Salah
satu ciri yang sangat inheren pada orang-orang besar ialah kesanggupan untuk
tidak menunda-nunda pekerjaan. Bagi mereka, penundaan adalah tragedi. Apa
jadinya jika Rasul menunda dakwahnya hingga semua keluarganya masuk Islam, apa
jadinya jika Abu Bakar menangguhkan Usamah bin Zaid ke negeri Syam, apa jadinya
jika Shalahudin Al-Ayyubi menunda misi sucinya membebaskan Al-Quds, apa jadinya
jika Soekarno-Hatta menunda proklamasi kemerdekaan Indonesia, apa jadinya jika
para pahlawan nasional berleha-leha menunda perjuangan untuk merebut
kemerdekaan? Satu detik waktu yang tersia, sangat berpengaruh terhadap kesuksesan
yang didamba. Karena itulah, penundaan sekecil apapun akan berdampak buruk bagi
kesuksesan.
Penundaan
berdampak buruk bukan terletak pada besar kecilnya pekerjaan, tapi pada cara
pandang yang salah terhadap pekerjaan. Pekerjaan yang semestinya harus
diselesaikan tepat waktu, kemudian diselesaikan seperti yang dimau. Inilah
mengapa dalam al-Qur`an ada ungkapan: Faidza faraghta fanshab(maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain). Ayat ini sangat jelas tidak memberi ruang
untuk penundaan, meskipun tidak menafikan jeda untuk istirahat. Pada ayat lain
digambarkan betapa penundaan selalu berbuah penyesalan. Sering disebutkan kata ‘ya
laitani’ sebagai gambaran penyesalan yang sangat luar biasa ketika gagal di
akhirat. Mereka menyesal karena sewaktu di dunia tidak melakukan amal dengan
sebaik-baiknya. Orang yang masuk surga saja menyesal karena tidak maksimal
beramal, apa lagi yang masuk neraka, pasti penyesalannya berkali-kali lipat. So,
penundaan adalah tragedi, bagi yang tidak mau menyesal di kemudian hari, maka
mulai detik ini segera melakukan sesuatu yang berarti.
sifat inilah yang sering terjadi pada diri ini,,semoga sifat jelek ini menjauh dari diri ini...!syukron ustaz atas pencerahannya
BalasHapustak ada yang pernah luput dari virus ini Mr. LB, dengan mengetahuinya semoga kita segera sadar untuk menjadi lebih baik :)
Hapus