Apa yang
terlintas di benak anda ketika disebut kata, ‘Karbala’? Bagi yang mengerti
pasti akan mengingat satu sosok bersejarah bernama Husain bin Ali bin Abi
Thalib. Ia merupakan adik kandung Hasan bin Ali. Meskipun keduanya sama-sama
disaksikan Rasulullah sebagai pemimpin pemuda ahli surga, namun keduanya
memiliki karakter yang berbeda. Kejadian di Karbala menyiratkan akan makna
penting bahwa kecendrungan perjuangan Husain ialah melalui jalur politik dan
kekuasaan. Sedangkan Hasan -yang sifat dan bentuk fisiknya digambarkan dalam
suatu riwayat paling mirip dengan Rasulullah- sama sekali memiliki sikap dan
kecendrungan yang berbeda dengan adiknya, Ia lebih melalui jalur lain selain
politik. Karakter bawaan yang lebih menyukai perdamaian, membuatnya terabadikan
dalam sejarah sebagai tokoh kunci yang sudah jauh-jauh hari diramalkan oleh
Rasulullah sebagai pendamai kaum muslimin yang lagi bertikai, tepatnya hari itu
diabadikan dengan nama yaumul jamaa`ah(hari bersatunya kaum muslimin di
bawah naungan satu penguasa pada tahun 41 Hijriah).
Sedangkan Husain yang lebih ngotot dengan ijtihad pribadinya untuk tetap menentang kekuasaan melalui jalur politik harus rela menemui takdir kematiannya di bumi Karbala`. Ironisnya kebanyakan kaum muslim baik itu dari kalangan syiah maupun sunni lebih menokohkan dan mengagungkan Husain. Bahkan ada acara khusus untuk memperingati gugurnya Husain pada tanggal 10 Muharram. Kisah kakak beradik ini diterangkan sedemikian rupa oleh penulis melalui rujukan-rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan dari buku-buku sejarah yang pada intinya perjuangan melalui jalur politik dan kekuasaan hanya akan menjadi malapetaka bagi umat Islam jika itu dijadikan tumpuan utama. Padahal masih banyak ranah lain untuk memperjuangkan Islam.
Sedangkan Husain yang lebih ngotot dengan ijtihad pribadinya untuk tetap menentang kekuasaan melalui jalur politik harus rela menemui takdir kematiannya di bumi Karbala`. Ironisnya kebanyakan kaum muslim baik itu dari kalangan syiah maupun sunni lebih menokohkan dan mengagungkan Husain. Bahkan ada acara khusus untuk memperingati gugurnya Husain pada tanggal 10 Muharram. Kisah kakak beradik ini diterangkan sedemikian rupa oleh penulis melalui rujukan-rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan dari buku-buku sejarah yang pada intinya perjuangan melalui jalur politik dan kekuasaan hanya akan menjadi malapetaka bagi umat Islam jika itu dijadikan tumpuan utama. Padahal masih banyak ranah lain untuk memperjuangkan Islam.
Buku ini ditulis oleh Wahidudin Khan. Beliau lahir di India pada
tanggal 10 Oktober 1925. Ia merupakan Pemikir Muslim India kontemporer. Beliau
memiliki pemikiran brilian yang berusaha mengharmonikan sistem salafi dengan
sistem ilmiah dan filosofis. Dengan metode ini, ia berusaha berdialog dengan
orang-orang atheis dan skular pada sejumlah besar dari karangannya. Karangannya
memiliki keistimewaan sebagai berikut: menggabungkan antara kesederhanaan dan
kedalaman sehingga (senantiasa) relevan dengan berbagai macam pembaca. Ia
sangat terkesan dengan pemikiran Abu A`la Al-Al-Maududi dan Abu Hasan
An-Nadawi.
Beliau memiliki karangan[1] yang banyak diantaranya yang berbahasa Inggris: Religion and Science. God Arises: Evidence of God in Nature & Science. In Search of God. Islam and Modern Challenges. The Way to Find God. The Quran, an abiding wonder. The Moral Vision : Islamic Ethics for Success in Life. Women Between Islam and Western Society. A Treasury Of The Qur'an. The Prophet Muhammad : A Simple Guide to His Life. ISLAM: THE VOICE OF HUMAN NATURE. Islam and the Modern Man. ISLAM: CREATOR OF THE MODERN AGE. Islam As It Is. A Treasury Of The Qur'an. Ada juga yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab diantaranya: al-Islam Yatahadda. Ad-Din Fi Muwaajahati al-`Ilmi. Hikmah ad-Din. Tajdid `Ulumu ad-Din. Al-Muslimun baina al-Maadhi wa al-Hadhir wa al-Mustaqbal. Khawathir wa al-`Ibar. dan buku yang sedang diresensi saat ini: Tarikhu ad-Dakwah Ila al-Islam.
Beliau memiliki karangan[1] yang banyak diantaranya yang berbahasa Inggris: Religion and Science. God Arises: Evidence of God in Nature & Science. In Search of God. Islam and Modern Challenges. The Way to Find God. The Quran, an abiding wonder. The Moral Vision : Islamic Ethics for Success in Life. Women Between Islam and Western Society. A Treasury Of The Qur'an. The Prophet Muhammad : A Simple Guide to His Life. ISLAM: THE VOICE OF HUMAN NATURE. Islam and the Modern Man. ISLAM: CREATOR OF THE MODERN AGE. Islam As It Is. A Treasury Of The Qur'an. Ada juga yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab diantaranya: al-Islam Yatahadda. Ad-Din Fi Muwaajahati al-`Ilmi. Hikmah ad-Din. Tajdid `Ulumu ad-Din. Al-Muslimun baina al-Maadhi wa al-Hadhir wa al-Mustaqbal. Khawathir wa al-`Ibar. dan buku yang sedang diresensi saat ini: Tarikhu ad-Dakwah Ila al-Islam.
Di awal pembahasan penulis
menjelaskan bahwa: Hasan dan Husain merupakan tipikal yang merepresentasikan
dua orientasi bertentangan dalam sejarah Islam.
Hasan orientasinya bukan pada politik, sedangkan Husain mempunyai
orientasi politik. Hasan memilih damai dengan Mu`awiyah dalam peristiwa Aamul
Jamaa`ah tahun 41 H. Sedangkan Husain lebih memilih konflik secara frontal
dengan Mu`awiyah. Keputusan Hasan melahirkan perdamaian di kalangan muslimin
dan meredam potensi perang saudara. Sedangkan keputusan Husain mengantarkannya
pada kematian tragis di Karbala`. Anehnya, yang lebih diingat dan dikenang baik
di kalangan orang Syi`ah maupun Sunni ialah Husain. Bahkan secara khusus ada tradisi perayaan 10 Muharram untuk
memperingati peristiwa Karbala`. Meskipun peristiwa Karbala` sangat populer,
namun sayangnya sama sekali tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan
peristiwa sejarah. Ajaran Islam dan peristiwa sejarah sama-sama menolak contoh
(peristiwa) semacam ini.
Sebelum datangnya Islam di Makkah
ada dua kabilah Qurays yang sangat istimewa yaitu Klan Abdi Manaf (Klan Hasyim)
dan Klan Umayyah. Kedua kabilah ini sejak sebelum Islam sudah saling
bersaingan. Klan Umayyah tak mampu mengungguli klan Hasyim, bahkan masuk Islam
ketika tahun 8 Hijriah. Ketika masa khulafaurasyidin Masa Khalifah Utsman
dianggap sebagai yang mewakili klan Umayyah sedangkan masa Ali mewakili Klan
Hasyim. Setelah Ali meninggal diganti Hasan. Tahun 41 H Hasan memilih damai dan
menyerahkan kekuasaan ke Muawiyah. Praktis 20 tahun kondisi kaum muslimin aman
dan bisa memperluas wilayah di bawah pimpinan Mu`awiyah(W 60 H).
Sepeninggal Mu`awiyah konflik kekuasaan dimulai kembali. Husain tak mau bersikap seperti saudaranya, ia memilih menentang pemerintahan resmi. Dari sinilah titik tolak terjadinya tragedi 10 Muharram di Karbala` dimana Husain beserta pengikutnya yang tinggal 72 orang harus melawan pasukan bersenjata lengakap kiriman Yazid bin Muaawiyah yang berjumplah hampir 72 ribu pasukan. Sebenarnya waktu itu Husain mau berdamai dengan menyampaikan tiga opsi, namun karena Ubaidillah bin Ziyad dihasut oleh Syarmadzi Al-Jausyan, akhirnya pembunuhan Husain pun tak terelakkan.
Sepeninggal Mu`awiyah konflik kekuasaan dimulai kembali. Husain tak mau bersikap seperti saudaranya, ia memilih menentang pemerintahan resmi. Dari sinilah titik tolak terjadinya tragedi 10 Muharram di Karbala` dimana Husain beserta pengikutnya yang tinggal 72 orang harus melawan pasukan bersenjata lengakap kiriman Yazid bin Muaawiyah yang berjumplah hampir 72 ribu pasukan. Sebenarnya waktu itu Husain mau berdamai dengan menyampaikan tiga opsi, namun karena Ubaidillah bin Ziyad dihasut oleh Syarmadzi Al-Jausyan, akhirnya pembunuhan Husain pun tak terelakkan.
Pengganti
Muawiyah ialah Yazid bin Muawiyah, ketika diangkat menjadi pengganti ayahnya ia
langsung mengirim Walid bin `Utbah bin Abi Sufyan untuk mengambil baiat di
Madinah. Husain menolak. Pada hari kedua beserta keluarganya pergi ke Makkah. Karena Makkah tak memungkinkan untuk menjadi
khalifah lantaran ada khalifah Abdullah bin Zubair maka dari itu Husain pergi
Kufah. Sedangkan Hasan, setelah melepas diri dari kekuasaan Ia kembali ke
kampung halamannya, Madinah. Husain ke Kufah karena disurati penduduk Kufah
yang ingin mendukung menjadikannya khalifah.
Surat yang sampai kepada Husain kala itu hampir mencapai 150 surat. Hasan sudah menasehati Husain sedemikian rupa untuk tak pergi, namun Husain bersi keras: karena menurut Hasan tak mungkin kabilah kita memegang kenabian dan khilafa sekaligus. Muslim bin `Aqil bin Abu Thalib dikirim ke Kufah untuk mengambil baiat dan disana didukung 18 ribu pendukung. Ketika Yazid mendengar pergerakan Muslim bin `Aqil, ia mengirim Ubaidillah bin Ziyaad untuk meredam pemberontakan, akhirnya Muslim dan penjamunya, Hani` bin `Urwah kemudian dibunuh di atap rumah hingga kepalanya tanggal di hadapan semua orang yang mendukungnya.
Surat yang sampai kepada Husain kala itu hampir mencapai 150 surat. Hasan sudah menasehati Husain sedemikian rupa untuk tak pergi, namun Husain bersi keras: karena menurut Hasan tak mungkin kabilah kita memegang kenabian dan khilafa sekaligus. Muslim bin `Aqil bin Abu Thalib dikirim ke Kufah untuk mengambil baiat dan disana didukung 18 ribu pendukung. Ketika Yazid mendengar pergerakan Muslim bin `Aqil, ia mengirim Ubaidillah bin Ziyaad untuk meredam pemberontakan, akhirnya Muslim dan penjamunya, Hani` bin `Urwah kemudian dibunuh di atap rumah hingga kepalanya tanggal di hadapan semua orang yang mendukungnya.
Abdullah bin
Muthi` mengingatkan Husain : “Aku ingatkan padamu agar kembali ke Makkah, jika
kamu tetap bersi keras untuk mendapat kekuasaan klan Umayyah, mereka akan
membunuhmu, dan jika mereka membunuhmu, maka mereka tidak akan takut pada
siapapun setelahmu selamanya. Kehormatan Islam dan Arab akan terenggut”. Husain
tetap ngotot pergi. Bahkan tak mempedulikan anjuran sahabat besar seperti
Abdullah bin Umar bin Khathab, Abdullah bin Abbas, Amru bin Sa`ad bin Ash,
Abdurrahman bin Harits. Bahkan Abdullah bin Zubair sempat menawarkan, jika
Husain tak jadi ke Kufah maka Ia siap untuk membaiatnya di Makkah. Abdullah bin
Ja`far bin Abi Thalib juga mendesak Husain agar tak pergi ke Kufah tapi tak
membuahkan hasil. Dalam perjalanannya Husain ketemu dengan penyair Farzadiq,
lalu menanyakan kondisi Kufah. Farzadiq mengingatkan Husain: hati orang Kufah
bersamamu tapi pedangnya bersama klan bani Umayyah. Pada akhirnya usaha Husain
malah mengantarkan pada kegagalan yang sangat mengharukan dalam lembaran
sejarah. Cucu Nabi ini mati di Karbala dalam kondisi terpancung.
Setelah
memaparkan secara singkat kilas balik sejarah tragedi Karbala, penulis
menyatakan: “seandainya kita mau mencalonkan dua pahlawan Islam antara Hasan dan
Husain maka Hasan lebih pantas(karena sikapnya berbuah perdamaian)”. Di sisi
lain anjuran Nabi ketika terjadi fitnah supaya kaum muslimin menjauhi konflik
politik kekuasaan dan bergerak di ranah lain yang bermanfaat. Selama tak
dilarang untuk shalat maka tetap sabar dengan kezaliman penguasa. Meski tetap
memberi nasihat. Bukan berarti Nabi mengajarkan umatnya membisu di hadapan
penguasa dzalim tetapi sebagai semacam pencerahan untuk (fokus) mengarah pada
amal serius dan dalam jangkauannya.
Ajaran beliau juga mengandung pendidikan pikiran positif pada individu umat sebagai ganti dari pikiran negatif berupa mengarahkan kerja keras umat pada amalan yang membangun dan kreatif sebagai ganti dari amalan yang membuat kerusakan dan penghancuran. Ini mengindikasikan pada hakikat yang agung berupa menekuni usaha dari medannya secara tak langsung lebih banyak suksesnya daripada menekuni usaha pada medannya secara langsung. Meski secara lahiriah kurang menarik namun di dalamnya menyimpan efektifitas dalam meredam/mencegah permusuhan dari latar belakang terjadinya peristiwa.
Ajaran beliau juga mengandung pendidikan pikiran positif pada individu umat sebagai ganti dari pikiran negatif berupa mengarahkan kerja keras umat pada amalan yang membangun dan kreatif sebagai ganti dari amalan yang membuat kerusakan dan penghancuran. Ini mengindikasikan pada hakikat yang agung berupa menekuni usaha dari medannya secara tak langsung lebih banyak suksesnya daripada menekuni usaha pada medannya secara langsung. Meski secara lahiriah kurang menarik namun di dalamnya menyimpan efektifitas dalam meredam/mencegah permusuhan dari latar belakang terjadinya peristiwa.
Pengalaman
abad pertama Hijriah secara tegas memberikan pelajaran penting bahwa bentrok dengan
sistem politik yang sedang berkuasa, seberapa ikhlaspun niatnya, hanya akan
mengobarkan api fitnah, bahkan menciptakan masalah-masalah baru, menjadikan
masalah semakin rumit dan kompleks. Gerakan reformasi politik hanya mengantar
pada kekacaun, yang menimbulkan kebingungan di seluruh wilayah Islam. Apa yang
terjadi sepeninggal Utsman ternyata terus berlangsung sampai hingga pada masa
Mu`awiyah dan seterusnya. Perang yang terjadi untuk mendapat kekuasaan tidak
berakhir pada hasil yang pasti. Memang konflik berhenti dari dua kelompok yang
berselisi, namun setelah konflik berakhir, maka terjadi konflik pula di tubuh
internal kelompok masing-masing.
Sudut pandang
semacam ini berdasarkan arahan-arahan Nabi yang begitu jelas. Nabi melarang sahabatnya untuk ikut
berpartisipasi dalam konflik politik bersama penguasa. Nabi menyarankan untuk
mencari lahan amal selain politik yang bisa dilakukan individu untuk mewujudkan
harapan perbaikannya yang mendesak. Akan tetapi, sudut pandang semacam ini
jarang diminati oleh kebanyakan orang. Kebanyakan lebih tertarik ke dalam
politik yang malah membuat kematian orang-orang besar seperti Husain, Abdullah bin
Zubair dan lain sebagainya. Seandainya umat Islam mau menempuh jalan sabar
kemudian mengarangkan kegiatan perbaikanya pada wilayah potensi yang tersedia
maka mereka akan melihat bagaimana Allah menjalankan rencana-Nya untuk menampakkan
peristiwa itu pada jalan yang sukses, sedangkan kita berusaha –lantaran
ketidaksabaran kita- mewujudkannya dengan jalan yang sama sekali tak membuat
sukses.
Pada buku ini
penulis secara ringkas ingin menyatakan bahwa keterlibatan kaum muslimin dalam
ranah politik dan kekuasaan acapkali-kalau tak boleh dikatakan pasti- mengalami
kegagalan. Sejarah telah membuktikan. Supaya tenaga dan potensi umat tak
terbuang percuma, penulis menyarankan umat Islam berjuang pada ranah lain
sesuai potensi masing-masing. Sebab dengan tidak terlalu fokus dengan politik,
sembari tetap berjuang pada ranah lain, justru akan menghasilkan sesuatu yang
lebih besar dan bermanfaat dibanding dengan terjun langsung di dunia politik.
Tabiat politik ialah persaingan, sejarah membuktikan bahwa ketika kaum
muslimin terlibat pada persaingan politik maka pada akhirnya akan menghadapi
perpecahan saudara dan kemunduran.
Buku ini sukses dalam memaparkan betapa politik dan kekuasaan itu begitu bahaya bila ditinjau dari pengalaman sejarah umat Islam. Namun beliau tidak menjelaskan mengenai politik syar`i yang dibolehkan sehingga agak kurang berimbang. Padahal politik juga sebagai alat atau media untuk berjuang, alat atau media tidak bisa dihukumi secara langsung melainkan pada konteks apa alat itu digunakan. Dengan memaparkan solusi yang lebih riil, dan penjelasan-penjelasan secara gamblang dan realistis Insyallah jauh lebih baik dibanding dengan sekadar menyebut masalah. Terlepas dari itu semua, buku ini layak untuk dijadikan bahan bacaan.
Buku ini sukses dalam memaparkan betapa politik dan kekuasaan itu begitu bahaya bila ditinjau dari pengalaman sejarah umat Islam. Namun beliau tidak menjelaskan mengenai politik syar`i yang dibolehkan sehingga agak kurang berimbang. Padahal politik juga sebagai alat atau media untuk berjuang, alat atau media tidak bisa dihukumi secara langsung melainkan pada konteks apa alat itu digunakan. Dengan memaparkan solusi yang lebih riil, dan penjelasan-penjelasan secara gamblang dan realistis Insyallah jauh lebih baik dibanding dengan sekadar menyebut masalah. Terlepas dari itu semua, buku ini layak untuk dijadikan bahan bacaan.
Buku ini cocok dibaca oleh
aktivis gerakan Islam atau siapa saja yang ingin mengetahui lebih jauh tentang
sekilas sejarah tentang orientasi umat Islam ke ranah politik dan apa
akibat-akibat yang akan dialaminya. Dengan membaca buku ini, kita bisa lebih
berhati-hati dalam perjuangan bidang politik dan kekuasaan. Kalaupun kita tetap
berjuang pada ranah ini, minimal kita akan lebih berhati-hati.
Judul Buku : مَأْسَاةُ كَرْبَلاَءَ [Ma`saatu Karbalaa`].
Arti Judul : Tragedi Karbala`.
Kategori : Sejarah.
Pengarang : Wahidudin Khan
Penerbit : ar-Risaalah li al-I`laan al-Dauli
Alamat Penerbit : Jln. Syaikh Muhammad An-Naadi, No. 7 – Madinah Nashr - Kairo
Edisi Cetakan : Cetekan Pertama.
Tahun Terbit : 1991 M / 1411 H.
Tebal Buku : 59 Halaman.
Harga Buku : -
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !