Home » » Marginalisasi Politik Umat Islam

Marginalisasi Politik Umat Islam

Written By Amoe Hirata on Senin, 13 April 2015 | 10.39

Marginalisasi Politik Umat Islam
(Upaya Melucuti Islam dari Dunia Politik)

            Pada hari Sabtu (11 April 2015), Bina Qolam Surabaya kembali menyelenggarakan KII(Kajian Intensif Penulis). Kajian kali ini bertajuk: “Islam dan Politik Agenda Tersembunyi: Menghilangkan Islam dari Dunia Politik). Sebagai presentator pada kajian ini adalah Dr. Slamet Muliono, selaku dosen di fakultas Ushuluddin UINSA(Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) Surabaya, sekaligus peneliti MIUMI(Majis Intelektual Ulama Muda Islam) Jawa Timur. Acara ini dihadiri oleh para penulis Bina Qolam. Peserta yang hadir, diperkirakan sekitar dua puluh lima orang. Acara dimulai pada jam 08.10, yang dimoderatori langsung oleh Ust. Syamsul –penulis buku populer: Quantum Cinta- (selaku pengurus dan editor di Bina Qolam). Setelah menjelaskan prolog dan profil singkat dari Dr. Slamet Muliono, akhirnya waktu dan tempat sepenuhnya dihaturkan kepada beliau.

            Ada beberapa poin penting yang disampaikan oleh Dr. Slamet Muliono dalam kajian yang cukup hangat ini: Pertama, peran politik umat Islam mau dilenyapkan dari panggung sejarah Indonesia. Ada beberapa indikator yang disampaikan, di antaranya: realitas politik yang memberikan citra negatif terhadap Islam; kekalahan  politik  umat Islam; keunggulan kelompok nasionalis di pentas politik nasional; diblokirnya situs Islam; banyaknya pemimpin non-Muslim yang menempati jabatan strategis; penguasaan media oleh kelompok minoritas; semakin menurunnya suara perolehan kelompok Islam politik; yang berkonsekuensi pada alerginya masyarakat terhadap politik agama di ruang publik. Beberapa indikator tersebut menunjukkan adanya upaya untuk menghilangkan Islam dalam panggung sejarah. Dengan kata lain, ada usaha serius untuk memarginalisasi politik umat Islam.
Kedua, pendiskreditan Islam Politik. Melalui poin ini beliau menjelaskan berdasarkan fakta-fakta yang ada di Indonesia, ada sikap yang diskriminatif dari pihak-pihak berkepentingan (melalui media yang dimiliki) ketika memandang Islam dan Umat Islam. Ketika ada Muslim yang aktif dalam dunia politik melakukan pelanggaran –sebagai contoh: korupsi. Seperti yang dialami Ketua PPP Surya Darma Ali-, maka dengan serta-merta Islam akan dikambinghitamkan. Adapun ketika non-Muslim yang melakukan, maka media tidak begitu gencar mengeksposnya. Bahkan, dianggap biasa. Tak hanya itu, fenomena yang sedang hangat seperti ‘terorisme’ dan ‘ISIS’(yang dikenal radikal, keras, dan berbahaya), sebagai bukti konkrit betapa Islam begitu dipojokkan, tanpa ada upaya klarifikasi dan verifikasi matang, baik oleh media maisnstream maupun pihak terkait.
            Ketiga, Islam dan pembentukan karakter. Melalui poin ini, beliau mencoba menganalisis solusi yang bisa diambil terkait permasalahan pendiskreditan Islam Islam Politik, di antaranya: memperbaiki kualitas umat Islam(diakui atau tidak, memang saat ini kualitas umat Islam masih memprihatinkan; baik di ranah politik, pendidikan, sosial, keagamaan, ekonomi, dan lain sebagainya), pembentukan karakter yang merujuk pada nilai-nilai Islam(nilai-nilai yang ada tidak mungkin bisa diejawantahkan dalam kehidupan sosial jika belum memiliki karakter yang baik), menjadikan al-Qur`an dan Sunnah sebagai rujukan utama dalam merealisasikan visi misinya(bukan seperti sebagian kalangan yang mengaku beragama Islam bahkan sebagai intelektual Islam, namun pada realitanya, merobohkan Islam dari dalam).
            Kempat, Marginalisasi Islam politik. Dari gejala sosial yang disebutkan tadi, sangat nampak bahwa usaha memarginalisasikan Islam politik semakin benar-benar terealisir. Dengan kondisi yang sedemikian runyam, mau tidak mauh umat Islam harus segera melakukan evaluasi internal. Paling tidak ada beberapa hal yang harus dievaluasi, di antaranya: a. Kembali mengkaji dan menelaah sejarah, sebagai inspirasi penting dalam memacu dinamika umat Islam yang sudah mulai lesuh; b. Membangun spirit agama. Kemenangan yang terjadi pada peradaban apapun –menurut beliau- mobilisatornya adalah spirit agama. Dari sejarah Rasulullah Muhammad shallahu `alaihi wasallam hingga Turki Utsmani, kebangkitan di- back up oleh spirit agama. Pada kalimat terakhir, beliau menyatakan: “Kembali kepada ruh dan spirit agama yang ditanamkan kepada pribadi-pribadi dan keluarga Muslim akan bisa meraih kembali apa yang sudah pernah diraih oleh generasi awal”.


            Setelah memaparkan makalahnya, berlangsunglah diskusi yang hangat. Kemudian, beliau menasihatkan kembali: pentinganya berdakwah melalui media tulis. Di luar sana mereka dengan gencar –melalui media tulis- memojokkan dan mendiskreditkan umat Islam. Maka sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk berjuang dalam bidang tulisan. Beliau menyebut contoh ulama sekaliber: Imam Nawawi, Imam Ibnu Taimiah, Imam Ibnu Qayyim, Imam Ibnu Katsir, adalah di antara sekian contoh kecil dari sejarah ulama Muslim yang memperjuangkan Islam melalui media tulis. Tetapi perlu diingat, kita sekarang harus membangkitkan kembali spirit agama, memperbaiki kualitas umat dari berbagai aspeknya, membangun karakter yang baik, menjadikan al-Qur`an dan Sunnah sembagai sumber nilai yang dimanifestasikan dalam kehidupan sosial. Pada jam 10. 30 –setelah diskusi- akhirnya acara ditutup oleh Ust. Syamsul. Mudah-mudahan acara ini bisa menginspirasi dan menjadi tonggak perubahan menuju yang lebih baik. Wallahu a`lam bi al-Shawab.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan