Home » » Sekilas Tentang Konsep Ta`dîb al-Attâs

Sekilas Tentang Konsep Ta`dîb al-Attâs

Written By Amoe Hirata on Jumat, 05 September 2014 | 16.55


            Ketika Prof. Dr. Muhammad Naquib al-Attâs diwawancarai oleh Hamzah Yusuf mengenai masalah besar yang sedang dihadapi oleh dunia Islam saat ini, beliau menjawab: “Sebagaimana yang saya tulis  dibuku-buku karangan saya, masalah besar itu ialah: kehilangan adab.” Kemudian secara ringkas beliau menjelaskan bahwa : “Kata adab yang saya pakai itu sesuai dengan makna klasik. Adab merupakan refleksi dari kata ‘hikmah’. Lebih jelas Dr. Adian Husaini dalam sebuah diskusi mengenai pendidikan mendefinisikan adab –sesuai dengan al-Attâs- sebagai: “Pengenalan dan pengakuan terhadap segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang telah ditentukan Allah ta`ala”. Dengan demikian sangatlah tepat apa yang dinyatakan oleh al-Attâs di muka tadi, bahwa masalah terbesar dan krusial yang dihadapi oleh dunia Islam saat ini ialah kehilangan adab. Kehilangan adab tentu saja akan berimplikasi kepada kekacauan pada segenap elemen kehidupan manusia.
            Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Prof.  Wan Mohd  Nor Wan Daud di Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA(edisi Juli-September 2005), beliau membuat artikel yang berjudul: “Konsep al-Attaâs tentang Ta`dîb”. Beliau secara lugas memaparkan konsep pendidikan ala al-Attâs. Berbeda dengan kebanyakan pemikir dan ulama Islam sebelumnya, al-Attâs lebih memilih kata ta`dib(yang merupakan derivasi dari kata adab) dibanding kata ta`lîm dan tarbiyah. Kata ‘talîm’ lebih bersifat kognitif, sedangkan kata ‘tarbiyah’ lebih kepada pengembangan fisikal dan emosi manusia. Karena itulah menurut al-Attâs kata yang paling tepat untuk pendidikan ialah, ta`dîb. Untuk mengatasi masalah pada zaman ini tentunya diperlukan usaha ta`dîb untuk membina manusia beradab. Manusia beradab ialah: “individu yang sadar sepenuhnya akan individualitasnya dan sadar akan hubungannya yang tepat dengan dirinya, dengan Tuhannya, dengan masyarakatnya dan dengan alam yang nampak maupun yang ghaib”. Ini artinya bahwa manusia yang beradab ialah manusia yang mampu mengharmonikan antara diri, Tuhan, Masyarakat dan alam. 
            Diskursus mengenai konsep pendidikan yang diformulasikan oleh al-Attâs memang terhitung baru dalam khazanah filsafat pendidikan. Menurut Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud Syed Naquib al-Attas (L 1931) pemikir kontemporer Muslim pertama yang mendefinisikan arti pendidikan secara sistematis. Konsep ta`dîb yang dimaksudkan al-Attâs bukan saja menyangkut masalah fisik, namun juga meta-fisik. Sebagai sebuah gambaran bagi pendidikan insân kâmil(manusia sempurna) atau insân amtsal(manusia ideal). Saat dunia dihegemoni oleh peradaban sekular-Barat peradaban mereka kehilangan unsur penting berupa adab. Konsekuensinya jelas. Tanpa adab peradaban hanya terbatas pada pemahaman materialistik. Terciptanya senjata pemusnah masal, eksploitasi alam yang sedemikian parah, krisis spiritual yang begitu tinggi mewarnai peradaban mereka. Peradaban mereka terlepas dari unsur hikmah dan keadilan. Merupakan sesuatu yang sangat berbahaya jika kaum muslimin kehilangan adab sebagaimana halnya mereka. Kehilangan adab berdampak negatif bagi kelangsungan hidup umat Islam.
            Yang menjadi pertanyaan besar –bagiku- dari konsep ta`dîb Prof. Dr. Muhammad Naquib al-Attâs sebagai ganti dari konsep pendidikan lain ialah, cara menentukan konsep baik secara epistimologis maupun praktis. Kata ta`dîb jelas-jelas tak pernah disebut dalam al-Qur`an, lain halnya dengan tarbiyah. Hadits-hadits yang dijadikan afirmasi bagi bangunan argumentasinya mengenai adab juga lemah, bahkan ada yang sangat lemah.  Memang Ibnu Mandzur menyebutkan bahwa ‘addaba’ juga berarti `allama’(mengajarkan). Namun, makna asli dari kata adab ialah mengundang, atau mengajak. Di sisi lain, menurutku kata tarbiyah sebagai mana makna aslinya jauh lebih luas daripada kata adab yang kebanyakan diartikan sebagai kesustraan dan etika. Tarbiyah disamping berarti tumbuh, berkembang, ia juga diderivasi dari kata rabb(Tuhan).
Rabb sendiri memiliki banyak arti seperti: mengasuh, memelihara, menciptakan, mengayomi, menjaga dan lain sebagainya yang jauh lebih luas maknanya daripada adab. Di al-Qur`an ada penyebutan kata rabbâniyyun yaitu orang yang berorientasi kepada Tuhan. Tarbiyah dalam Islam jelasnya berorientasi kepada Tuhan. Konsekuensinya tidak ada dikotomi antara jasmani dan rohani, antara manusia dan alam, semua mengarah pada Tuhan dan sangat universal-kosmopolitan. Namun ini hanya ‘keresahan intelektual pribadi’. Tanpa mengurangi rasa hormatku kepada Beliau, konsep yang ditawarkan al-Attâs mengenai filsafat pendidikan (melalui kata ta`dîb), sebagaimana di atas perlu diapresiasi, sembari tetap dikritisi sampai menjadi terang. Seterang mentari di siang hari. Wallahu a`lam bi al-showâb.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan