Home » » Rekonstruksi Metodologi Ilmu Kalam

Rekonstruksi Metodologi Ilmu Kalam

Written By Amoe Hirata on Kamis, 18 September 2014 | 23.09


(Refleksi dari Orasi Ilmiah Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi)

Merupakan kehormatan yang tiada kira, ketika pada hari ini aku dan teman-teman PKU menjadi tamu undangan untuk menghadiri pengukuhan gelar ‘profesor Akidah dan Filsafat Islam’, Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, dan launching(peluncuran) peresmian UNIDA(Universitas Islam Darus Salam) yang sebelumnya bernama ISID(Institut Islam Darussalam) Gontor. Judul orasi ilmiah paka Amal ialah: “Nahwa `Ilmi al-Kalām al-Jadīd(Menuju Ilmu Kalam yang Baru)”. Diantara ide penting yang sempat penulis dengarkan, akan disampaikan dengan ringkas pada tulisan ini. Semoga tulisan ringkas ini bisa bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca sekalian. Di samping itu bisa memotivasi bagi para pakar Ilmu Kalam agar memberi perhatian lebih, khususnya dalam bidang tantangan pemikiran kontemporer yang dihadapi Ilmu Kalam Islam di masa kini.

Ilmu Kalam termasuk ilmu yang sangat urgen karena mengandung dua hal penting dalam Islam, yaitu: Menetapkan(membuktikan) Akidah Islam dan Membelanya dari serangan para pembuat kebatilan. Dulu ilmu ini sangat berperan besar dalam membentengi akidah, dari serangan dan syubhat orang-orang nyeleneh dan memusuhi Islam, baik dari kalangan filosof, mu`tazilah, dan lain sebagainya. Adapun sekarang yang dihadapi sama sekali berbeda baik dari segi logika, metode dan temanya. Karena itulah ilmu perlu kiranya menyusun Ilmu Kalam yang sesuai dengan tantangan zaman modern. Artinya, -tanpa mengurangi rasa hormat kepada kontibusi Ilmu Kalam masa lampau- sekarang diperlukan pembaharuan metodologi Ilmu Kalam, mengingat yang dihadapi sekarang sangat berbeda dengan yang dihadapi pada masa lalu. Perbedaan itu dari segi logika, metode, tema yang semuanya merupakan tantangan kontemporer.

Ada Ulama dari India yang mendefinisikan Ilmu Kalam secara komprehensif dan menarik, yaitu Syekh Wakhidudin Khan. Beliau mendefinisikan Ilmu Kalam: “Alat untuk membantu dakwah islamiah yang ditujukan untuk menyampaikan kebenaran agama dengan bahasa, istilah, yang dipakai oleh komunikan dakwah pada masanya”. Kata-kata yang bergaris bawah tersebut menunjukkan bahwa metodologi Ilmu Kalam –tanpa harus menghilangkan hal-hal yang sudah tetap- harus disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi. Karena tantangan yang dihadapi pada suatu masa, akan berbeda dengan masa setelahnya. Sifat tantangan itu dinamis, maka diperlukan metodologi yang dinamis pula untuk menghadapinya.

Tantangan modern (seperti: modernisme, posmodernisme, relativisme, nihilisme, pragmatisisme, sekularisme, eksistensialisme, positivisme, marsisme, evolusi, darwinisme dll) membutuhkan Ilmu Kalam baru yang sesuai dengannya. Artinya apa? Kalau tantangan-tantangan itu dihadapi dengan senjata-senjata klasik ala pakar Ilmu Kalam pada tempo dulu, maka –disamping tidak sesuai zaman- ia tidak akan mempan untuk menghadapi gelombang tantangan pemikiran kontemporer. Disinilah letak signifikansi pembaharuan metodologi Ilmu Kalam. Makanya sekali lagi ulama ahli Kalam, dituntut untuk memperbaharui metodologi Ilmu Kalam agar bisa mengatasi tantangan pemikiran kontemporer.

Jadi, tema Ilmu Kalam yang baru ialah mengenai, tantangan pemikiran kontemporer. Untuk manhaj(metodelogi) yang dipakai bagi Ilmu Kalam Baru ialah dengan: Metodologi filosofis(pendekatan filsafat) dan metodologi ilmiah. Itu terkait dengan fungsi Ilmu Kalam sebagai difā`(pembela) bagi akidah Islam yang benar. Adapun Ilmu Kalam dalam hal Itsbati(pembuktian) itu harus bisa meyakinkan orang, menggerakkan perasaan, kemudian melahirkan amal. Membuat orang percaya dan yakin saja tidak cukup karena keyakinan harus menggugah perasaan, sedangkan perasaan harus melahirkan amal. Demikianlah ilmu dalam Islam, pada akhirnya harus membuahkan amal.

Manhaj baru dalam Ilmu Kalam ialah menggabungkan antara orisinalitas dan kontemporer, tsawābit(sesuatu yang sudah permanen dan final dalam agama) dan mutagoyyirōt(sesuatu yang dinamis dalam agama), klasik dan modern. Manhaj ini disebut dengan manhaj takamuli(integratif). Yang berlandaskan beberapa anatomi: 1. Berasaskan al-Qur`an 2. Sistematis 3. Kontemporer 4. Logis, intuitif  5. Berakhlak. Al-Qur`an –tentu saja juga Hadits-menjadi rujukan utama, dibangun dengan sistematika yang tinggi, disampaikan dengan bahasa dan cara kontemporer, bersifat logis dan mampu menggerakkan intuisi komunikan dakwah, dan yang terakhir harus bisa membuahkan akhlak mulia. Itulah barangkali beberapa poin penting yang sempat aku dengarkan langsung dari orasi ilmiah Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi.

Siman, Kamis 18 September 2014


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan