Ketika peradaban Barat menghegemoni
dunia, maka manusia dalam berbagai macam aspeknya (pendidikan, sosial, politik,
kesehatan, agama, pemikiran, ideologi) akan terpengaruh dengan Barat, bahkan
mengikutinya. Sudah menjadi watak pihak yang dikuasai –sebagaimana pendapat
Ibnu Khaldun dalam magnum opusnya (al-Muqaddimah)-akan mengikuti pihak yang
dikuasai . Terkhusus dalam dunia
pendidikan dewasa ini, pengaruh Barat tak diragukan lagi telah masuk ke
berbagai jenjang pendidikan. Karakter pendidikan ala Barat yang lebih
menonjolkan materi daripada rohani secara sadar atau tidak akan membentuk anak
didik yang materialistik. Karakter Barat yang mendikotomi, juga melahirkan
pendidikan yang dikotomis. Dampak yang paling nampak ialah ketika nilai-nilai
agama terceraikan dari dunia pendidikan. Memang banyak anak didik yang pintar,
namun pada saat yang sama tidak memiliki akhlak yang mulia. Tak mengherankan
jika banyak diantara mereka yang terlibat tawuran, obat-obatan, minum keras,
pergaulan bebas dan lain sebagainya, lantaran pendidikan hanya terpaku pada
materi dan diceraikan dari nilai-nilai agama.
Salah satu bentuk pendidikan yang
bisa ditawarkan, untuk mengatasi problem tersebut ialah: pendidikan
profetik(kenabian). Maksud pendidikan profetik ialah pendidikan ala Nabi
Muhammad Shallallahu `alaihi wasallam. Pendidikan profetik mencakup
beberapa unsur: tilāwah
āyātillāh, al-tazkiyah, ta`līmu al-kitāb wa al-hikmah.
Ketika Nabi Ibrahim selesai meninggikan bangunan Ka`bah, salah satu doa belia
ialah sebagai berikut: Ya
Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana(Qs. Al-Baqarah: 129). Kemudian
permohanan Ibrahim pun dikabulkan sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Baqarah:
151, Ali Imran: 164, dan al-Jumu`ah: 2. Namun ada perubahan hirarki. Kalau
sebelumnya Nabi Ibrahim meletakkan kata ta`līmu al-kitāb wa al-hikmah
sebelum al-tazkiyah, maka pada ketiga ayat ini sebaliknya, kata al-tazkiyah
didahulukan dari kata ta`līmu
al-kitāb wa
al-hikmah.
Setiap Muslim tentu mengetahui bahwa
Nabi Muhammad diutus seabagai rahmat bagi
seluruh alam(Qs. Al-Anbiya: 107), karena itulah pendidikan profetik ala Nabi,
juga bersifat universal dan komprehensif meliputi semua manusia. Unsur pendidikan
profetik yang pertama ialah: tilāwah āyātillāh(membaca ayat-ayat
Allah). Ayat-ayat Allah ada dua macam: Pertama, ayat tanzili
yaitu al-Qur`an. Kedua, ayat kauni(yang terhampar di alam). Unsur
pendidikan pertama sejak awan berbasis Tuhan. Pendidikan tidak bisa dipisahkan
dari Tuhan. Karena manusia tidak bisa melihat secara langsung kepada Tuhan,
maka cara yang diajarkan ialah membaca ayat-ayat Tuhan, baik yang tanzili(al-Qur`an)
maupun kauni(alam yang terhampar). Ini berarti, pendidikan profetik
adalah pendidikan rabbani(bertolak, memulai, dan berorientasi ketuhanan)
serta tidak ada dikotomi antara ilmu syar`i dan kauni. Materi pendidikan ada
dua yaitu yang berasal dari ayat al-Qur`an dan ayat alam. Diantara nama Allah
ialah Rabb, yang berarti Dzat Yang Maha Mendidik, darinyalah sumber ilmu
pengetahuan. Ini sesuai dengan ayat yang pertama kali diturunkan kepada nabi
Muhammad ayat 1-5 dari surat al-`Alaq.
Unsur yang kedua ialah: al-tazkiyah(pembersihan,
pengembangan, penyucian jiwa). Setelah jelas orientasi pendidikan dan
materinya, maka unsur kedua yang harus terpenuhi ialah al-tazkiyah.
Sebelum mengajarkan sesuatu, maka yang mau dididik harus ditazkiyah terlebih dahulu.
Penyucian jiwa ini penting dan merupakan piranti keberuntungan. Allah
berfirman: Sungguh beruntung orang yang mensucikanya(9) dan sungguh merugi
orang yang mengotorinya(Qs. As-Syams: 9-10). Proses ini teramat penting karena,
orang yang dididik ketika jiwanya tidak dibersihkan, maka niatnya akan salah. Dalam
surah al-`Alaq ayat satu secara tegas dijelaskan bahwa yang namanya belajar itu
harus bismi rabbik (karena Allah). Proses ini tidak akan berjalan jika
tidak ada penyucian jiwa. Dalam proses tazkiyah ini disamping jiwa manusia
dibersihkan, ada usaha untuk mengembangkan yang dididik. Salah satu arti tazkiyah
sendiri diantaranya adalah mengembangkan atau menumbuhkan. Pendidika akan bisa
mengembangkan dengan baik peserta didiknya jika ia mengetahui potensi yang
dimiliki oleh peserta didiknya. Dalam proses tazkiyah ini bisa
dieksplorasi dan diteliti terkait dengan bakat dan potensi peserta didik.
Unsur yang ketiga ialah: ta`līmu al-kitāb wa al-hikmah(mengajarkan
al-Kitab yaitu al-Qur`an dan hikmah). Setelah proses pensucian jiwa, baru
kemudian diajarkanlah materi yang berupa al-Qur`an dan hikmah. Namun perlu
diperhatikan di sini pengajaran di sini bukan sekadar pengajaran. Pengajaran di
sini harus disertai tauladan yang baik serta bertujuan untuk diamalkan. Karena
sejak awal orientasi pendidikan profetik ialah Allah ta`ala, maka apa
yang dipelajari harus membuahkan amal dan dalam kerangka ibadah kepada Allah ta`ala.
Yang dimaksud Kitab di sini ialah al-Qur`an, sedangkan al-Hikmah oleh
kebanyakan mufassir diartikan dengan Sunnah. Bisa juga hikmah diartikan dengan
kebijaksanaan atau sesuai hukum Allah. Al-Qur`an dan Sunnah merupakan sistem
kehidupan. Karena keduanya merupakan sistem, maka harus dipelajari oleh setiap
orang yang mau menggapai sukses dunia-akhirat. Tapi yang perlu diingat
betul-betul, bahwa dalam mengajarkan al-Qur`an dan Sunnah, itu harus dengan
hikma(kebijaksanaan). Salah satu bentuk kebijaksanaan ialah pengetahuan
pendidik yang mendalam terkait potensi, kondisi peserta didik. Di samping itu
juga, pengajaran al-Qur`an dan Sunnah, sama sekali tidak menafikan ilmu-ilmu
lain yang sering orang sebut sebagai ilmu keduniaan. Selama ilmu itu baik, dan
dipergunakan untuk mencari ridha Allah, maka ilmu tersebut bisa disebut ilmu
Syar`i.
Melalui sejarah Nabi Muhammad kita
bisa membuktikannya. Sebelum menjadi
Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad adalah orang suci jiwanya. Ia adalah orang yang
bersih lahir batin. Meskipun ayat al-Qur`an belum turun, tapi ia tidak pernah
berhenti untuk membaca ayat-ayat kauniah. Tiga tahun sebelum diangkat menjadi
Nabi, ia fokus mengasingkan diri untuk mencari ketenangan dan kebenaran. Ia
sudah sedemikian resah dengan kondisi yang terjadi di masyarakat sekitarnya.
Ketika beliau sudah menjadi Nabi, hal yang utama dilakukan beliau disamping
berdakwah menyampaikan ayat-ayat Allah, ialah mentazkiyah para sahabat. Kitika
diantara mereka sudah memeluk Islam, maka kegiatan tazkiyah(penyucian
diri) itu terus berjalan secara intensif. Yang akan mereka pelajari dan amalkan
adalah sistem kehidupan yang diturunkan Allah, maka sudah semestinya, untuk
bisa mengerti dan mengamalkannya secara benar harus dimulai dari jiwa yang
suci. Seteril dari berbagai kepentingan yang menjauhkan hamba dari Tuhannya.
Proses ini terus berjalan dialanjutkan dengan pengajaran al-Qur`an dan Sunnah.
Mengenai kondisi sahabat, Ibnu Mas`ud pernah berkata: “Mereka itu adalah
sahabat Rasulullah, memiliki hati terbaik, berilmu banyak, dan paling jarang
memaksakan diri di luar batas kemampuan”. Dalam proses pendidikan yang
berkesinambungan sesuai dengan tahapan-tahapannya tadi, Rasulullah mampu
mendidik sebaik-baik generasi.
Bayangkan tiga puluh tahun
sepeninggal Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, sahabat yang
dulunya sama sekali tidak diperhitungkan dalam peta penguasa dunia kala itu, kemudian
mampu menguasai dunia dengan peradaban yang tinggi. Kekaisaran Romawi dan
Persia pun tak mampu mempertahankan kekuasaannya menghadapi umat Islam yang
berkembang luar biasa. Dengan ilmu umat Islam mampu membangun peradaban yang
tinggi. Ini tidak lain –disamping kehendak Allah- merupakan buah sukses dari
pendidikan profetik. Suatu pendidikan yang berorientasi ketuhanan, pendidikan
yang berdimensi dunia-akhirat, pendidikan komprehensif yang tak mengenal
dikotomi ilmu umum dan ilmu agama, pendidikan yang sangat menekankan suri
tauladan yang baik, pendidikan yang bukan sekadar mengajarkan sesuatu, tapi
pendidikan yang mampu menggugah kesadaran dan membuahkan amal, pendidikan yang
berusaha melahirkan manusia beradab dan berperadaban tinggi. Karena itulah,
dalam pendidikan ini pesertanya tidak mengenal usia, sebagaimana Nabi mendidik
manusia pada segenap level usianya. Dalam pendidikan profetik tidak ada kata
tua dalam hal belajar. Pendidikan profetik selalu berjalan dari kelahiran
hingga kematian. Kalau umat Islam mau bangkit dari keterpurukannya, maka
pendidikan profetik merupakan sebuah keniscayaan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !