Tadi malam
Sarikhuluk telah menginisiasi berdirinya forum diskusi yang melibatkan anggota berlatarbelakang
berbeda: ada karyawan pabrik, pengangguran, anak sekolah dan lain sebagainya.
Ide perkumpulan ini bermula dari obrolan sederhana Sarikhuluk dengan sahabatnya
yang dipanggil: Ian. Ian sendiri sebelumnya dikenal dengan pemuda nakal yang
taubat setelah mengalami kecelakaan parah yang hampir merenggut nyawanya.
Peristiwa yang menimpanya, benar-benar membuat dirinya insaf. Aura-aura
kenakalan yang dulu begitu terlihat dari wajahnya, kini berbinar cahaya
petunjuk. Wajahnya sudah cerah. Orang-orang di sekitarnya mulai dibuatnya sumringah.
Memang benar, Allah akan memberikan petunjuk pada manusia dengan jalan yang
tiada pernah terkira.
Ian sendiri, sebelum menjadi pemuda nakal, ia adalah
teman mengaji Sarikhuluk sejak kecil. Ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan
penyuka sepak bola, sebagaimana Sarikhuluk. Singkat cerita, ketika Sarikhuluk
bertamu ke rumah Ian, lahir sebuah ide untuk mengumpulkan para pemuda agar
potensi mereka tidak sia-sia. Keduanya menyadari betul bahwa di kampung Ian,
kemerosotan akhlak begitu nampak. Dekadensi moral sudah semakin menggejala. Anak-anak yang mengaji semakin tidak ada.
Keduanya membayangkan saat-saat indah ketika mengaji pada waktu dulu. Bagaimana
mayoritas pemuda bisa terhimpun di masjid melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat: mengaji, berdiskusi, shilaturrahim, dan lain sebagainya. Suasana
begitu guyub dan menentramkan jiwa. Keduanya menghendaki masa-masa itu terulang
kembali.
Nah, tadi malam rencana kumpul pun bisa terselenggara
dengan baik. Acara dimulai pukul 19:30, di kediaman Moel(saudara sepupu Sarikhuluk
yang sudah menikah dan sekarang menjadi karyawan pabrik). Acara dibuka oleh
Markoden dengan bacaan basmalah. Kemudian, yang membaca al-Qur`an adalah Ian.
Waktu itu, secara spontan ia membaca al-Fatihah dan surat al-`Ashr. Acara pun
semakin hangat ketika Sarikhuluk berusaha mengurai maksud dari surat al-`Ashr: “Apa
yang dibaca oleh Ian, sungguh luar biasa dan sangat tepat dengan kondisi kita
sekarang. Menurut komentar Imam Syafi`i, ‘jika Allah tidak menurunkan surat,
melainkan hanya surat al-Ashr, maka sudah cukup’. Ungkapan beliau tidak
berlebihan, karena jika manusia benar-benar mampu menggunakan aset berharga(waktu),
maka dia tidak akan menjadi manusia yang rugi baik di dunia maupun di akhirat”.
Setelah nyruput(menyeduk) kopi yang
disediakan istri Moel, Sarikhuluk melanjutkan: “Ada empat kualifikasi penting –sebagaimana
yang terkandung dalam surat al-Ashr ayat satu sampai tiga- yang harus dimiliki
oleh setiap Muslim jika tidak ingin menjadi manusia rugi: Pertama,
keimanan. Keimanan yang berbasis ilmu yang bisa menimbulkan efek positif baik
secara individu maupun sosial. Dari berbagaimacam derivasinya, ada beberapa
kata yang berakar sama yaitu, aman, dan amanah. Yang namanya orang beriman, ia
belum dikatakan sempurna jika dirinya tak mampu memegang amanah. Di samping
itu, ia harus menciptakan sebuah kondisi di mana dirinya sendiri bisa menjadi
aman. Lingkungannya pun merasa aman dari gangguan dirinya. Sehingga, keimanan
benar-benar termanivestasi dengan baik dalam pribadi maupun masyarakat.”
“Kedua, amal shalih. Keimana sejati akan
melahirkan amal shalih. Kalau keimanan tidak melahirkan amal shalih, maka perlu
diragukan keimanannya. Amal shalih lahir dari akidah yang benar. Sebaik apapun
orang non-Muslim berbuat, tapi tidak memiliki ‘tiket keislaman’, maka amalannya
bagaikan fatamorgana(baca: An-Nur, 39). Kelihatan baik dan indah pada pandangan
manusia, namun sejatinya di akhirat adalah hampa. Yang dimaksud dengan kata ‘shalih’
ialah amalan baik yang sudah dihitung sedemikian rupa dampak positif dan
negatifnya. Sebagai contoh sederhana: membaca al-Qur`an di masjid itu baik,
namun jika dilakukan di waktu orang-orang sedang membutuhkan bantuan kerja
bakti, maka menjadi amal yang tidak shalih. Demikian juga misalnya membaca
al-Qur`an di tengah jalan raya. Amalan ini menjadi tidak shalih karena tidak
ditempatkan dalam situasi dan kondisi yang tepat sehingga tidak mengandung
bahaya. Kalau diperhatikan, dalam al-Qur`an iman dan amal shalih itu selalu
digabung. Ini mengindikasikan bahwa yang namanya iman harus melahirkan amal
shalih.”
“Ketiga, saling berwasiat dengan atau pada
al-Haq(kebenaran pasti yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya). Kata ‘saling’
menunjukkan adanya kerjasama. Keimanan dan amal shalih, tidak akan mungkin bisa
berjalan dengan baik jika tidak ada sinergi sosial untuk menjaganya. Keimanan
dan amal shalih adalah kebenaran yang perlu dipelihara dalam bingkai jama`ah.
Jadi, perlu adanya kerjasama sosial untuk menjaga dan menebarkan kebenaran
dengan media tutur maupun tulis yaitu berwasiat pada kebenaran pasti(al-Haq). Perlu
diingatpula, wasiat pada kebenaran, perlu diringi dengan cara yang benar.
Jangan sampai kita mengajak orang pada kebenaran tapi dengan cara yang salah
sehingg malah membuat orang lain jauh dari kebenaran. Dalam al-Qur`an, kata ‘wasiat’
–sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 180- digunakan oleh
orang yang sudah mau meninggal. Kalian bisa membayangkan bagaimana kira-kira
perasaan orang yang sudah mau meninggal? Pasti dia benar-benar menasihati
dengan tulus tanpa adanya kepentingan duniawai. Ia merasa ajal sudah dekat,
hanya kemungkinan baik yang bisa diekspresikannya. Gampangnya, dalam rangka
saling menasihati pada kebenaran, kita harus antusias dan tulus seolah-olah
kita hendak meninggal. Kalau kualitas ruhaniah kita bisa sampai pada taraf
seperti itu, maka besar kemungkinan nasihat-nasihat itu sampai ke dasar hati.”
“Keempat, saling berwasiat pada atau dengan
kesabaran. Sinergi dan kerjasama berikutnya yang harus dibangun ialah wasiat
pada kesabaran. Jalan perjuangan menuju akhirat, diiringi dengan cobaan-cobaan
berat, maka kesabaran adalah kunci menuju kesuksesan. Ibarat kereta api,
kesabaran adalah rilnya. Namun perlu diingat, cara terbaik menasihati orang
lain agar sabar dalam menjaga kebenaran, ialah dengan kesabaran yang telah dibuktikan
oleh diri sendiri. Bagaimana mungkin anda mengajak orang lain sabar, tapi pada
kenyataannya kita sendiri tempramen misalnya. Karena itulah, sebaik-baik
nasihat ialah nasihat yang lahir dari amal nyata kita. Bukan sekadar retorika.”
Demikian penjelasan sederhana Sarikhuluk terkait dengan kandungan surat
al-`Ashr: 1-3. Diskusi pun akhirnya semakin ganyeng dan hangat dengan munculnya berbagai macam
pertanyaan terkait: hukum tahlilan dan menghadirinya, hukum orang bertato
shalat, cara menjaga kekhusyu`an, serta curhatan-curhatan pribadi yang berusaha
dipecahkan bersama.
Di sela-sela sharing, ada cerita menarik
yang dibawakan oleh Markoden, ia menceritakan bahwa ketidaktegaannya pada hewan
yang sedang susah. Ada beberapa kejadian unik yang ia bagikan pada teman-teman
diskusi: Pertama, pada waktu ia menimba air di sumur, tiba-tiba ia
dapati ada sekawanan semut yang berada di atas timba. Nuraninya mengatakan
bahwa hewan ini harus ditolong. “Kalau manusia saja takut mati, lalu kenapa
tidak membantu semut tetap hidup”. Akhirnya, semut-semut itu diambil satu per
satu hingga selesai. Kedua, ketika sedang bekerja menjadi kuli
bangungan, ada sekawanan semut dan ulat yang terbawa arus selokan. Melihat itu
hatinya tidak tenang, ia kejar aliran selokan yang membawa semut dan ulat, dan
ia bantu mengeluarkannya dari arus air selokan. Ketiga, ketika sedang
minum kopi, semut pun mengerubungi hingga jatuh. Ia tak tega, dibantulah semut
keluar satu persatu agar tidak mati. Beberapa peristiwa yang diceritakan
Markoden ini benar-benar menyentak Sarikhuluk. Dari orang yang hanya lulus SMP,
lahir sebuah kebijaksanaan yang belum tentu lahir dari orang kuliahan. Ia
benar-benar menegakkan ‘Hak Asasi Hewan’. Tentunya kita tahu betul betapa
banyak orang yang masuk neraka gara-gara menyiksa hewan. Dengan nuraninya dan
akalnya yang masih jernih, kesadaran itu terpatri dalam lubuk hatinya. Kepada
hewan saja seperti itu, apalagi kepada manusia dan makhluk lainnya. Sarikhuluk
benar-benar mengapresiasi apa yang dilakukan Markoden: “Kita sebagai orang
Islam `kan misinya rahmatan lil `alamin(rahmat bagi seantero alam), maka
hewan pun adalah bagian dari realisasi rahmat kita sebagai orang Islam”.
Diskusi yang tidak diformat secara formal itu
tidak terasa sudah berlangsung tiga setengah jam. Semua diberi kesempatan
berbicara dan mencurahkan segenap unek-uneknya. Temanya pun sangat luas dan tak
berbatas. Semua terlihat tetap semangat dan tidak ada raut muka lesuh dan loyo
dari aura wajah mereka. Bahkan mereka semua menyepakati diadakan kajian
seminggu sekali pada setiap hari Rabu, agar kebaikan dan kebenaran ini bisa
tetap berjalan syukur-syukur dapat dinikmati oleh masyarakat secara umumnya.
Intinya, perkumpulan ini dimaksudkan untuk tandhur(menanam) kebaikan.
Zaman sudah semakin edan, maka kita ga usah ikut-ikut edan. Kiamat sudah
semakin dekat. Maka filosofi ‘tandhur’ kebaikan harus tertanam dalam
jiwa kita bersama. Suatu saat Rasulullah bersabda: “Apabila waktu kiamat
hampir tiba, di tangan salah seorang diantara kamu ada bibit pohon kurma, dia
berkesempatan menanamnya sebelum kiamat tiba. Maka hendaklah dia tanam sehingga
memperoleh pahala.”(Hr. Ahmad). Intinya, kita berusaha menanam kebaikan,
selama nyawa masih bersemayam dalam jiwa. Adapun panen tidaknya, kita serahkan
pada Allah. Ada pepatah Arab yang berbunyi: “Barangsiapa menanam, dia akan
mengetam”. Mudah-mudahan ini akan dicatat sebagai investasi akhirat. Acara pun
ditutup pada jam 22:50 dan akan dilanjutkan pada Rabu depan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !