Berbekal
pemahaman ilmu keagamaan yang tidak begitu mumpuni, tidak membuat Muhammad
Syahrur berkecil hati untuk mendekontruksi pemahaman keislaman yang bertahan
selama berabad-abad lamanya. Baginya yang membuat umat tidak maju ialah karena
terbelenggu dengan tirani-tirani pemahaman produk ulama yang selama ini begitu
disakralkan. Ia tidak jengah membongkar pengertian-pengertian yang sudah mapan
dalam pemikiran Islam. Sumber hukum ia renovasi sedemikian rupa, banyak
kata-kata al-Qur`an yang didefenisi ulang, demi tercipta pembaruan yang ia
citakan. Dari kreativitas pemikirannya, tentu membuat lahir banyak
istilah-istilah dan pemahaman-pemahaman nyeleneh yang tidak pernah dibuat oleh
ulama-ulama Islam sebelumnya. Ia mendefinisikan ulang kata-kata kunci dalam
al-Qur`an(seperti al-Kitāb,
al-Hanīf, al-Nubuwwah,
al-Risālah, ummu al-Kitāb
dan lain-lain), tidak menerima tarōduf(sinonimitas), mengklaim kemakhlukan
al-Qur`an, menolak Sunnah sebagai bagian dari wahyu, melabrak ajaran-ajaran
yang sudah pakem, menolak Ijma` dan Qiyas, membuat teori hudūd(limit). Bahkan secara
ekstrim, menurutnya ijtihad itu dinilai tepat jika hasilnya sesuai dengan
realitas.
Semuanya
lahir tentu saja bukan karena konsistensinya terhadap metodologi istinbat hukum
para ulama, semua itu lahir karena ia menggunakan metodologi Barat. Sebelum
mengkaji ilmu keislaman, ia telah menimba ilmu di Moskow, Rusia. Pengaruh
filsafat Marxisme dan Materialisme –baik yang dealektis maupu yang historis-
sangat kentara dilihat dalam berbagai bukunya seperti: al-Kitāb wa al-Qur`an-Qirā`ah Mu`āshirah(1990), Dirāsāt Islāmiyyah
Mu`āshirah fi
al-Daulah wa al-Mujtama`(1994), al-Islām wa al-Īmān-Mandhūmah al-Qiyam(1996), Nahwa
Ushūlin Jadīdah li al-Fiqhi al-Islāmi-Fiqhu al-Mar`ah(2000).
Pemikir-pemikir Barat lain yang juga mempengaruhi pemikirannya seperti:
Fukuyama, Charles Darwin, Isac Newton, Karl Marx. Adapun dalam bidang
kebahasaan ia terpengaruh pada metode al-Farisi, Ibnu al-Jinni dan al-Jurjani.
Keberaniannya dalam mendekonstruksi doktrin-doktri Islam yang telah mapan,
menggambarkan bahwa Islam sudah tidak dijadikan sebagai keyakinan yang sakral.
Islam diperlakukan layaknya agama lain yang harus dibongkar, ketika ingin
mencari solusi dari problematika yang ada.
Kreativitas
yang dicapai oleh Syahrur sejatinya bukan bagian dari pembaruan agama, tetapi
penghancuran agama. Sudah jelas dari kaca mata agama ia tidak memenuhi standar
mujtahid, tapi malah memaksakan diri untuk memahami agama dengan metodologi
yang diimpor dari Barat. Dari segi otoritas saja, ia sudah tidak layak untuk
mengkaji al-Qur`an. Orang yang bukan ahlinya memaksa diri untuk mengkaji
sesuatu yang tidak dikuasainya, hasilnya jelas rusak. Aturan-aturan dan tradisi
keilmuan yang ada dalam Islam pun dilanggar sedemikian rupa. Untuk memenuhi
standar ilmah pun, dari berbagai karya yang pernah ia tulis tentang keislaman,
tidak memenuhi standar. Di samping rujukan yang sangat sedikit, ia cendrung
memilih pandangan-pandangan ulama yang syadz(nyeleneh) dan tidak mainstream
untuk menguatkan pendapatnya. Setiap agama memiliki worldvew(pandangan
hidup) yang berbeda. Merupakan kecerobohan ilmiah jika memahami Islam dengan worldvew
Barat yang jelas-jelas berbeda dengan Islam. Apa yang ditempuh Syahrur, itu tak
jauh beda dengan pemikir-pemikir lain seperti an-Na`im, Arkoun, Nashr Hamid Abu
Zaid dan lain sebagainya.
Tela`ah
kontemporer syahrur memang betul-betul mengawur. Satu contoh misalnya bisa
dikemukakan di sini mengenai konsem hadd(limit) terkait dengan aurat
wanita. Ia berpendapat bahwa batas maksimal aurat wanita ialah telapak tangan
dan wajah, sedangkan batas minimalnya ialah dua lubang ketiak, payudara,
kemaluan dan pantat. Ia bisa sampai pada kesimpulan seperti itu semata-mata
karena menggunakan pendekatan lingustik-historis-ilmiah. Tidak ada satupun
ulama yang mempunyai pandangan nyeleneh seperti ini. Walaupun dalam Islam ada
ruang yang dinamis untuk yang memungkinkan untuk ijtihad, namun itu hanya
khusus pada hal-hal yang sifatnya tidak permanen. Adapun Syahrur menembus
batas-batas itu. Lucunya, meskipun ia telah membuat teori tentang batas,
ternyata ia memiliki pandangan yang kontradiktif dengan pandangan batas minimal
aurat wanita. Ia mempunyai pendapat bahwa kumpul kebu itu halal asalkan sesuai
dengan kemauan. Ini jelas-jelas bertentangan dengan pendapat batasan aurat yang
tak boleh disentuh(walaupun menurutnya tidak sampai dikatakan zina kalau
menyentuh asal tidak bersetubuh). Kalau sampai kumpul kebo, itu bukan lagi
sekadar menyentuh, tapi sudah melanggar batas terlalu jauh. Inilah bahayanya
jika agama dipahami oleh yang bukan ahlinya. Rasulullah SAW. pernah bersabda: Bila
suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya(Hr. Bukhari).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !