Home » » Optimalisasi Potensi Pemuda dalam Sejarah Islam

Optimalisasi Potensi Pemuda dalam Sejarah Islam

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 04 April 2015 | 10.09



            Sudah menjadi maklum bagi orang pada umumnya, bahwa pemuda adalah salah satu aset berharga, baik bagi individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun, yang menjadi masalah kemudian, sekadar mengetahui keberhargaannya, tidaklah  mencukupi untuk mewujudkan generasi yang dianggap sebagai ‘tunas harapan’ tersebut yang benar-benar bernilai. Pemuda baru akan terlihat nilainya jika potensi yang dimiliki bisa dioptimalisasikan dengan sebaik mungkin. Karena itulah, perlu ada langkah-langkah serius untuk merealisasikannya. Tulisan ini akan memaparkan optimalisasi potensi pemuda dalam sejarah Islam. Semoga tulisan sederhana ini, bisa menjadi pendorong  bagi siapa saja yang mempunyai perhatian besar dalam memberdayakan potensi pemuda secara maksimal.
            Dalam sejarah Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, ditemukan beberapa realita menarik mengenai optimilasisasi potensi pemuda. Pertama, Beliau memiliki strategi matang dan mengetahui secara mendetail ‘peta potensi’ mereka. Sebagai contoh kecil, sahabat, Usamah bin Zaid(18 tahun) yang diutus menjadi panglima perang dalam ekspedisi militer ke negeri Syam (wilayah subordinasi Romawi), padahal masih banyak sahabat-sahabat yang berkaliber besar seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan lain sebagainya. Demikian juga Mu`adz bin `Amru bin al-Jamuh, dan Mu`awwidz bin al-`Afrā, meski keduanya umurnya begitu muda, namun karena memiliki kecakapan militer, mereka pun diizinkan berpartisipasi dalam medan jihad. Zaid bin Tsabit –yang ditolak ikut serta dalam perang Badar- diketahui mempunyai potensi dalam bidang keilmuan, sehingga dianjurkan Nabi, untuk mempelajari bahasa asing, dan kelak menjadi penulis wahyu. Jadi, untuk mengoptimalisasikan potensi pemuda, kita harus memiliki setrategi matang serta mengetahui terlebih dahulu apa potensinya.
Kedua, selain hal tersebut, beliau juga sangat  menyadari pentingnya pemuda. Bagi beliau mereka mempunyai dampak besar dalam ‘roda dakwah’ Islam. Karena itu, tidak heran jika dakwah pertama kali Rasulullah -kebanyakan- diorientasikan pada pemuda. Ini bisa dilihat dari rata-rata sahabat besar, yang masuk Islam. Sebagai contoh misalnya, Ali bin Abi Thalib(10 tahun), Utsman bin Affan(35 tahun), Umar bin Khattab(31 tahun) Sa`ad bin Abi Waqash(17 tahun), Zubair bin Al-Awwām(15 tahun), Thalha bin Ubaidillah(16 tahun), Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit, ibnu Abbas dan lain sebagainya, kesemuanya tergolong masih muda ketika masuk Islam. Di tangan para pemuda ini –melalui bimbingan Rasul yang sangat intensif-, dakwah Islam bisa tersebar luas.
Ketiga, dalam sejarah disebutkan bahwa beliau sangat perhatian dalam urusan pemuda. Salah satu contoh perhatiannya, sampai pada hal yang menyangkut anjuran nikah pada para pemuda sebagaimana hadits berikut: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu”(Muttafaq `Alaih). Jika urusan perkawinan saja beliau perhatikan, apalagi urusan-urusan lainnya. Ini menunjukkan bahwa jika mau mengoptimalisasikan pemuda, maka harus mencurahkan perhatian yang maksimal dalam kehidupan mereka, sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw.
            Keempat, menyediakan sarana efektif untuk pemberdayaan pemuda. Salah satunya ialah melalui media pendidikan. Baik itu menyangkut akademis, militer, kesehatan dan lain sebagainya. Sebagai contoh, pasca pertempuran Badar, beliau mempunyai ide strategis berupa ‘penghapusan buta huruf’. Para tawanan Badar yang tak mampu menebus diri(kerena miskin), akan dibebaskan jika mampu mengajari sepuluh dari anak-anak Muslim di Madinah, hingga bisa membaca dan menulis(Raudhatu al-Anfi, al-Suhaili, III/135). Di serambi masjid pun disediakan tempat khusus untuk aktivitas pendidikan, yang kemudian dinamakan Shuffah. Usaha tersebut ternyata begitu efektif dalam melejitkan potensi pemuda.
            Masih terkait dengan sarana pendidikan, pada zaman al-Khulafāu al-Rāsyidūn, apa yang telah dilakukan Rasulullah dikembangkan sedemikian rupa. Mereka sangat peduli dalam pengoptimalan potensi pemuda. Media pendidikan yang telah berjalan, menjadi berkembang pesat. Mereka sangat memperhatikan nilai pemuda. Maka tidak mengherankan jika setiapa kali menghadapi urusan pelik, sahabat sekaliber Umar bin Khattab selalu melibatkan pemuda. Di masa daulah Umawi, didirikan banyak kuttāb(media pendidikan untuk anak setingkat madrasah), semua itu sebagai langkah kongkrit dalam mengoptimalkan pemuda. Di Sicilia saja, dalam satu kota.–menurut penuturan Ibnu Hauqal- ada 300 Kuttāb( Madza Qaddama al-Muslimūn li al-`ālam, jil. I, hal. 191). Ini mengindikasikan umat Islam sangat perhatian dalam mengoptimalkan potensi pemuda, melalui jalur pendidikan.
            Lebih dari itu, dalam sejarah Islam ditemukan lembaga yang sangat serius dalam mengoptimalkan potensi pemuda. Baitu al-Hikmah misalnya(lembaga pendidikan yang berkembang pesat di zaman Ma`mun), merupakan media yang setrategis sebagai wahana memaksimalkan potensi pemuda. Perpustakaan besar seperti di Baghdad, Andalusia, Mesir, Syam adalah bagian dari sarana ini. Mereka mampu mengembangkan  potensi pemuda dengan sebaik-baiknya. Ternyata kepedulian ini terus berlangsung sepanjang sejarah Islam. Media pendidikan besar seperti, Nidhāmiah, Al-Mushtanshiriyah, Nashiriyah, Shalahiyah, Al-Azhar adalah sebagai bukti perhatian besar umat Islam dalam mengoptimalkan potensi pemuda. 
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, dalam sejarah Islam di antara cara untuk mengoptimalisasikan potensi pemuda ialah dengan: setrategi matang, pengetahuain mendetail potensi pemuda, perhatian yang serius dalam segenap sisinya, menyiapkan sarana pendidikan yang kondusif dan intensif. [Telih diterbitkan di: yatimmandiri.com]

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan