Home » » Unsur-unsur Asasi Kepemimpinan

Unsur-unsur Asasi Kepemimpinan

Written By Amoe Hirata on Selasa, 06 Januari 2015 | 21.24

               Ketika membaca lanskap sejarah Islam, yang dipenuhi oleh dinamika kepemimpinan yang silih berganti –baik yang suksesmaupun yang gagal-, kita akan menemukan beberapa unsur yang harus dipenuhi, agar kepemimpinan bisa berdiri tegak. Di antara unsur itu ialah, kebenaran, kebaikan, keberanian, kecakapan , menajerial, kesabaran(ketahanan), dan kecerdasan. Jika harus dipilih –berdasarkan skala prioritas-, maka yang patut ada ialah keberanian, kesabaran dan kemampuan manajerial(baik menggerakkan atau mengatur pasukan).
            Bila pemimpin baik dan benar, namun tidak memiliki keberanian, kesabaran dan kemampuan manajerial, maka ia hanya baik bagi diri sendiri, namun tidak bisa menebarkan kebaikan pada orang lain. Kalau meminjam istilah al-Qur`an, ia hanya masuk dalam kategori ‘shālih(baik secara pribadi)’ , bukan ‘mushlih(mampu membuat perbaikan/mentransfer kebaikan pada orang lain)’. Itu sebabnya dalam sejarah, pemimpin yang baik dan benar, namun penakut, biasanya malah akan menjadi bumerang bagi negara.
            Sebagai contoh misalnya –tanpa membatasi-, apa yang terjadi pada pemimpin Dinasti Abbāsiyah terakhir, al-Musta`shim Billāh. Secara personal dia memang baik. Ia rajin beribadah, berakidah lurus, banyak membaca al-Qur`an, dermawan. Lihat bagaimana Imam Ibnu Katsīr menggambarkan sosoknya:
وقد كان حسن الصورة جيدالسريرة صحيح العقيدة مقتديا بأبيه المستنصر في المعدلة وكثرة الصدقات وإكرام العلماء والعباد
البداية والنهاية (13/ 204)
“(al-Musta`shim) memiliki citra, jiwa, akidah yang baik. Ia meneladani bapaknya, al-Mustanshir dalam hal keadilan, banyaknya bersedekah, dan memuliakan ulama dan orang-orang yang beribadah”(al-Bidāyah wa al-Nihāyah, 13/204).
            Pada tahun 656 H/1258 M, kebaikan dan kebenaran yang diyakininya tak mampu menyelamatkan kota Baghdad dari serbuan Tartar, yang dikomandoi Hulaghu Khan. Apa ada yang salah dengan kebenaran dan kebaikan? Sebenarnya tidak. Tapi bagi seorang pemimpin, keduanya adalah bagian dari unsur-unsur penting yang dimiliki pemimpin. Keduanya harus beriring, keberanian, kesabaran dan kecakapan dalam manajerial. Karena tak cakap dalam urusan politik, akhirnya ia salah memilih wazīr, Ibnu al-`Alqami, yang malah bersekongkol dengan pasukan Hulagu khan. Karena tak mempunyai keberanian, ia setuju ketika al-`Alqami mengusulkan untuk mengurangi jumlah pasukan, dan memilih perdamaian dengan Tartar. Kalau keberanian sudah tanggal, bagaimana mungkin bisa sabar. Akibatnya jelas. Kota Baghdad sebagai mercusuar peradaban dunia kala itu, hangus diluluhlantakkan oleh pasukan Mongol. Sebuah referensi berharga bagi siapa saja yang memilih pemimpin.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan