Home » » Menyibak Pesona MII Camplong

Menyibak Pesona MII Camplong

Written By Amoe Hirata on Jumat, 28 November 2014 | 05.00

            Para pembaca yang budiman, kita sekalian mungkin pernah mendengar bait lagu yang dinyanyikan oleh Chrisye, “masa-masa paling indah, masa-masa di sekolah”. Bila dicermati secara mendalam ada benarnya juga bait lagu tersebut. Di antara masa-masa paling indah memang pada masa di sekolah. Keindahan pada masa sekolah bisa dilihat dari proses kegiatan akademis yang membentuk karakter keilmuan para siswa; komunikasi intensif antarsiswa yang membangun kesadaran berkomunikasi-sosial; dan pengalaman-pengalaman tak terlupakan sebagai proses penemuan jati diri. Beberapa hal itulah yang menjadikan masa di sekolah adalah masa paling indah.
            Jika bait lagu itu diganti menjadi seperti ini, ‘masa-masa paling indah, masa-masa di ma`had(baca: pondok)’, maka keindahannya bukan hanya paling indah, tapi paling paling dan paling indah. Kenapa bisa demikian? Jawabannya –menurut hemat penulis- adalah sebagai berikut: Pertama, berbeda dengan sistem sekolah di luar, di pondok interaksi antar siswa(baca: santri) lebih banyak. Kalau diluar hanya enam sampai tujuh jam, maka di pondok bisa ketemu sampai dua puluh empat jam. Hal ini memungkinkan para santri mengenal lebih dalam, berinteraksi lebih intens, dan berkomunikasi secara aktif untuk berbagi pengalaman, sehingga jika ada kenangan indah, maka kenangan itu menjadi berlipat ganda dibandingkan dengan siswa di sekolah luar.
            Kedua, dari segi pendisiplinan dan pengenalan potensi siswa, maka di pondok jauh lebih besar peluangnya. Di sekolah luar mereka berdisiplin hanya sebatas ketika di sekolah, adapun ketika sudah keluar dari sekolah, maka  mereka sudah sangat bebas untuk memilih antara disiplin atau tidak disiplin. Sedangkan di pondok, aturan berlaku bukan hanya ketika masih di sekolah, tapi terus berlaku  sampai dua puluh empat jam. Ketiga, waktu untuk belajar di sekolah luar, jauh lebih sedikit dibanding dengan di pondok. Kesempatan yang begitu berharga ini, bila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka akan lebih unggul yang di pondok lantaran keberlimpahan waktu yang tidak dijumpai di sekolah luar.
Bertolak dari statemen(pernyataan) di atas, ada satu pertanyaan besar yang mengusik hati penulis selama menjadi santri di MII( dari tahun 2002-2006): “Apa kira-kira kelebihan, keindahan, pesona dari MII?”.  Waktu itu, setiap teman yang ditanya penulis, kalau tidak menjawab, ‘bingung’ pasti menjawab, ‘tidak tahu’. Ternyata jawaban itu masih belum juga bisa  ditemukan selama penulis berada di MII. Sampai akhirnya, ketika kuliah -melalui beberapa perenungan-, mulai terjawablah pertanyaan tersebut  dengan beberapa jawaban yang penulis kira penting dan bisa dibagikan kepada para pembaca sekalian. Apa yang ditulis di sini bisa jadi sangat berbeda dengan apa yang dirasakan dan dialami oleh santri lain, tapi paling tidak tulisan ini bisa mengantarkan para pembaca untuk menggali lebih dalam pesona MII.

KEBEBASAN MENGEKSPLORASI POTENSI DIRI

            Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang bisa mengarahkan anak didiknya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Ini benar-benar ada dan saya alami ketika di MII. Karena tidak diharuskan atau difokuskan kepada satu bentuk capaian-capain tertentu, maka setiap santri bisa mengeksplorasi potensi yang ada. Bagi yang suka dalam bidang olah raga, maka bisa mengembangkan potensinya dalam bidang olah raga. Bagi yang suka kegiatan akademis keilmuan, maka bisa membuat tim diskusi untuk mengasah potensi intelektualnya. Saya pikir ini adalah potensi besar yang dimiliki MII. Santri-santri yang terlihat biasa, bahkan yang tak masuk lima besar dalam prestasi akademis, ternyata ketika di luar bisa jauh lebih sukses sesuai dengan potensi yang dimiliki. Tidak mengherankan, meskipun ketika di MII jurusan ilmu-ilmu keagamaan, namun setelah keluar malah masuk jurusan yang berbeda-beda. Uniknya, mereka bisa adaptasi dengan cepat. Jadi, kata kunci pertama untuk menyibak pesona MII ialah lingkungannya yang memudahkan para santri untuk mengeksplorasi potensi diri.

KEMANDIRIAN DALAM BERKARYA

            Kemandirian adalah merupakan di antara tonggak dasar nilai yang diajarkan dalam ma`had. Di setiap pesantren, nilai kemandirian pasti selalu dijumpai dan diajarkan. Namun, yang saya rasakan ketika di MII, lebih dari sekadar kemandirian. Banyak sekali teman yang walaupun tidak secara intensif dilatih oleh ustadz, namun karena kemandirian dan ketekunannya, mereka mampu berkarya secara mandiri, bahkan kerap kali memenangkan berbagai macam perlombaan ketika yang diadakan di luar pesantren. Sebut saja misalkan lomba teater, baca kitab kuning, pidato, cerdas cermat, dan lain sebagainya. Kemandirian dalam berkarya juga bisa disebut sebagai kreativitas santri yang berbasis kemandirian.

MEMILIKI VISI YANG SANGAT BAGUS

            Yang tidak pernah terlupakan dari MII sampai sekarang di benak penulis ialah terkait dengan visi ma`had yang berbunyi, “Islami, tepercaya dan kompetitif”. Kata ‘islami’ menggambarkan bahwa apa yang diajarkan di MII sangat islami. Islam menjadi shibgah(identitas) utamanya. Kata ‘tepercaya’ membuat orang tua dan masyarakat luar akan merasa aman dan nyaman ketika memondokkan anaknya di MII. Kepercayaan adalah modal yang sangat berharga yang dimiliki MII. Meski tidak mempromosikan ma`had secara besar-besaran, namun MII tidak pernah sepi dengan yang namanya santri. Kata ‘kompetitif’ menggambarkan  bahwa MII memacu santri dan lembaga untuk fastabiqul khairāt(kompetisi dalam kebaikan). Kompetisi adalah stimulus yang memacu santri untuk mengoptimalkan segenap potensinya menujuh arah yang lebih baik.

KEPEMIMPINAN

            Di mana-mana, yang namanya pondok –dari elemen terkecilnya- pasti tidak pernah lepas dengan yang namanya latihan kepemimpinan. Di sadari atau tidak kepemimpinan sudah menjadi bagian yang integral dari diri santri. Uniknya, meskipun kepemimpinan adalah bagian yang sangat tidak terpisahkan dari santri, semua itu bersifat cair dan tidak ada unsur eksploitatif. Semua bergerak sesuai dengan irama kepemimpinan pada skup masing-masing. Dari pengalaman-pengalaman organisatorial kepemimpinan di MII, rata-rata para alumni ketika keluar sudah di luar MII biasanya menempati posisi-posisi penting dalam ranah kepemimpinan. Saya menjumpai sendiri fenomena tersebut di luar.

KOMUNIKASI YANG CAIR ANTARA SANTRI DAN ASATIDZ

            Berbeda dari pondok-pondok salaf(baca: tradisional) pada umumnya yang memperlakukan seorang yai dan asatidz dengan begitu ta`dzimnya, di MII malah sebaliknya. Bukan berarti tidak menghormati ustadz sama sekali, semua tetap menghormati ustadz, namun komunikasi antara santri dan ustadz begitu cair, sehingga membuat santri tidak canggung dalam menggali ilmu dari asatidz di luar waktu pelajaran formal. Fenomena asatidz duduk sejajar dengan para santri di serambi masjid, atau bahkan bersama-sama main sepak bola, voly dan olah raga lainnya merupakan hal yang biasa dijumpai di MII. Waktu penulis masih di MII, penulis merasa sangat beruntung karena di luar pelajaran formal, banyak sekali mendapat pelajaran-pelajaran tambahan dari asatidz, baik melalui diskusi-diskusi ringan, sampai pada kursus kecil-kecilan.

Komunikasi yang cair antara santri dan asatidz ini dampaknya sungguh besar. Melieu(lingkungan) seperti ini memungkinkan santri berkembang secara optimal karena didukung oleh para asatidz yang tidak membatasi komunikasi secara struktural. Potensi-potensi santri yang sebelumnya masih belum nampak, atau nampak tapi masih belum begitu dikembangkan, bisa dioptimalkan dengan baik dalam suasana seperti ini.

SISTEM PENDIDIKAN MODERN

            Berbeda dari pondok salaf, sistem yang dipakai di MII adalah sistem pondok modern. Para santri tidak melulu hanya diajari membaca kitab kuning(baca: kitab arab gundul), tapi porsi keilmuan yang notabene disebut ilmu Umum, juga diberikan. Sistem pendidikan yang proporsional dan tak dikotomis seperti ini memungkinkan santri mendapatkan ilmu secara integral. Karena pada dasarnya keduanya sama-sama penting. Tidak ada yang namanya pemisahan ilmu, karena baik ilmu yang dianggap sebagai ilmu agama atau dunia, jika diarahkan untuk kepentingan akhirat, maka namanya ilmu syar`i. Di MII semua ilmu itu bisa didapat.
            Itulah beberapa pesona yang dapat disibak dari Ma`had Al itihat Al Islami Camplong Sampang Madura. Apa yang telah penulis sebutkan ini hanya permulaan. Sangat tidak menutup kemungkinan dari santri-santri lain banyak yang memiliki pengalaman-pengalaman yang luar biasa ketika di MII dan bisa di-share(dibagi) di sini pada kesempatan yang lain. Semua itu bisa ditulis sebagai upaya untuk mendukung dan mendorong agar MII menjadi semakin baik.  Penulis yakin dan optimis, jika masing-masing di antara asatidz, santri dan para alumni saling berpartisipasi dan mendukung MII(dengan berbagai bentuknya) maka ke depan MII akan menjadi lebih baik. Ini tidak berlebihan karena jika dilihat dari pesona-pesona yang ada tadi, MII sangat berpotensi melahirkan generasi-generasi emas. Tinggal siapa yang mau menjemput momentum itu. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Hidup MII, semoga menjadi yang terbaik di antara yang baik-baik.

Wallahu a`lam bi al-Shawāb
Siman, Selasa 18 November 2014/05:00


Share this article :

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mii tetap saya banggakan dan saya merasa Banyak berutang budi. Menurut saya pesona mii begitu banyak bahkan sangat banyak dan juga pesona-pesona ini  berbanding  dengan kekurangn yang ada pada diri mii. Saya mencoba utarakan terlepas saya bukan org yang sukses di mii. Namun saya akan utarakan dulu pesona yang saya rasakan selama saya disana.
      Salah satunya adalah
      - punya ust yang memiliki jiwa pejuang yang sangt tinggi
      Hampir sebagian ust tidak tinggal di area pesantren sehingga setiap harinya byak ust yang harus menempuh perjalanan yang jauh utk bisa mengajar di mii. Dan subhanallah justru dengan semangat yang  tinggi dari ust2 ini yang menghasilkan barokah ilmu yang masih trkenang pada diri saya. Dan banyak berbekas perkataan2annya hingga saat ini. Dan saya baru merasakan beratnya perjuangan mereka saat bertemu salah seorang yang ust yang juga terjebak macet untuk mengajar menuju mii
      Adapun kekurangan yang harus menjadi pacuan utk lebih menjadikan mii lebih baik
      - tidak mempraktekan berbahasa arab. Padahal bahasa arab adlh sebuah mahkota bagi pesantren itu sendiri dan kita lihat pesantren2 yang maju dan berkembang, perhatian mereka terhadap bahasa arab begitu besar.
      - kurang menjani komunikasi dengan pesantren lain yang bisa dijadikan sebagai media sharing dalam berbagai hal
      - hanya fokus kepada kitab sorogan padahal masih kutub turats yang bisa kita ambil faedahnya

      Kemudian dari tulisan ust yang mengenai komunikasi yang cair antara ust dan santri ini bagi saya merupakan kelemahan tersendiri . Karna kenapa akibat dari komunikasi yang seperti ini kita tidak tau apa itu ta'dzim terhadap guru dan kita tidak lagi punya teladan akhlak karna kedudukannya sama. Sehingga kita dapari banyak kasus santri memukul ustnya. Santri tak mau kepesantren karna dendam dgn ustnya ini yang sering saya jumpai. Padahala salah satu cara mendapatkan kebarokahan ilmu dengan mebghormati ust.

      Dan harapan saya semoga alumm menjadi MII atau ma'had alittihad alislami lebih bnyak melahirkan ust2 dan dai2 yang menyempurnakan keberagaman dakwah di indonesia ini. 

      Hapus
  2. terimakasih atas tambahannya, kita doakan semoga MII menjadi semakin baik

    BalasHapus

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan