyfin, akhirnya dakwah penuh cinta disebarluaskan kembali. Hasilnya sungguh luar biasa. Dalam waktu yang tidak sampai empat puluh tahun, wailayah Afrikan utara dan beberapa wilayah Afrika yang lain, kembali kepada jalan Islam yang hanif. Pada puncaknya, nanti berdirilah daulah Murobithun(diambil dari kata ribhat yang berarti tali kemah. Kata ini diambil dari kegiatan awal Abdullah bin Yasin yang memulai dakwahnya di tenda). Daulah Murobithun adalah termasuk daulah Islam yang fenomenal, dan mampu menyatukan daulah Islam di Spanyol. Berangkat dari dakwah seorang Abdullah bin Yasin yang mengutmakan cinta dan teladan yang baik, akhirnya berkembang menjadi sebuah daulah yang kuat. Kita bisa menemukan fenomena yang sama di Indonesia, ketika pada abad ke tiga belas, penduduk di seluruh pesisir Jawa bagian utara masuk Islam. Diantara penyebabnya ialah atas jasa Wali Songo yang berdakwah dengan penuh keteladanan dan cinta. Pada zaman sekarang, kita berharap semoga bermunculan da`i-da`i seperti itu, sehingga Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seantero alam. Wallahu a`lam bi al-shawab.
Siman, Kamis 25 Sepetember 2014/17:06
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !