Salah satu unsur fundamental yang berpengaruh pada kualitas kebahagiaan seseorang ialah rasa ‘fokus’. Al-Qur`an menggambarkan bagaimana keadaan orang Musyrik yang hidupnya tidak fokus: Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.(Qs. Al-Haj: 31). Mempersekutukan Allah adalah indikasi kuat ketidakfokusan. Kondisi mereka digambarkan sebagai orang yang jatuh dari langit, kemudian disambar burung, atau dihempas angin ke tempat yang jauh. Betapa merana orang yang mengalami nasib seperti itu. Ia jatuh dari langit, kehilangan arah, dihinggapi rasa takut. Belum hilang rasa takut, ia disambar burung bahkan dihempas angin ke tempat yang jauh.
Sedangkan orang yang benar-benar beriman, maka mereka adalah orang-orang yang fokus. Mereka ini adalah bagian dari orang-orang yang beruntung(baca: Al-Mu`minun, 1-2). Al-Qur`an pun menceritakan bahwa mereka akan diangkat derajatnya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Qs. Al-Mujadilah: 11). Orang yang beriman itu akan diangkat, bukan dijatuhkan seperti orang musyrik. Ia berpijak di bumi dan fokus terhadap Tuhannya.
Dalam hadits –terkait masalah kefokusan-, ada satu kata yang disebut sebagai ilmu yang pertama kali diangkat(lenyap), yaitu kata: “khusyu`”. Lenyapnya khusyu` adalah tanda fundamental hilangnya rasa fokus. Ada sebuah riwayat:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ ذَاتَ يَوْمٍ، فَنَظَرَ فِي السَّمَاءِ، ثُمَّ قَالَ: " هَذَا أَوَانُ الْعِلْمِ أَنْ يُرْفَعَ "، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُ زِيَادُ بْنُ لَبِيدٍ: أَيُرْفَعُ الْعِلْمُ يَا رَسُولَ اللهِ وَفِينَا كِتَابُ اللهِ، وَقَدْ عَلَّمْنَاهُ أَبْنَاءَنَا وَنِسَاءَنَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّكَ مِنْ أَفْقَهِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ "، ثُمَّ ذَكَرَ ضَلَالَةَ أَهْلِ الْكِتَابَيْنِ، وَعِنْدَهُمَا مَا عِنْدَهُمَا مِنْ كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَلَقِيَ جُبَيْرُ بْنُ نُفَيْرٍ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ بِالْمُصَلَّى، فَحَدَّثَهُ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ فَقَالَ: صَدَقَ عَوْفٌ، ثُمَّ قَالَ: " وَهَلْ تَدْرِي مَا رَفْعُ الْعِلْمِ؟ " قَالَ: قُلْتُ: لَا أَدْرِي. قَالَ: " ذَهَابُ أَوْعِيَتِهِ ". قَالَ: " وَهَلْ تَدْرِي أَيُّ الْعِلْمِ أَوَّلُ أَنْ يُرْفَعَ؟ " قَالَ: قُلْتُ: لَا أَدْرِي. قَالَ: " الْخُشُوعُ، حَتَّى لَا تَكَادُ تَرَى خَاشِعًا " مسند أحمد ط الرسالة (39 / 417)
Bersumber dari `Auf bin Malik bahwasanya ia berkata: “Pada suatu hari, tatkala kami sedang duduk di samping Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, beliau menatap langit kemudian bersabda, ‘Inilah saatnya ilmu diangkat’. Bertanyalah pada beliau seorang dari kalangan sahabat Anshar, yang dipanggil Ziyad bin Labīd, ‘Wahai Rasulullah, apakah ilmu akan dicabut(diangkat) sedangkan pada kami ada Kitab Allah, sungguh kami telah mengajarkan anak-anak dan isteri-isteri kami?’. Rasul pun menjawab, ‘Aku kira kamu adalah orang yang paling paham agama di antara penduduk Madinah’. Kemudian beliau menyebutkan kesesatan dua Ahli Kitab( Yahudi dan Nashrani). Keduanya sama-sama memiliki kitab dari Allah subhanahu wata`ala. Lalu Jubair bin Nufair menemui Syaddad bin Ausin di mushalla, lalu menceritakan hadits ini dari Auf bin Malik lalu ia berkata, ‘Auf benar’. Kemudian bertanya, ‘Apakah kamu tahu apa yang dimaksud diangkatnya ilmu?’. Ia menjawab, ‘Aku tidak tahu’. Ia menjawab, ‘(yaitu ketika) tempat penyimpanannya lenyap’. Ia bertanya, ‘Apakah kamu tahu ilmu apa yang pertama kali diangkat(dicabut)’. Ia berkata, ‘aku tidak tahu’. Ia menjawab, ‘(ilmu yang pertama kali dicabut) ialah khusyu`, hingga hampir-hampir kamu tidak melihat(menjumpai orang yang khusyu`(Hr. Imam Ahmad, Musnad Auf bin Malik, 39/417).
Kalau diamati secara mendalam, riwayat tersebut benar adanya. Sekarang khusyu`(fokus) sudah sedemikian langka. Dalam ibadah orang sudah banyak tidak fokus, dalam pendidikan orang sudah tidak fokus, dalam kegiatan sosial, politik, dan lain sebagainya, orang sudah tidak fokus. Bahkan dalam skala negara, presiden pun kadang tidak fokus. Fokus orang kebanyakan malah fokus pada dunia. Dunia menjadi fokus utamanya. Padahal salah satu hal yang dikhawatirkan Nabi Muhammad, ialah ketika pintu dunia dibuka lebar-lebar, kemudian orang Muslim, berlomba-lomba memperebutkannya. Bisa diistilahkan –meminjam bahasa gaul anak sekarang- banyak sekali orang yang ‘gagal fokus’ atau ‘salah kaprah fokus’, sehingga bagaimana mungkin bisa menggapai kebahagiaan sejati, jika tidak bisa fokus, atau fokus pada ranah yang salah. Semoga kita dilindungi oleh Allah dari ketidakfokusan, dan dianugerahi nikmat kefokusan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !