Home » » Harmoni Cinta

Harmoni Cinta

Written By Amoe Hirata on Selasa, 10 Februari 2015 | 07.02


          Emas tetaplah emas, meskipun berada pada tempat sampah. Ia akan tetap berharga, bernilai, dan dicari-cari. Namun betapapun berharganya emas, bila dibiarkan di tempat sampah, dan tak ada yang berusaha mengambil, atau memanfaatkannya, maka tak akan berarti apa-apa. Analogi ini berasal dari inspirasi hadits Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Ia berkata: Rasulullah shallahu`alaihi wasallam bersabda: “Orang yang terbaik di masa jahiliyah (adalah) orang yang terbaik di (waktu) Islam, jika Ia paham(hukum-hukum agama)”[H.r. Bukhari dan Muslim]. Artinya ada orang yang semasa zaman jahiliyah –yang saya analogikan sebagai tempat sampah- termasuk golongan yang mulia, penuh bakat dan potensi-yang saya ibaratkan sebagai emas-, maka ketika pada masa  Islam akan menjadi orang mulia pula, asalkan masuk dan paham tentang hukum-hukum agama. Dengan demikian, bakat dan potensi kemuliaan diri -yang diibaratkan emas- tidak cukup, jika tidak masuk Islam dan paham tentang hukum Islam. Betapapun mulia dan hebatnya seseorang, jika Ia tak masuk Islam, serta mengerti hukum-hukum Islam, maka kehebatannya hanya terhenti pada kata, ‘hebat’. Kehebatan yang dimiliki tak mampu mengantarkannya bertemu Allah di akhirat. Jangankan bertemu, surga saja angkuh pada dirinya.
            Bercermin pada sejarah emas sahabat Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam, ketika zaman jahiliyah, betapa banyak orang-orang hebat dan penuh potensi. Tapi di antara mereka, ada yang kemudian masuk agama Islam, ada pula yang tetap bersikukuh dengan agama nenek moyangnya. Pada tataran potensi, mereka sama-sama berpotensi. Yang membedakan mereka ialah dalam hal: masuk Islam dan paham hukum Islam. Siapa yang tak kenal Abu Thalib orang mulia pengganti Abdul Muthallib yang selalu membela Nabi hingga akhir hayatnya; siapa yang tak kenal al-Walid bin al-Mughirah, penyair ulung dan disegani di tanah Arab; siapa yang tak kenal Abu Jahal, pemimpin klan mulia bani Makhzum, serta gembong masa jahiliyah lainnya yang memilih tetap kafir meski dikaruniai kematangan berfikir. Kehidupan akhir mereka sengsara, dan mati dalam kondisi hina. Siapa juga yang tak kenal Umar bin Khathab, Khalid bin Walid, `Amru bin Ash, Ikrimah bin Abi Jahal, yang merupakan salah satu dari orang-orang yang potensial di masa jahiliyah; ketika mereka masuk Islam dan memahami dengan betul hukum Islam, akhirnya kehebatannya semakin terasah, dan mampu mengusik dua peradaban besar yang ketika itu di kuasai oleh Romawi dan Persia. Mereka adalah salah satu contoh di antara sekian banyak contoh orang yang hebat, yang ketika masuk Islam dan paham akan hukumnya, maka kehebatannya semakin melambung. Bukan karena mereka mencari kehebatan, tetapi Islamlah yang mengasah potensi mereka menjadi lebih tajam.
            Pada kesempatan kali ini akan diceritakan secara singkat tentang kisah tentang orang yang ketika masa jahiliyah memiliki potensi besar, dan ketika masuk Islam Ia menjadi semakin bersinar. Ia berwajah tampan, sangat bisa dipercaya, berprofesi sebagai pedagang, kaya, termasuk orang terpandang di Makkah, dan lebih dari itu, Ia adalah suami dari Zainab binti Rasulullah Muhammad shallalahu `alaihi wasallam. Dialah Abu al-Ash bin Rabi`, yang merupakan keponakan Khadijah binti Khuwailid. Ibunya bernama Halah binti Khuwailid. Membaca kisah Abu al-Ash bin Rabi` menggambarkan suatu harmoni antara cinta, janji dan amanah. Ia merupakan tipikal cowok yang setia dan sangat mencintai Istrinya. Ketika cahaya Islam sudah terbit di Makkah, keluarga Rasulullah masuk Islam, sedang Ia masih bertahan memegang teguh agama nenek moyang. Namun, cintanya pada Zainab tak pernah padam. Bahkan ketika ia ditawari untuk menceraikan Zainab, dan akan dinikahkan dengan gadis lain yang lebih cantik, Ia tak mau menerimanya, hatinya dipenuhi oleh cinta Zainab. Begitu juga Zainab, Ia juga mencintai Abu al-Ash, cintanya yang tulus terbukti ketika Abu al-Ash menjadi tawanan pada perang Badar, dengan tulus Zainab mau menebusnya dengan kalung pemberian mendiang ibunya, Khadijah. Bahkan ketika kafilah dagangnya terkena patroli pasukan sarriyah Rasulullah, -yang kemudian Ia bisa lari di malam hari menemui Zainab-, Zainab pun rela memberikan suaka padanya. Ini adalah suatu gambaran cinta tulus yang tak pernah hangus.
            Abu al-Ash juga dikenal sebagai orang yang memenuhi janji. Ketika dia dibebaskan dari tawanan perang Badar, Rasulullah memberi syarat padanya agar sesampainya di Makkah, Ia kirim Zainab ke Madinah. Ia pun berjanji untuk memenuhinya, janjinya pun ditepati, meski sebenarnya berat meninggalkan istri tercinta, tapi janji tetaplah janji, ada jurang yang memisah di antara keduanya, yaitu agama. Di sisi lain ia juga merupakan orang yang amanah. Ketika semua harta dagang yang Ia bawa dari negeri Syam dikembalikan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, ada tawaran menarik dari sahabat Rasulullah. Tawaran itu ialah: anjuran pada Abu al-Ash agar masuk Islam, ketika masuk Islam, nanti harta yang terkena patroli akan diserahkan semua kepadanya. Namun dengan tegas Ia menolaknya. Memang benar hatinya sudah tertari memeluk Islam, tetapi yang namanya amanah tetaplah amanah. Sebelum dia masuk Islam dengan tenang, Ia harus mengembalikan amanah dagangan yang diembankan orang Makkah padanya, setelah diserahkan kepada yang mengamanahinya, baru setelah itu Ia masuk Islam. Tak mengherankan jika Ia, baik di masa jahiliyah maupun Islam, menjadi orang terpercaya. Ibarat emas, Ia tetaplah berharga meski pernah ditempat sampah. Ia menjadi lebih berharga ketika mempunyai ‘daya manfaat’ ketika sudah masuk dan paham hukum Islam. Maka tidaklah berlebihan jika kisahnya merupakan paduan harmoni antara cinta, setia, janji dan amanah. Semua itu bisa ditemukan dalam lembaran sejarah emasnya. Bagi siapa saja yang ingin belajar tentang arti cinta, setia, janji dan amanah, maka alangkah baiknya menelaah riwayat hidupnya.
Share this article :

1 komentar:

  1. Tulisan antum selalu mencerahkan hati maupun pengetahuan setiap pembaca, semoga sya biasa mengikuti jejak langkah antum dalam menyebarkan kandungan hikmah hikmah hidup.

    BalasHapus

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan